Browsing by Author "Djatmikowati, Titis Furi"
Now showing 1 - 20 of 21
Results Per Page
Sort Options
- Item1. Modul Penguatan Teknis SDM Puskeswan(Perpustakaan Balai Besar Veteriner Maros, 2022) Muflihanah; Wahyuni; Djatmikowati, Titis Furi; Marmansari, Dini; Balai Besar Veteriner Maros
- ItemAktivitas Beberapa Chemical Germicide Golongan Formaldehide dan Chlorin terhadap Sampel Darah Anthraks pada Laboratorium(Balai Besar Veteriner Maros, 2017) Djatmikowati, Titis Furi; Haeriah; Hasniah; Rahman, Abdul; RamlanAnthraks merupakan penyakit endemis di Provinsi Sulawesi Selatan, antharks juga merupakan penyakit zoonosis dan dapat berakibat fatal bagi manusia. Penanganan disposal terkait biosecurity dan biosafety haruslah diperhitungkan dalam budaya kerja di Balai Besar Veteriner Maros. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aktivitas bahan kimia sebagai chemical germicide terhadap sampel darah yang teridentifikasi anthraks yaitu Buffer Normal Formalin 1%, Buffer Normal Formalin 2%, Buffer Normal Formalin 5%, Buffer Normal Formalin 10%, Formalin 10%, Formalin 37%, Hypochlorite 1%, Hipochlorite 2%, Hipochlorite 5,25% dengan variasi waktu kontak 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit dan 60 menit. Hasil penelitian pada penggunaan bahan kimia golongan formaldehyde yaitu BNF 10%, Formalin 10% dan Formalin 37% mampu menghambat pertumbuhan B.anthracis dengan lama waktu kontak minimum adalah 5 menit. Sedangkan hambatan pertumbuhan B.anthracis dengan masing-masing bahan kimia golongan formaldehyde yaitu BNF 1% terjadi setelah 15 menit, BNF 2 % setelah 30 menit, BNF 5% setelah 10 menit. Penggunaan hypochlorite 1% dengan waktu kontak 60 menit tidak mampu menghambat pertumbuhan B.anthracis, konsentrasi hypochlorite 2% mampu menghambat dalam waktu kontak 60 menit, sedangkan hypochlorite 5,25% mampu menghambat pertumbuhan B.anthracis dalam waktu kontak 15 menit. Hypochlorite 2%, hypochlorite 5,25%, BNF 1%, BNF 2 %, dan BNF 5% memiliki aktivitas germicide sama dengan BNF 10%, Formalin 10% dan Formalin 37%, namun aktivitas germicide terhadap B.anthracis dari masing-masing chemical tersebut ditentukan oleh lamanya waktu kontak yang berbeda pula.
- ItemDeteksi Spesies Leptospira Dengan Teknik Conventional PCR Pada Target Gen secY(Balai Besar Veteriner Maros, 2014) Muflihanah; Djatmikowati, Titis Furi; Anis, Saiful; Siswani; Haeriah; Rosmiaty; Perpustakaan Balai Besar Veteriner MarosDeteksi spesies Leptospira sangat penting diketahui karena untuk pengembangan diagnosa Leptospirosis di laboratorium. Penelitian ini ini berfujuan untuk mendeteksi spesies Leptospira dengan menggunakan teknik Conventional PC R pada target gen sec Y. Empat spesies bakteri standar Leptospira interrogans yaitu L.hardjo, L. tarassovi, L. bataviae dan L. ichterohaemorhagica digunakan dalam pengembangan metode ini. Primer yang digunakan yaitu prirner spesifik G1 dan G2 padatarget gen secY mengfasilkan panjang amplikon 285 pasangan basa. Conventional PCR dapat digunakan sebagai alternatif pengujian Leptospirosis karena lebih cepat, sensitif dan spesifik.
- ItemInvestigasi Kasus Anthraks di Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros ,(Balai Besar Veteriner Maros, 2015) Djatmikowati, Titis Furi; Rahman, Abdul; Haeriah; Achmad, Hasniah; RamlanKejadian Anthraks di desa Labuaja kecamatan Cenran4 Kabupaten Maros :rr,etahui berawal adanya laporan bahwa salah satu warga terkena penyakit Anthraks -ittdtl€lts pada tanggal I Juni 20i5 berdasarkan hasil diagnosa Puskesmas Cenrana. Inr estigasi dan pengambilan spesimen guna konfirmasi laboratorium dilaksanakan oleh tim Balai Besar Veteriner Maros ( BBVet Maros ) untuk menelusuri kejadian tersebut. Hasil pengujian menunjukkan positif Baccilus anthracis dari spesimen tanah bekas tempat penyembelihan temak sapi dan sisa-sisa kulit. Hasil wawancata dengan masyarakat sekitar lokasi kejadian menunjukkan bahwa masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya panyakit Anthraks, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melapor ke petugas peternakan, lemahnya pengawasan lalu lintas ternak serta masih banyaknya penyembelihn ternak sakit menjadi faktor penndukung penularan penyakit Anthraks ke manusia. Keberhasilan pemberantasan anthraks pada manusia tergantung pada pemberantasan penyakit ini pada hewan
- ItemInvestigasi Kasus Anthraks di Kecamatan Lau, Kabupaten Maros(Balai Besar Veteriner Maros, 2014) Djatmikowati, Titis Furi; Rahman, Abdul; Haeriah; Achmad, Hasniah; Yudianingtyas, Dini Wahyu; Perpustakaan Balai Besar Veteriner MarosTelah teradi kematian ternak sapi di desa Maccini Baji, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros dari september hingga bulan Nopember 2013. Pengambilan spesimen dan konfirmasi laboratorium dilakasanakan oleh tim investigasi Balai Besar Veteriner Maros (BBVet Maros). Hasil pengujian menunjukkan positif Bacillus anthracis dari spesimen tanah. Beberapa faktor risiko yang teridentifikasi dilapangan adalah kurangnya pengetahuan masyarakat, ternak yang belum pernah dilakukan vaksinasi antraks. kurangnya laporan masyarakat mengenai ternak sakit serta kurangnya petugas lapangan (kader desa) untuk monitoring penyakit hewan. Sosialisasi kegiatan penanggulangan (vaksinasi, terapi antibiotik serta mekanisme pelaporan) menjadi kunci dalam program pengendalian penyakit anthraks di desa Maccini Baji kecamatan Lau.
- ItemInvestigasi Kasus Anthraks di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan(Balai Besar Veteriner Maros, 2014) Djatmikowati, Titis Furi; Anis, Saiful; Siswani; Rahman, Abdul; Perpustakaan Balai Besar Veteriner MarosInvestigasi terhadap kasus kematian ternak kuda di kecamatan Pattalassang kabupaten Takalar telah dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Investigasi di lapangan tersebut bertujuan untuk melakukan penyidikan, pengambilan spesimen dan mengidentifikasi faktor risiko. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa penyebab kematian adalah dikarenakan agen Bacillus anthracis. Investigasi lanjutan, sosialisasi dan sejumlah tindakan telah dilaksanakan dalam rangka pengendalian dan penmggulangan wabah anthraks di kecamatan Pattalassang kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan
- ItemInvestigasi Kasus Antraks di Dusun Madumpa Desa Lalabata Riaja Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2020(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Yarisetouw, Nicolas; Djatmikowati, Titis Furi; Suardi; Firdaus, Taman; Hartono; Direktorat Kesehatan HewanInvestigasi dilakukan karena adanya laporan kematian delapan ekor sapi tanpa gejala klinis (ambruk) di Dusun Madumpa, Desa Lalabata Riaja, Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng dari bulan November 2019 hingga Januari 2020. Investigasi dilakukan oleh tim BBVet Maros untuk mengidentifikasi penyebab kematian sapi di Kabupaten Soppeng dengan definisi kasus peternakan yang memiliki sapi dengan tanda klinis ambruk dan atau mati mendadak dan atau hasil uji isolasi dan identifikasi Bacillus anthracis positif dari spesimen yang diambil di sekitar peternakan atau spesimen dari sapi. Pengambilan spesimen dilakukan pada dua peternakan. Data manajemen dan lingkungan diperoleh dari hasil pengamatan lapangan dan wawancara. Analisis data secara deskriptif berdasarkan waktu, tempat dan hewan. Angka mortalitas kematian sapi di Dusun Madumpa Desa Lalabata Riaja Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng sebesar 16% (8/50) dengan proporsi peternakan 37,8% (3/8). Hasil pengujian laboratorium dari dua peternakan teridentifikasi positif B. anthracis. Kemungkinan faktor risiko adanya mobilitas pedagang sapi yang menadah sapi-sapi sakit di Dusun Madumpa Desa Lalabata Riaja Kecamatan Donri Donri bulan November 2019-Januari 2020 serta adanya banjir besar yang melanda di lokasi peternakan. Kematian beberapa ekor sapi di Dusun Madumpa Desa Lalabata Riaja Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng November 2019 – Januari 2020 disebabkan oleh Bacillus anthracis. Tindakan pengendalian yang direkomendasikan adalah pengobatan antibiotik, vaksinasi antraks pada daerah wabah sebesar 100%, sosialisasi tentang bahaya penyakit antraks kepada masyarakat peternak, penerapan, sosialisasi dan edukasi pelaksanaan biosecurity yang baik terkait penanganan bangkai dan pelarangan pemotongan dan menkonsumsi daging hewan sakit karena antraks.
- ItemInvestigasi Kasus Antraks pada Sapi di Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan(Balai Besar Veteriner Maros, 2017) Mutisari, Dewi; Djatmikowati, Titis Furi; Anis, Saiful; Haeriah; Rahman, Abdul; RamlanInvestigasi terhadap kasus kematian ternak sapi di kecamatan Cenrana kabupaten Maros telah dilaksankan pada bulan Agustus 2017. Investigasi di lapangan tersebut bertujuan untuk melakukan penyidikan, penelusuran kasus, dan pengambilan spesimen. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan positif Bacillus anthracis dari sampel tanah. Beberapa faktor risiko yang teridentifikasi di lapangan adalah kurangnya pengetahuan masyarakat, ternak yang belum divaksinasi antraks, kurangnya laporan masyarakat mengenai ternak sakit, serta kurangnya petugas lapangan untuk monitoring penyakit hewan. Desinfeksi area kasus, pemberian antibiotik pada ternak disekitar lokasi kasus dan dilanjutkan dengan vaksinasi antraks pada 21 hari paska pemberian antibiotik merupakan tindakan pengendalian dan penanggulangan wabah penyakit antraks di kecamatan Cenrana kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan
- ItemInvestigasi Kasus Gigitan Anjing Supek Rabies di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan Februari 2019(Balai Besar Veteriner Maros, 2019) Djatmikowati, Titis Furi; Yudianingtyas, Dini Wahyu; Ramadhan, Bone; Firdaus, Taman; RamlanTelah dilaksanakan investigasi kasus gigitan anjing suspek rabies di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 17 Februari 2019. Investigasi ini bertujuan untuk mengetahui kronologis, mengidentifikasi sumber penularan kasus gigitan anjing pada manusia di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo dan faktor risikonya kejadian kasus kasus gigitan anjing pada manusia serta pemberian saran tindakan pengendalian penyakit. Kabupaten Wajo merupakan daerah tertular rabies sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 2002. Kasus gigitan anjing dalam periode waktu tiga hari telah terjadi delapan kasus gigitan anjing di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo. Spesimen berupa otak anjing dari kegiatan kontrol populasi. Pengujian laboratorium menggunakan metode pewarnaan Seller’s dan FAT menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan definisi kasus dan hasil laboratorium diperoleh proporsi kasus rabies 0%, suspek rabies 0,26% (4/1500). Kewaspadaan terhadap bahaya penyakit rabies di Kabupaten Wajo tetap dilaksanakan mengingat kasus rabies oleh Hewan Penular Rabies (HPR) disertai dengan kasus gigitan anjing memiliki Case Fatality Rate (CFR100%). Metodologi investigasi dilakukan dengan pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan delapan pemilik anjing diperoleh informasi bahwa banyak anjing liar disekitar lokasi gigitan, mayoritas anjing mereka tidak divaksin, adanya pedagang anjing keluar masuk dari satu desa ke desa lain bahkan lintas Kabupaten, dan banyaknya masyarakat yang belum mengetahui pentingnya vaksinasi rabies pada anjing dan kucing. Tindakan pengendalian yang sudah dilakukan yaitu pelaksanaan Tata Laksana Gigitan Terpadu, pemberian Vaksin Anti Rabies pada korban gigitan anjing, Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada masyarakat megenai penyakit rabies dan penanganannya, vaksinasi rabies pada anjing di daerah berisiko tinggi serta kontrol populasi anjing. Perlu penyuluhan kepada masyarakat mengenai pemeliharaan anjing yang tidak diliarkan dan pemberian vaksinasi pada hewan peliharaan dan pemberian VAR pada setiap orang yang digigit hewan atau yang terpapar dan yang berisiko tinggi terpapar virus rabies.
- ItemInvestigasi Kasus Kematian Babi di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat Tahun 2021(Perpustakaan Balai Besar Veteriner Maros, 2021-05) Amaliah, Fitri; Muhiddin, ST Nurul Muslinah; Djatmikowati, Titis Furi; Supri; Balai Besar Veteriner MarosLaporan kematian ternak babi yang cukup tinggi dalam waktu singkat oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manokwari pada tanggal 9 April 2021 dengan gejala yang ditunjukkan berupa diare, demam tinggi, lemah, anorekisia, vomit, konvulsion/kejang, gangguan pernafasan dan bahkan beberapa diantaranya dilaporkan mati mendadak tanpa sempat teramati gejalanya oleh pemilik. Penulusuran kasus dilakukan melalui wawancara dan pengambilan sampel secara langsung di dua kecamatan dari 5 kecamatan yang melaporkan adanya kematian babi dalam rentang waktu yang sama. Berdasarkan gejala klinis, gambaran patologi anatomi organ babi yang mati, serta hasil pengujian laboratorium menunjukkan kematian babi disebabkan oleh African Swine Fever (AFS). Diperlukan peningkatan pengawasan lalu lintas ternak babi dan manusia (wisatawan) ke Kabupaten Manokwari, penerapan biosecurity, pengawasan penggunaan swill feeding sebagai pakan ternak babi, sosialisasi dan KIE mengenai ASF kepada masyarakat, serta kerja sama lintas sektoral dan komunikasi yang baik seluruh stake holder yang bertanggung jawab.
- ItemInvestigasi Kasus Kematian Babi di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat Tahun 2021(Perpustakaan Balai Besar Veteriner Maros, 2021-06) Amaliah, Fitri; Muhiddin, ST Nurul Muslinah; Djatmikowati, Titis Furi; Supri; Balai Besar Veteriner MarosLaporan kematian ternak babi yang cukup tinggi dalam waktu singkat oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manokwari pada tanggal 9 April 2021 dengan gejala yang ditunjukkan berupa diare, demam tinggi, lemah, anorekisia, vomit, konvulsion/kejang, gangguan pernafasan dan bahkan beberapa diantaranya dilaporkan mati mendadak tanpa sempat teramati gejalanya oleh pemilik. Penulusuran kasus dilakukan melalui wawancara dan pengambilan sampel secara langsung di dua kecamatan dari 5 kecamatan yang melaporkan adanya kematian babi dalam rentang waktu yang sama. Berdasarkan gejala klinis, gambaran patologi anatomi organ babi yang mati, serta hasil pengujian laboratorium menunjukkan kematian babi disebabkan oleh African Swine Fever (AFS). Diperlukan peningkatan pengawasan lalu lintas ternak babi dan manusia (wisatawan) ke Kabupaten Manokwari, penerapan biosecurity, pengawasan penggunaan swill feeding sebagai pakan ternak babi, sosialisasi dan KIE mengenai ASF kepada masyarakat, serta kerja sama lintas sektoral dan komunikasi yang baik seluruh stake holder yang bertanggung jawab.
- ItemKejadian Kasus PenyakitAnthraks di Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan(Balai Besar Veteriner Maros, 2014) Siswani; Yudianingtyas, Dini Wahyu; Djatmikowati, Titis Furi; Haeriah; Perpustakaan Balai Besar Veteriner Marostelah terjadi kematian ternak sapi yang disertai dengan suspek pada manusia di Desa Jenne Taesa Kec. Simbang, Kabupaten Maros pada bulan oktober 2013. pengambilan spesimen dilaksanakan oleh petugas Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Maros untuk dilakukan konfirmasi laboratorium di Balai Besar Veteriner Maros (BBvet Maros). hasil pengujian menunjukkan positif Bacillus Anthracis. Beberapa faktor risiko yang teridentifikasi di lapangan adalah kurangnya masyarakat, ternak yang belum pernah dilakukan vaksinasi anthraks sehingga sosialisasi kegiatan penanggulangan (vaksinasi, terapi antibiotik serta mekanisme pelaporan) menjadi kunci dalam program pengendalian penyakit antraks di kecamatan simbang.
- ItemKombinasi Hormon PMSG dan HCG untuk Pengobatan Kasus Hipofungsi Gangguan Reproduksi pada Sapi / Kerbau di Kegiatan Upsus Siwab 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Wahyuni; W, Hadi Purnama; Djatmikowati, Titis Furi; Amaliah, Fitri; Samik, AbdulKasus hipofungsi ,merupakan kasus gangguan reproduksi yang paling tinggi dijumpai pada sapi / kerbau di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Maros di lima provinsi ( Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat ) pada kegiatan upsus siwab 2017. Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) merupakan hormone non pituitary gonadotropin yang dapat digunakan sebagai media reproduksi karena memiliki efek seperti FSH dan sedikit LH sedangkan hormone Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah glycoprotein yang berisi beberapa asam amino yang dapat berefek seperti LH dan FSH. Tujuan dari kegiatan ini untuk melihat hasil dari pemakaian kedua hormone tersebut pada kasus gangguan reproduksi yaitu hipofungsi pada sapi/kerbau.. Jumlah kasus hipofungsi total sebanyak 4865 ekor ( 62,2%) dari 7824 akseptor atau ekor jumlah kasus gangrep yang ditangani di tahun 2017 di lima provinsi wilayah kerja. Pemakaian hormone PMSG yang dikombinasi dengan HCG dapat menyembuhkan kasus hipofungsi 90,8% sehingga sapi / kerbau yang mengalami kasus hipofungsi dapat menimbulkan estrus kembali.
- ItemPengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Balai Besar Veteriner Maros Tahun 2023(Direktorat Kesehatan Hewan, 2024-09) Wahyuni, Wahyuni; Djatmikowati, Titis Furi; Sukmawati, SukmawatiBalai Besar Veteriner (BBVet) Maros, sebagai laboratorium kesehatan hewan tipe A dan laboratorium rujukan pengujian penyakit hewan di wilayah Indonesia Tengah, memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan hewan dan manusia. Namun, seiring dengan meningkatnya aktivitas pengujian, timbunan limbah B3 (limbah berbahaya dan beracun) di BBVet Maros juga terus bertambah.
- ItemPenyidikan Kejadian Kematian Itik yang diduga disebabkan oleh Duck Hepatitis Virus di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan(Perpustakaan Balai Besar Veteriner Maros, 2015-05) Mutisari, Dewi; Djatmikowati, Titis Furi; Wahyuni; Poermadjaja, Bagoes; Ratna; Pitriani; Balai Besar Veteriner MarosDuck hepatitis merupakan penyakit viral yang fatal pada itik muda yang disebabkan oleh Duck Hepatitis Virus (DHV). Penyakit ini dapat menyebabkan opisthotonus dan hepatitis, dan menyebar dengan cepat di dalam flok dengan mortalitas sampai 95% sejak gejala klinis muncul. Pada akhir Januari 2015 Balai Besar Veteriner Maros melaksanakan investigasi terhadap kematian itik di lingkungan Lembang Loe, kelurahan Balang, kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan dengan gejala klinis; itik lemah/lesu seperti mengantuk, gangguan pernafasan, tremor, paralisis sayap, tortikolis (leher terpuntir, kaki dan badan berputar-putar). Investigasi di lapangan tersebut bertujuan untuk melakukan penyidikan dan penelusuran kasus serta melakukan pengambilan spesimen. Investigasi dilakukan dengan pegumpulkan data epidemiologis, pengamatan gejala klinis, pengamatan perubahan patologi anatomi, pengambilan spesimen, dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan organ itik ditemukan perubahan berupa hemoragi pada berbagai organ dengan perubahan yang menciri pada hati yaitu hati membesar, kehijaun, infark, dan nodul putih kekuningan. Diagnosa sementara hasil lapangan adalah Very Virulent New Castle Disease (VVND) dan Avian Influenza (AI). Hasil uji laboratorium diperoleh bahwa isolasi AI dan ND negatif. Berdasarkan pemeriksaan mikroskopik histopatologi ditemukan perubahan berupa hemoragi multifokal pada berbagai organ, pada hati terjadi perubahan yaitu nekrotik multifokal, proliferasi ductus biliverus, infiltrasi limfositik dan peningkatan apoptosis sel. Peningkatan apoptosis sel merupakan gambaran patognomonis dari penyakit duck hepatitis. Konfirmasi laboratorium dengan PCR masih dalam proses. Dari hasil di atas disimpulkan bahwa; kematian itik di Kabupaten Jeneponto diduga disebabkan oleh penyakit duck hepatitis.
- ItemReview Literatur: Aspek Biorisiko dalam Penanganan Limbah Laboratorium Veteriner(Balai Besar Veteriner Maros, 2020) Wahyuni; Djatmikowati, Titis Furi; Putra, Hamndu Hamjaya; Firdaus, Taman; Perpustakaan Balai Besar Veteriner MarosLimbah adalah bahan buangan atau sisa dari suatu proses produksi, lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah juga dihasilkan oleh laboratorium setelah melakukan proses pengujian. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui aspek risiko dalam penanganan limbah laboratorium veteriner yaitu mengetahui jenis limbah, apa risikonya dan bagaimana penanganan risikonya. Dilakukan tinjauan langsung pada delapan laboratorium yang ada di Balai Besar Veteriner Maros untuk mengetahui berbagai kemungkinan risiko yang akan terjadi sehingga diharapkan sudah ada rencana tindakan perbaikan dan pemecahan masalah. Limbah laboratorium dapat menjadi masalah bila tidak di tangani dengan aspek biorisko manajemen. Aspek biorisiko limbah terdiri dari mengetahui hazard, risiko, mekanisme risiko kemudian kontrol risiko. Perlunya sosialisasi dan simulasi untuk pelaksanaan biorisiko manajemen.
- ItemSeroprevalensi Brusellosis : Status Awal Pemberatasan Brusellosis dengan Pendekatan Zoning di Kabupaten Pinrang Propinsi Sulawesi Selatan(Perpustakaan Balai Besar Veteriner Maros, 2021-06-15) Muflihanah; Djatmikowati, Titis Furi; Siswani; Rosmiaty; Balai Besar Veteriner MarosDalam upaya dalam menurunkan tingkat prevalensi panyakit brusellosis di wilayah tertular berat, pelaksanaan surveilans aktif (sero survey) sangat penting. Surveilans dilakukan sesuai dengan metode yang direkomendasikan untuk menentukan prevalensi sehingga menjadi status awal daerah tersebut. Penentuan status awal dalam pembrantasan brusellosis di Kabupaten Pinrang menggunakan desain cross sectional study dengan metode tahapan ganda berdasarkan asumsi prevalensi 20% dengan tingkat kepercayaan 95 tingkat error 5 %. Sebanyak 790 spesimen serum sapi yang diambil dari sebelas (11) kecamatan dan tujuh puluh lima (75) desa dan kelurahan. Spesimen diuji dengan metode uji Rose Bengal Test (RBT) dan hasil seropositif RBT kemudian diuji dengan metode Complement Fixation Test (CFT) Dari hasil pengujian spesimen menunjukkan bahwa seroprevalensi awal di Kabupaten Pinrang sebesar 13.92% dengan kisaran 0% - 100%.
- ItemSurvey Triangulasi pada Hewan Domestik di Pulau Sulawesi : Hasil Pengujian Round 1 Sulawesi Utara dan Gorontalo Tahun 2016(Balai Besar Veteriner Maros, 2017) Muflihanah; Hendrawati, Ferra; Zakaria, Faizal; Djatmikowati, Titis Furi; Dariani, Wiwik; Amaliah, Fitri; Supri; Firdaus, Taman; Said, Sitti Hartati; Hadi, Sulaxono; Zenal, Farida Camallia; Arasy, Ali Risqi; Hartaningsih, Nining; Harsono, Audi Tr; RamlanPenyakit zoonosis berdampak pada manusia dan ekonomi secara global. Terdapat kurang lebih 75% penyakit yang baru muncul (emerging diseases) merupakan zoonosis. Dalam era globalisasi dan perdagangan, perjalanan penyakit ini sangat cepat berpengaruh pada kesehatan masyarakat dan ekonomi. Melalui program USAID-EPT 2 program, FAO ECTAD Indonesia berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (BBVet Maros) dan PREDICT2 melakukan surveilans triangulasi dan pengumpulan sampel ternak (hewan domestik) dalam rangka memahami potensi penularan patogen dari satwa liar ke hewan domestik dan manusia. Tujuan surveilans triangulasi adalah untuk mengindentifikasi ancaman virus zoonosis pada interface penularan patogen pada ternak dari satwa liar yang berisiko tinggi, mengidentifikasi faktor biologi yang menggerakkan munculnya, penularan dan penyebaran penyakit zoonosis pada ternak dan kaitannya dengan satwa liar serta memperkirakan risiko relatif spillover patogen yang tidak dikenal atau dikenal dari satwa liar ke hewan domestik, yang memungkinkan penularan virus zoonosis antar wilayah. Desain surveilans adalah berbasis risiko untuk meningkatkan kemungkinan deteksi virus. dengan populasi target hewan domestik yang diternakkan (sapi, kerbau, kuda, babi, kambing) yang memiliki keterkaitan (interface) yang tinggi dengan satwa liar di dua Kabupaten Provinsi Gorontalo (Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato) dan Sulawesi Utara (Kabupaten Bolaang Mongondow, Minahasa Selatan, Minahasa dan Kota Tomohon). Telah dilakukan pengujian terhadap 172 sampel swab rektal untiuk mendeteksi lima target family virus yaitu Influenza (HPAI, Human Flu), Paramyxovirus (Nipah, Hendra), Coronavirus (SARS, MersCov), Filovirus (Ebola), Flavivirus (JE) menggunakan protokol PREDICT dengan teknik PCR konvensional. Hasil menunjukkan sebanyak 6,97% sampel presumptif positif terhadap Influenza A, 0,58% presumptif positif terhadap paramyxovirus, dan 172 sampel presumptif negatif terhadap Coronavirus, Flavivirus dan Filovirus
- ItemSurvey Triangulasi pada Hewan Domestik di Pulau Sulawesi : Hasil Pengujian Round 1 Sulawesi Utara dan Gorontalo Tahun 2016(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Muflihanah; Hendrawati, Ferra; Zakaria, Faizal; Djatmikowati, Titis Furi; Dariani, Wiwik; Amaliah, Fitri; Supri; Firdaus, Taman; Said, Sitti Hartati; Hadi, Sulaxono; Zenal, Farida Camalia; Arasy, Ali Risqi; Hartaningsih, Nining; Harsono, Audi TriPenyakit zoonosis berdampak pada manusia dan ekonomi secara global. Terdapat kurang lebih 75% penyakit yang baru muncul (emerging diseases) merupakan zoonosis. Dalam era globalisasi dan perdagangan, perjalanan penyakit ini sangat cepat berpengaruh pada kesehatan masyarakat dan ekonomi. Melalui program USAID-EPT 2 program, FAO ECTAD Indonesia berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (BBVet Maros) dan PREDICT2 melakukan surveilans triangulasi dan pengumpulan sampel ternak (hewan domestik) dalam rangka memahami potensi penularan patogen dari satwa liar ke hewan domestik dan manusia. Tujuan surveilans triangulasi adalah untuk mengindentifikasi ancaman virus zoonosis pada interface penularan patogen pada ternak dari satwa liar yang berisiko tinggi, mengidentifikasi faktor biologi yang menggerakkan munculnya, penularan dan penyebaran penyakit zoonosis pada ternak dan kaitannya dengan satwa liar serta memperkirakan risiko relatif spillover patogen yang tidak dikenal atau dikenal dari satwa liar ke hewan domestik, yang memungkinkan penularan virus zoonosis antar wilayah. Desain surveilans adalah berbasis risiko untuk meningkatkan kemungkinan deteksi virus. dengan populasi target hewan domestik yang diternakkan (sapi, kerbau, kuda, babi, kambing) yang memiliki keterkaitan (interface) yang tinggi dengan satwa liar di dua Kabupaten Provinsi Gorontalo (Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato) dan Sulawesi Utara (Kabupaten Bolaang Mongondow, Minahasa Selatan, Minahasa dan Kota Tomohon). Telah dilakukan pengujian terhadap 172 sampel swab rektal untiuk mendeteksi lima target family virus yaitu Influenza (HPAI, Human Flu), Paramyxovirus (Nipah, Hendra), Coronavirus (SARS, MersCov), Filovirus (Ebola), Flavivirus (JE) menggunakan protokol PREDICT dengan teknik PCR konvensional. Hasil menunjukkan sebanyak 6,97% sampel presumptif positif terhadap Influenza A, 0,58% presumptif positif terhadap paramyxovirus, dan 172 sampel presumptif negatif terhadap Coronavirus, Flavivirus dan Filovirus.
- ItemTeknik Pengambilan Darah pada beberapa Hewan(Balai Besar Veteriner Maros, 2015) Alfinus; Djatmikowati, Titis Furi; Ramlan