Browsing by Author "Faisal"
Now showing 1 - 6 of 6
Results Per Page
Sort Options
- ItemIdentifikasi Virus Classical Swine Fever pada Babi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Faisal; Gantiah; Hutasoit, Sintong HMTClassical swine fever (CSF) virus adalah virus yang menginfeksi ternak babi dan merugikan secara ekonomi karena tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentral peternakani babi terbesar di Indonesia untuk itu perlu dilakukan monitoring penyakit pada ternak babi dan salah satunya adalah CSF. Studi ini bertujuan melakukan identifikasi dan distribusi virus CSF di Sumatera Utara. Sebanyak 816 darah (EDTA) dari 285 pemilik (farm) berhasil dikoleksi dari 20 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2016. Hasil pemeriksaan sampel secara qRT-PCR tahun 2016 ditemukan 61 sampel positif virus CSF yang tersebar di 9 kabupaten. Sebanyak 8 sampel berhasil di sekuen pada gen E2 secara parsial. Filogram yang dibentuk menggunakan software MEGA 7.0 dan Beast 1.8 kedelapan sekuen tersebar dalam 3 genotipe virus CSF. Hal ini menandakan virus CSF yang ada di Sumatera Utara kemungkinan telah mengalami divergenitas genetik dan mempunyai turunan virus yang berbeda-beda. Kajian terbatas perlu dilakukan dalam hal penentuan jenis vaksin yang beredar di Sumatera Utara berkaitan ditemukannya berbagai genotipe virus CSF di Sumatera Utara.
- ItemInvestigasi Kasus Rabies di Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara pada Februari 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Putra, Hamdu Hamjaya; Siswani; Hendrawati, Ferra; FaisalPeningkatan kejadian gigitan hewan penular rabies (HPR) di wilayah Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara dilaporkan pada tanggal 4 Februari 2019. Rabies merupakan penyakit zoonosis berbahayayang menular melalui gigitan HPR dan menyebabkan kematian pada manusia. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dilapangan diperoleh informasi bahwa kasus gigitan dimulai pada awal bulan Februari 2019, di Desa Lowalatu, Kecamatan Ngapa. Tim investigasi Balai Besar Veteriner Maros bekerja sama dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan, Karantina dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka Utara melakukan penelusuran kasus dan pencarian kasus aktif. Terdapat laporan 25 kasus gigitan HPR dari awal Januari hingga 16 Februari 2019. Kegiatan investigasi wabah ini bertujuan mengidentifi kasi rute transmisi kasus rabies, faktor risiko yang berperan dalam penyebaran penyakit dan pemberian saran tindakan pengendalian wabah. Kegiatan ini didapatkan sampel otak sebanyak 2 spesimen dan serum 5 spesimen dari HPR di sekitar lokasi kasus gigitan. Hasil pengujian terhadap sampel di laboratorium Virologi BBVet Maros didapatkan hasil positif rabies dari spesimen otak dengan metode fl uorescent antibody technique (FAT) dan seronegatif terhadap serum dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Tindakan pengendalian wabah di Kolaka Utara sudah dilakukan diantaranya eliminasi anjing liar, vaksinasi darurat di daerah kasus, serta sosisalisasi kepada warga masyarakat. Rekomendasi saran yang dapat diberikan yaitu peningkatan kerja sama lintas sektoral berupa komunikasi, informasi, edukasi (KIE) tentang bahaya penyakit rabies, pengawasan lalu lintas HPR dari dan ke wilayah wabah, serta pelaporan cepat apabila ada kasus gigitan HPR di lapangan.
- ItemInvestigasi Wabah Pertama Penyakit African Swine Fever pada Peternakan Babi Rakyat di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara pada Bulan September 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Sirindon, Madhumita; Faisal; Irmanora, Yezzi; Direktorat Kesehatan HewanAfrican Swine Fever (ASF) adalah penyakit menular yang sangat berbahaya pada ternak babi dan masih tergolong penyakit eksotik karena belum pernah ditemukan di Indonesia. Petugas dinas Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara melaporkan kejadian yang diduga terinfeksi penyakit ASF pada tanggal 20 September 2019 di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Balai Veteriner Medan kemudian melakukan investigasi lapangan. Kegiatan yang dilakukan selama investigasi antara lain pengambilan sampel dan data menggunakan kuisioner. Sampel yang diperoleh dari 7 peternak yang terdiri dari serum (12), darah EDTA (11), muntahan (1) dan organ (1). Sampel kemudian diuji terhadap penyakit ASF dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Jumlah kematian yang ditemukan di lapangan sebanyak 67 ekor babi dengan ciri-ciri khas ASF yaitu demam tinggi, anoreksia, lemah, bintik kemerahan, keluar darah dari lubang tubuh, dan berujung pada kematian dengan onset kurang dari 2 minggu, serta mortalitas 100%. Hasil pengujian dengan metode PCR untuk ASF terdapat 8 sampel positif dari 13 sampel. Sebanyak 5 dari 7 peternak menunjukkan positif ASF. Hasil ELISA menunjukkan hasil seronegatif terhadap antibody ASF. Hasil positif PCR menunjukkan bahwa penyakit ASF telah ditemukan di Kabupaten Dairi yang merupakan kasus pertama yang dilaporkan di Indonesia. Dari Bulan September-Desember 2019 kematian babi di Dairi mencapai 6687 ekor yang tersebar di 14 kecamatan dan 57 desa. Analisa sementara faktor resiko penularan dan penyebaran penyakit ke peternakan di Kabupaten Dairi antara lain : kontak antar peternakan, teknik kawin dengan 1 pejantan yang terinfeksi, praktek makanan sisa (swill feeding), dan penjualan babi dari peternakan tertular.
- ItemSerologi dan Identifikasi Swine Flu pada Babi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Juwita, Ros Purnama; Faisal; Silaban, GPC SaraiFlu Babi (Swine fl u) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus Infl uenza A. Virus ini termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Penyakit fl u babi utamanya menyerang pada populasi babi, namun kini telah mengalami perubahan drastis dan mampu menginfeksi manusia. Gejala yang timbul pada manusia mirip dengan yang ditunjukkan pada babi. Perubahan yang terjadi pada strain virus fl u babi dapat terjadi karena keunikan babi yang mampu menjadi host virus Infl uenza, baik yang berasal dari manusia maupun unggas. Virus di dalam tubuh babi saling bertukar gen dan menciptakan strain pandemik. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui keberadaan virus Infl uenza A (H1N1) pada babi di Provinsi Sumatera Utara. Sampel yang diambil adalah serum dan usapan nasal babi. Sebanyak 526 sampel serum diperoleh dari 7 Kabupaten/Kota dan 2789 sampel usapan nasal babi diperoleh dari 18 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April hingga Desember tahun 2018. Pengujian dilakukan secara serologi dengan metode ELISA dan dilanjutkan dengan identifi kasi virus menggunakan metode real time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Hasil pemeriksaan secara serologi menunjukkan 81 sampel seropositif (15,4%) dan 445 sampel seronegatif (84,6%) terhadap virus Infl uenza A. Hasil identifi kasi virus menggunakan metode RTPCR menunjukkan dari 2789 sampel usapan nasal yang diperiksa, 26 sampel (0,93%) positif dan 2763 sampel (99,07%) negatif terhadap virus Infl uenza A (H1N1). Hasil studi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pencegahan dan penanganan penyakit fl u babi di ternak babi sehingga dapat mencegah terjadinya penularan pada manusia.
- ItemSurveilans Berbasis Risiko Penyakit Swine Influenza (Tipe A) pada Peternakan Babi Tradisional di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Sirindon, Madhumita; FaisalSwine Infl uenza (SI) adalah penyakit zoonosis pada babi yang disebabkan oleh virus infl uenza tipe A, subtipe H1N1, H1N2, H2N3, dan H3N2. SI dapat menyebabkan kematian pada manusia dan kerugian ekonomi pada peternakan babi. Status SI belum pernah dilaporkan di Sumatera Utara. Pelaksanaan RiskBased Surveillance (RBS) memiliki tujuan untuk menggambarkan distribusi SI (tipe A) di peternakan babi tradisional di Sumatera Utara, prevalensi dan seroprevalensi SI, dan menganalisis faktor risiko yang berkaitan dengan SI. Pada tahun 2017 Balai Veteriner Medan bersama FAO melakukan RBS SI di 5 kabupaten terpilih sesuai dengan profi ling 2016 dan berdasarkan kepadatan populasi dan hubungan interaksi yang tinggi antara babi, unggas, dan manusia. Lima kabupaten tersebut adalah Medan, Serdang Bedagai, Deli Serdang, Langkat, dan Binjai. Sampel yang diambil antara lain 5 swab nasofaring dari 5 babi (pooled) dan 2 serum yang dikoleksi dari setiap peternakan kemudian diuji dengan PCR dan ELISA. Informasi manajemen peternakan diperoleh dari kuisioner kemudian data tersebut diolah dengan model multivariable logistic regression. Hasil surveilans menunjukkan bahwa di Provinsi Sumatera Utara ditemukan penyakit SI (tipe A). Prevalensi infeksi SI di tingkat peternakan adalah 5.3% (20/376). Seroprevalensi terhadap antibodi SI pada level individu babi adalah 11.7% (83/708). Kota Medan memiliki tingkat prevalensi dan seroprevalensi SI tertinggi. Faktor risiko yang memperburuk infeksi SI adalah memelihara unggas dalam kandang yang sama dengan babi sedangkan faktor yang mengurangi risiko SI adalah pemberian obat cacing secara teratur. Umur babi diatas 4 bulan lebih berisiko memiliki antibodi terhadap SI. Untuk mencegah penyebaran SI lebih lanjut diperlukan kontrol pergerakan babi setiap kabupaten, meningkatkan biosekuriti peternakan dan KIE pada peternak tentang bahaya SI.
- ItemSurveilans pada Ternak Sapi Potong di Pulau/ Kabupaten Simeulue untuk Membuktikan Bebas Brucellosis(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Hakim, Gazwa Mettilia; Zakiah, Eka; FaisalBerdasarkan SK. Menteri Pertanian No.4026/Kpts/OT.140/4/2013, brucellosis dikategorikan sebagai Pernyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) yang diprioritaskan oleh pemerintah untuk diberantas. Hasil surveilans awal brucellosis pada sapi potong dengan pendekatan Risk Based Surveillance di Pulau Simeulue, Provinsi Aceh tahun 2014 dari total 257 sampel ditemukan 8 (delapan) reaktor brucellosis yaitu 1 (satu) reaktor dari Desa Seulingas, Kecamatan Teupah Barat dan 7 ( tujuh) reaktor dari Desa Nasrehe, Kecamatan Salang. Seluruh reaktor ditindak lanjuti dengan test and slaughter. Hasil surveilans pada tahun 2015 diketahui bahwa prevalensi brucellosis pada sapi di Pulau Simeulue adalah 2 / 336 = 0,6 % (0,006) dan ditindak lanjuti dengan test and slaughter pada kedua reaktor tersebut. Sensus pada desa reaktor pada akhir 2015 hasilnya tidak ditemukan lagi reaktor. Hasil surveilans pada tahun 2016 diketahui bahwa prervalensi brucellosis pada sapi potong di Pulau Simeulue adalah 0 % . Hasil surveilans deteksi brucellosis (detect disease) pada tahun 2017 dengan unit epidemiologi terkecil adalah desa, hasilnya tidak ditemukan desa dengan reaktor brucellosis. Berdasarkan laporan hasil surveilans yang memenuhi pesyaratan yang ditetapkan oleh Organization International des Epizaaties (OIE) yang tertuang dalam Terrestrial Animal Health Code Chapter 11.3 Article 11.3.2 untuk pembebasan brucellosis maka telah dilakukan pembahasan di Direktorat Kesehatan Hewan oleh Tim Komisi Ahli Kesehatan Hewan pada tanggal 14 November 2018 dan telah dinyatakan bahwa Kabupaten Simeulue sebagai pulau bebas brucellosis pada ternak sapi potong.