Browsing by Author "Gandarejeki, Unik"
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
- ItemKajian Penggunaan Mesin Penggiling Beras Terhadap Mutu Beras Beberapa Varietas Padi Di Kelompok Tani Suka Karya Desa Sukadiri Kabupaten Tangerang Provinsi Banten(Program Studi Tata Air Pertanian,Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia, 2022-09-21) Gandarejeki, Unik; Politeknik Enjiniring Pertanian IndonesiaPROPOSAL PKL 1.2019.TAP.PENDAHULUAN.Padi merupakan tanaman penghasil beras yang banyak dibudidayakan di Indonesia, padi merupakan makanan sumber karbohidrat utama selain jagung dan gandum. Penanganan pascapanen padi merupakan salah satu upaya yang sangat strategis dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi. Konstribusi penanganan pascapanen terhadap peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan kehilangan hasil dan tercapainya mutu gabah dan beras sesuai dengan standar yang ada di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian, terutama beras menjadi permasalahan utama yang harus diatasi saat ini. Selain itu, beras juga merupakan komoditas pokok, sehingga produksi beras dalam negeri menjadi tolak ukur kesediaan pangan bagi masyarakat Indonesia. Penggilingan gabah menjadi beras merupakan salah satu rangkaian utama penanganan pascapanen. Teknologi penggilingan sangat menentukan kualitas dan kuantitas beras yang akan dihasilkan. Penggilingan beras memiliki peran yang sangat penting dalam sistem agribisnis beras di Indonesia. Proses penanaman padi sangatlah rumit dibutuhkan keteitian dan ketekunan khusus dalam pengerjaanya. Mulai dari pengolahan tanah, penanganan bibit unggul, penanaman, perawatan, pemupukan, penyiangan, sampai pengolahan hasil pertanian menjadi butir beras yang membutuhkan waktu dan tenaga yang tidaklah sedikit, ditambah dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk semua proses tersebut. Semua itu sangat berbeda dengan masyarakat industri yang menghasilkan produk-produk instan dalam waktu yang singkat dan cepat. Alat dan mesin penggilingan beras yang berkembang di masyarakat sebelum menggunakan mesin penggilling adalah, alat penggilingan beras manual yang merupakan awal dari cara memproduksi beras. Penggilingan manual adalah penggilingan dengan cara menumbuk gabah menggunakan lesung dan alu. Cara penggilingan ini berbasis gesekan antara biji dengan biji dan pembersihan dilakukan dengan cara penampian yang menggunakan nyiru. Cara penggilingan ini menghasilkan kehancuran beras sangat tinggi sehingga rendemennya yang dihasilkan rendah. Setelah beberapa dawarsa, alat penggilingan berkembang menggunakan batu sebagai pengupas gabah yakni mesin pengupas gabah tipe Engelberg Dibeberapa sentra penghasil produksi beras terdapat penggilingan baik kapasitas besar maupun kapasitas kecil. Investasi yang diperlukan untuk mengoprasikan mesin giling kapasitas besar cukup tinggi, sedangkan yang berkapasitas kecil relatif rendah. Berkembangnya mesin penggilingan berkapasitas kecil diharapkan dapat memperbaiki mutu dan menghasilkan rendemen yang tinggi, sehingga ketersediaan beras secara Nasional dapat dipertahankan. Kualitas dan rendemen hasil penggilingan beras sangat dipengaruhi oleh prosedur penggilingan, pengoprasian mesin, umur mesin, manajemen dan perawatan mesin. Proses penyosohan (pemolesan) beras merupakan kegiatan yang sangat menentukan kualitas dan rendemen beras. Penyosohan yang kurang baik akan menurukan nilai jual berasnya, sedangkan penyosohan yang berlebihan akan menurunkan rendemen dan pendapatan butir beras kepala. Pemanfaatan mesin penggiling beras dengan hasil yang banyak setelah panen diharapkan beras yang dihasilkan berkualitas baik dengan persentase beras kepala yang tinggi. Disamping itu, penanganan penggilingan beras yang tepat dapat menekan tingkat susut hasil. Kehilangan hasil pada tahapan penggilingan beras umunya disebabkan oleh penyetelan blower penghisap dan penghembus sekam dan bekatul. Penyetelan yang tidak tepat dapat menyebabkan nilai rendemen giling menjadi rendah. Mesin penggilingan beras dapat dibagi dalam dua tipe yaitu (1) tipe penggilingan satu langkah (single-pass) proses pemecahan kulit dan penyosoh menyatu sekaligus, gabah masuk dari kotak pemasukan dan keluar sudah menjadi beras putih dan (2) tipe penggilingan dua langkah (doublepass) proses penggilingan berlangsung dua tahap, yaitu proses pemecahan kulit gabah dan penyosohan dilakukan secara terpisah, gabah pecah kulit dihasilkan sebagai produk intermediate. Rendemen giling dari proses ini bias mencapai 65%. (S. Umar, 2014)
- ItemPenerapan Teknologi Produksi Dalam Mendukung Proses Pembuatan Tempe Di Rumah Tempe Indonesia(Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia, 2022-09-21) Gandarejeki, Unik; Politeknik Enjiniring Pertanian IndonesiaPROPOSAL PKL 2.2019.THP.PENDAHULUAN.Indonesia merupakan negara agraris, dimana kehidupan sebagian besar masyarakatnya ditopang oleh hasil pertanian. Proses pembangunan di Indonesia mendorong tumbuhnya industri-industri, baik berskala besar maupun berskala kecil menengah, yang bahan baku utamanya berasal dari hasil pertanian. Salah satunya adalah industri pengolahan kedelai. Produk makanan yang berbahan baku kedelai antara lain tempe, tahu, tauco, kecap, dan lain-lain. (Kasmidjo, 1990). Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Pada umumnya tempe dibuat secara tradisional. (Hadi, 2008) menyatakan pengembangan kedelai di Indonesia saat ini masih mengalami kendala. Beberapa permasalahan pada kedelai merupakan bahan pangan impor dan komoditas pangan strategis yang mengalami fluktuasi, gangguan pasokan distribusi, lonjakan harga pasar dunia karna penurunan produksi dan faktor lainnya. Tempekita merupakan produk yang berasal dari Rumah Tempe Indonesia (RTI) yang terletak di desa Cilendek Barat, Kota Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Rumah Tempe Indonesia diresmikan pada tanggal 6 juni 2012. RTI dibangun atas keinginan yang kuat dari pengurus KOPTI (Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia). Latar belakang didirikannya usaha tersebut sebagai kepedulian situasi dan kondisi perajin tempe ingin diberikan gambaran nyata terhap tempat produksi tempe yang ideal, dan RTI merupakan industri yang sudah menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice) dibantu oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional) untuk memperoleh sertifikasi SNI 3144:2015 yaitu pada tempe kedelai. Oleh karena itu kegiatan PKL II penting dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan tempe dengan penerapan mesin dalam proses produksi tempe, yang berada di Rumah Tempe Indonesia serta mengetahui kegiatan perawatan mesin produksi, sehingga tidak ada terjadinya breakdown, yang menyebabkan berhentinya proses produksi dan mempengaruhi pendapatan serta dapat meminimalkan atau menghilangkan biaya kerugian produksi.
- ItemUJI SIFAT FISIK KADAR AMILOSA DAN AMILOPEKTIN TEPUNG TALAS BENENG (Xanthosoma Undipes K. Koch) SEBAGAI SUMBER PANGAN ANEKA RAGAM(Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia, 2022-09-01) Gandarejeki, Unik; Politeknik Enjiniring Pertanian IndonesiaTalas beneng (Xanthosoma Undipes K.Koch) merupakan salah satu tanaman yang banyak ditemukan di sekitar Gunung Karang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, berpotensi untuk dijadikan sumber pangan karbohidrat alternatif selain beras. Talas beneng yang belum dimanfaatkan secara maksimal diperlukan perencanaan dan pengembangan talas beneng dari hulu sampai hilir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat fisik, kimia sehingga mampu membantu menyediakan informasi kepada masyarakat. Talas beneng dikeringkan dengan variasi suhu 50°, 60°, 70°C menggunakan pengering lorong dan sinar matahari sebagai kontrol. Analisis yang dilakukan dalam penelitian adalah rendemen, kadar air, derajat putih, kandungan amilosa dan amilopektin. Hasil penelitian menujukkan bahwa suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap sifat fisik, kandungan amilosa, dan amilopektin. Hasil uji sifat fisik rendemen menghasilkan nilai tertinggi pada pengeringan sinar matahari sebesar 19,9%. Kadar air pengeringan sinar matahari tertinggi sebesar 12,5%. Derajat putih pengeringan sinar matahari tertinggi pada pengeringan suhu 50°C sebesar 58,33%. Kandungan amilosa pengeringan sinar matahari tertinggi sebesar 12,63%, dan kadar amilopektin tertinggi pada pengeringan suhu 70°C sebesar 90,4%.