Browsing by Author "A. Guswara"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
- ItemSekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Kawasan Pengairan Pedesaan Lombok Timur, NTB(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) Husin M. Toha; I.N. Widiarta; A. Guswara; M. ZairinAbstract Implementation of ICM Field School in Rural Areas in East Lombok. It was reported that the implementation of the integrated crop management (ICM) increased grain yield by 37% over those managed through the farmer's practices. In order to increase both the rice production and farmers' income, it would be necessary to bring the ICM into the farmer's fields. A demonstration plot of ICM with its component of the new HYV has been carried out in North Jenggik Village, Montong Gading Sub-district, East Lombok District. Rice crops established through the implementation of square planting of 20 cm x 20 cm in space and in-row planting legowo of 40 cm x 20 cm x 10 cm in space with planting young seedlings of 2-3 seedlings/hole were introduced to the farmers under guidance of extension workers and researchers. Farmers' field school was conducted to train farmers on HYV, ICM, and integrated pest management. Data indicated that the average yield harvested from 10 HYVs were 7.1 t/ha, with the range of yield were of 6.7-7.4 t/ha. The yield of HYV by farmers' practice was 6.7 t/ha. Planting in-row, "legowo" increased yield by 6%. Five HYVs, Mekongga, Cibogo, Cimelati, Tukad Unda. and Cilosari planted in legowo planting system yielded 27.5 t/ha. Mean income of planting 10 HYVs in the demonstration plot was Rp17,552,833 with the range of Rp16,670,400 to Rp18,544,900. The mean cost for rice production was Rp5,233,617 and, therefore, the mean benefit obtained by the farmers was Rp12,329,217 per ha/season. The highest benefit were obtained by planting rice in legowo, followed by square planting system and farmers' practice with values of Rp13,155,400, Rp12,213,800 and Rp11,618,360, respectively. The additional cost due to the adoption of square and legowo planting systems were Rp100,000 and Rp150,000 per ha, respectively. The additional cost was considerably small as related to the overall farmers benefit obtained from adopting these planting methods. Abstrak Hasil penelitian budidaya produksi padi melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan komponen varietas unggul dapat menghasilkan gabah 37% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil gabah petani. Untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi, perlu diseminasi PTT dengan baik. Demplot PTT dengan komponen utama beberapa varietas unggul telah dilakukan di Desa Jenggik Utara, Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur. Kondisi lapan lapangan, respons petani, dan dukungan aparat setempat cukup baik. Hasil demplot menunjukkan bahwa hasil rata-rata 10 varietas unggul yang dikelola dengan 3 cara tanam mencapai 7,10 t/ha GKG, dengan kisaran 6,73 t/ha GKG (Ciliwung) sampai 7,37 t/ha GKG (Mekongga). Hasil gabah paling rendah sebesar 6,74 t/ha GKG diperoleh dari pertanaman yang dikelola menurut cara non-PTT (petani). Upaya perbaikan cara tanam dengan menerapkan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dan sistem tanam dalam barisan "jajar legowo" dengan jarak tananı ((20 x 10) x 40) cm dapat menghasilkan berturut-turut sebesar 7,05 dan 7,50 t/ha GKG atau terjadi peningkatan hasil sebesar 5-11%. Melalui tanam jajar legowo 5 varietas, yaitu Mekongga, Cibogo, Cimelati, Tukad Unda, dan Cilosari mampu menghasilkan gabah 27,5 t/ha GKG. Rata-rata pendapatan bruto mencapai Rp17.552.833 dengan kisaran Rp16.670.400 sampai Rp18.544.900. Pendapatan tertinggi diperoleh petani yang menerapkan cara tanam jajar legowo dan yang paling rendah pada petani yang menerapkan cara tanam non-PTT. Dengan rata-rata biaya produkksi sebesar Rp5.223.617, maka keuntungan petani dapat mencapai Rp12.329.217. Sebagaimana hasil gabahnya. kruntungan tertinggi juga diperoleh dari pertanaman yang dikelola dengan cara tanam jajar legowo diikuti oleh pertanaman yang dikelola dengan cara tanarn tegel, dan terakhir pada pertanaman yang dikelola dengan cara tanam petani, berturut-turut sebesar Rp13.155.410, Rp12.213.880, dan Rp11.618.360 per ha. Tambahan braya tanam sebesar Rp100.000 dan Rp150.000, berturut-turut untuk sistem tanam tegel dan sistem tanam jajar legowo masih lebih menguntungkan dibanding cara tanam petani.
- ItemTeknologi Mandiri Benih Padi Berbasis Masyarakat Mendukung Pengembangan Tanaman Padi Terpadu di Bali(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) AANB. Kamandalu; IBK. Suastika; A. Guswara; Arsana, I GK. DanaVarietas unggul yang dihasilkan cukup banyak, sering benihnya belum tersedia. Tujuan pengkajian menghasilkan benih sumber agar tersedia benih unggul bermutu medukung usahatani padi di Bali. Kegiatan dilaksanakan di lahan sawah milik petani bekerjasama dengan kelompok tani/kelompok penangkar antara lain : (1) kelompok penangkar subak Guama Tabanan; (2) subak Kumpul kabupaten Gianyar; (3) subak Kusamba, kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Subak Bengkel yang berlokasi di desa Bengkel, kecamatan Kediri, kabupaten Tabanan. Kegiatan dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2013 dengan luasan 30 hektar. Varietas padi yang digunakan adalah Ciherang, Cigeulis, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 13, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 23 dan Inpari 24. Komponen agronomi dan komponen hasil dan produksi hektar -1. Data untuk benih diamati meliputi kadar air, daya tumbuh, dan campuran varietas lain. Hasil benih yang dihasilkan sebanyak 57.350 kg. Kesimpulan dari kegiatan penyedian dan perbanyakan benih unggul yang dilaksanakan UPBS BPTP Bali bekerjasama dengan kelompok penangkar diperoleh benih (FS, SS, ES) sebanyak 57.350 kg. Produksi benih yang dihasilkan masih didominasi oleh varietas Ciherang dan Cigeulis yaitu sebesar 82,20% (42.539 kg) dan 8,35% (4790 kg) mengingat kedua varietas ini lebih diminati oleh kelompok tani/pengguna lainnya dibandingkan dengan varietas Inpari.