Browsing by Author "Endang Suhartatik"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemBudi Daya Padi dengan Masukan In Situ Menuju Perpadian Masa Depan(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2006) A. Karim Makarim; Endang SuhartatikLingkungan pertanian terus mengalami perubahan akibat kurang tepatnya penerapan teknologi (varietas unggul, sarana produksi, alsintan), berkurangnya lahan pertanian, ketidakcukupan input (pupuk kimia anorganik dan pestisida) dan air. Kekhawatiran pencemaran dan degradasi lingkungan hidup, dampak perekonomian global, dan kebutuhan pangan yang terus meningkat, mengakibat- kan lingkungan pertanian terus mengalami perubahan pada masa mendatang, dengan ciri berikut: (1) ketersediaan air semakin terbatas, padahal padi sawah memerlukan banyak air; (2) laju pertumbuhan penduduk yang pesat (1,49%) me- merlukan beras yang terus meningkat dengan laju 1,1%/tahun, mencapai 35,17 juta ton beras (55,83 juta ton GKG) pada tahun 2010; (3) keharusan untuk efisien menggunakan input agar usahatani padi menguntungkan dan menang bersaing dengan komoditas lainnya; (4) iklim, terutama curah hujan yang semakin tidak menentu dan erratik, suhu udara akan lebih sering ekstrim panas; (5) penggunaan lahan banyak mengarah ke lahan suboptimal dengan permasalahan abiotik dan biotik yang lebih kompleks dan intens. Oleh karena cara budi daya yang optimal selalu berdasarkan kondisi lingkungan, maka untuk masa mendatang diperkira- kan (1) penggunaan bahan organik bermutu (rantai C pendek, kandungan hara tinggi) secara in situ (di lokasi setempat) makin diperlukan, dari sisa-sisa pertanian (jerami, pupuk kandang), vegetasi alami menjadi populer kembali; (2) pemanfaatan mikroorganisme penambat N (Azospirillum sp., Anabaena, Clostridium dsb.), pelarut P, mikoriza dan sebagainya akan meningkat jumlah dan kualitasnya; (3) penggunaan PPC/ZPT yang berkualitas akan prospektif mengingat dengan cara ini efisiensi penyerapan hara oleh tanaman tinggi; (4) pemanfaatan hara-mineral in situ yang tersedia di tanah mulai berkembang. Pertanian yang memanfaatkan sumber daya setempat (organik dan anorganik) dapat dikembangkan seraya mempertahankan hasil padi yang tinggi. Recycling hara dalam sistem pertanian mutlak diperlukan untuk meningkatkan efisiensi sistem produksi dan penggunaan masukan.
- ItemProduktivitas dan Komponen Hasil Tanaman Padi Sebagai Fungsi Dari Populasi Tanaman(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) Gagad Restu Pratiwi; Endang Suhartatik; A. Karim MakarimAbstract Productivity and Yield Components of Rice as a Function of Plant Population. A field experiment to evaluate the relationship between plant population and the rice yields was conducted at the Muara Experimental Station, the Indonesian Center for Rice Research (OCRR), during the WS of 2009/2010. The trial was arranged in a Randomized Completely Block Design with three replications. The treatments were eight plant spacing's, Le. 50 cm x 50 cm up to 20-40 cm x 10 cm, in under to obtain the plant population tain the plant population of 4-33 hills/square meter. Results of the experiment indicated that the number of illiers per hill was affected by the plant density. The lower the plant densities, the lesser the number of tillers per hill as the development of tillers stopped as the rice plants reached the age of 40 day after transplanting (DAT). In contrast, the higher the plant densities, the higher the number of tillers per hill as t s the development of tillers was continued until the rice plants reached the age of 70 DAT. Plant densities affected the ring of the plant canopy, the number of filled grain per hill, and the humbler of panicles per square meter. The ring of plant canopy, the number of filled grain per hill, and the length of panicles per hill decreased with the plant densities. The ring of plant canopy a y at the low plant densities (8) reached 101 cm. and at the two high plant densities of 11 and 12 it reached 27 and 32 cm, respectively. The number of filled grain per hill, at the low plant densities reached 5,837 grains per hill, and at the high plant densities it reached 947 grains per hill. The length of panicles at the low density was 1.100 cm, and at the high density was 200 2 cm. In contrast, the number of panicles per square meter increased with the plant densities. The number of panicles per square meter at the low density was 175 and at the high density were 367. The yield of dried grains per hectare at high plant densities reached 7.17 tons milled dried grains, but at the low plant densities it reached 4.10 tons milled dried grains per hectare Abstrak Peningkatan produktivitas tanaman padi, selain ditentukan oleh faktor genetik varietas, juga oleh pengaturan populasi dan orientasi jarak tanam. Percobaan telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara, Bogor, BB Padi pada musim hujan (MH) 2008/2009. Delapan perlakuan jarak tanam 50 cm x 50 cm hingga jajar legowo 2:1 ((20 x 10) x 40) cm untuk memperoleh populasi tanaman 4-33 ak Kelompok dengan 3 rumpun/m² ditata dalam Rancangan Acak ulangan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa populasi tanaman berbanding terbalik dengan jumlah anakan/rumpun. Makin rapat populasi tanaman, jumlah anakan/rumpun makin sedikit, atau sebaliknnya makin lebar jarak tanam, jumlah anakan/rumpun makin banyak. Fenomena ini disebabkan karena pada jarak tanam rapat, pembentukan anakan sudah berhenti saat sekitar 40 hari setelah tanam (HST), sementara dengan jarak tanam lebar, pembentukan anakan berlanjut hingga tanaman mencapai umur 70 HST. Lingkar tajuk pada jarak tanam terlebar (18) mencapai 101 cm, sedangkan pada jarak tanam sempit 11 dan J2 berturut-turut mencapai 27 cm dan 32 cm. Bobot gabah isi per rumpun mencapai 947 dan 5.837 butir/rumpun, berturut-turut pada populasi tertinggi dan pada populasi terendah, Jumlah Panjang malai/rumpun pada populasi tertinggi mencapai 200 cm, sedangkan pada populasi terendah mencapai 1.100 cm. Namun demikian, jumlah malai per m' pada populasi tertinggi mencapai 367 dan pada populasi terendah hanya 175. Hasil gabah bersih/ha mencapai 7,171 dan 4.10 t/ha GKG, berturut-turut pada populasi tinggi dan populasi rendah. angan
- ItemProspek Sesbania rostrata sebagai Pupuk Hijau pada Padi Sawah(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2010-12-16) Endang SuhartatikPupuk hijau merupakan pupuk organik yang berasal dari tanaman, dibenamkan ke tanah sewaktu masih hijau atau setelah dikomposkan, diutamakan dari jenis legum karena mengandung N relatif tinggi. Sesbania mempunyai kemampuan untuk tumbuh di lahan masam, lahan salin, dan dalam kondisi tergenang maupun kering. Sesbania rostrata termasuk tanaman kacang-kacangan yang mampu membentuk bintil akar dan bintil pada batang, bersimbiosis dengan Azorhizobium caulinodans yang dapat menambat N dari udara, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau. Kontribusi N asal bintil batang dari tanaman berumur 8 minggu adalah sekitar 23% dari total fiksasi N tanaman. Biomas yang dihasilkan cukup tinggi, ditentukan oleh populasi tanaman, umur tanaman saat panen, dan jenis tanah. Jumlah N yang diikat oleh S. rostrata pada populasi 500.000 tanaman/ha, pada umur 55 hari adalah 240 kg N/ha pada musim kemarau dan 286 kg N/ha pada musim hujan. Pada umur 13 minggu, biomas kering yang dihasilkan 17 t/ha yang mengandung 426 kg N/ha. Kulit biji S. rostrata tebal dan keras sehingga sukar berkecambah. Perendaman dengan asam sulfat pekat (96%), air mendidih atau penggosokan biji dengan ampelas efektif memecahkan dormansi biji S. rostrata. Tanaman S. rostrata agak toleran terhadap pH rendah, Al tinggi, kekeringan, kadar garam tinggi, dan genangan. Pada daerah dengan pola tanam yang intensif, S. rostrata dapat ditumpangsarikan dengan padi sawah sampai umur 35-45 hari, dan meningkatkan hasil gabah 8-23% di tanah Hidromorf Kelabu. Serapan N berasal dari pupuk oleh S. rostrata (umur 56 hari) yang ditanam secara tumpangsari adalah 25% pada pemberian 60 kg N/ha dan 32% pada pemberian 120 kg N/ha. Penyisipan S. rostrata pada tanaman padi dapat mengurangi kehilangan N dengan cara mengefisienkan penggunaan pupuk N dan menjadi sumber hara N yang bersifat komplementer terhadap pupuk N organik.
- ItemRespons Galur Padi Tipe Baru Terhadap Pupuk dan Cara Tanam Padi(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) Endang SuhartatikAbstract Response of New Plant Type Rice (NPT) to Fertilizers and Planting Method. To perform as its potentials, NPT rice should be accompanied with its production technologies when it is distributed to the farmers. An experiment with the objective of to study the effect of fertilizers and plant population to grain yields and yield components of rice was conducted in Latosol soil of Muara Experimental Station of the Indonesian Centre for Rice Research, during the two cropping seasons (CS), CS-1 and CS-2 of 2007. The experiment was arranged in a Split Plot Design with three replications. Rates of fertilizers were: P1200 kg urea 100 kg SP36+100 kg KCI/ha: P2400 kg urea 150 kg SP36+ 150 kg KCI/ha manure 5 t/ha; and P3 depend on leaf colour of rice measured by leaf colour chart (LCC), were arranged as the main plots. The sub plots were three NPT rice breeding lines, namely BP205, BP355, B11007 E-MR-3-2-PN-2-1, and one variety Ciherang. The rice plants were transplanted with the planting space of 20 cm x 20 cm and legowo 2:1 (40 cm x 20 cm x 10 cm), one seedling per hill. Results of the experiment indicated that in both cropping seasons, the rice yields were not significantly improved by the increase of the fertilizer's rates. The NPT rice produced longer panicles, higher weight of 1,000 filled grains, and higher weight of filled grain per panicle, but lower number of panicles per hill and filled grains as compared to that of Ciherang. The grain yields of Ciherang variety reached 3.94 1 and 6.79 t/ha during the CS-1 and CS-2 cropping seasons, respectively. The grain yields of NPT lines harvested from the CS-1 and CS-2 were 182-391 t/ha and 4.39-6.03 /ha, respectively, fertilizers should be applied for latosol solid of Muara Experimental Station during both seasons The rates of NPK 90 kg Niha - 36 kg PO/ha 50 kg KO/ha or depend on the results of LCC reading, It was recommended that during the rainy season the plant spacing of 20 cm x 20 cm should be applied. Abstrak Agar galur padi tipe baru (PTB) generasi kedua mampu berpenampilan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, maka perlu didampingi dengan teknologi budidaya yang sesuai. Penelitian lapangan telah dilaksanakan di tanah Latosol Kebun Percobaan (KP) Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, pada MT-1 dan MT-2 2007. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi respons galur padi tipe baru terhadap pupuk dan cara tanam. Percobaan ditata dalam Rancangan Petak Terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah takaran pupuk: P1 = 200 kg urea + 100 kg SP36+100 kg KCI/ha: P2400 kg urea 150 kg SP36 150 kg KCl/ha pupuk kandang 5 t/ha, dan P3 pupuk N berdasarkan pada nilai bagan warna daun (BWD). Anak petak adalah varietas dan galur PTB: Ciherang. BP205, BP355, dan B11007E-MR-3-2-PN-2-1. yang ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dan legowo 2:1 (40cmx 20 cm x 10 cm), satu bibit per lubang. Hasil percobaan menunjukkan bahwa hasil gabah kering PTB terendah diperoleh dari pertanaman MT-1 yang dipupuk dengan takaran tinggi. Peningkatan takaran pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil gabah kering pada MT-2. Galur PTB memiliki malai lebih panjang, bobot gabah 1.000 butir lebih tinggi, dan bobot gabah isi/malai lebih tinggi dibandingkan dengan panjang malai, bobot 1.000 butir, dan bobot gabah isi/malai varietas Ciherang, tetapi jumlah malai/rumpun dan gabah isinya lebih rendah. Hasil gabah kering varietas Ciherang mencapai 3,94 1 dan 6,79 t/ha GKG, berturut-turut pada MT-1 dan MT-2. Hasil gabah kering galur PTB berkisar antara 3.82-3.91 1 dan 4,39-6,03 t/ha GKG, berturut-turut pada MT-1 dan MT-2. Takaran pupuk untuk tanah latosol KP Muara yang disarankan adalah 90 kg N +36 kg PO, 50 kg K,O/ha untuk kedua musim tanam atau permupukan berdasarkan nilai pembacaan dengan Bagan Warna Daun (BWD). Pada musim hujan, untuk lokasi dengan curah hujan tinggi dan endemi penyakit hawar daun bakteri (HDB) seperti di KP Muara, cara tanam legowo tidak dianjurkan.