Manajemen Rantai Pasok Komoditas Cabai pada Agroekosistem Lahan Kering di Jawa Timur
No Thumbnail Available
Date
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Abstract
Description
Chili is one of high-value horticulture commodities, prioritized for its production expansion, and has no substitute. Chili price is inflationary due to its high fluctuation. This research aims to analyze performance of its supply chain management. Primary data was collected in Malang Regency, East Java, from chili agribusiness actors. Data collected were analyzed using both descriptive and marketing margin approaches. Great red chili, curly red chili, and cayenne farm businesses were profitable with benefits each ranged from Rp 24.44 million to Rp83.8 million/season/hectare. The R/C ratios varied from 1.62 to 2.89 indicating that chili farming is feasible. Most of value chain was gained by retailers, merchants, and wholesalers. Wholesalers at the central market played significant role in collecting chili from farmers and distributed it to consumers through retailers. Strategy to improve marketing efficiency is through enhancing integrated chili supply chain management. AbstrakKomoditas cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapatkan prioritas pengembangan. Komoditas cabai merupakan komoditas sayuran tidak bersubtitusi dan tergolong komoditas bernilai ekonomi tinggi. Permasalahan utama adalah sering terjadi gejolak harga yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap inflasi. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kinerja kelembagaan manajemen rantai pasok komoditas cabai dari hulu hingga hilir. Hasil kajian menunjukkan kinerja usaha tani cabai merah besar, cabai merah keriting, dan cabai rawit cukup menguntungkan dengan keuntungan berkisar antara Rp24,44–83,8 juta/musim/ha, dan dengan nilai R/C ratio bevariasi antara 1,62–2,89 yang merefleksikan usaha tani cabai sangat layak untuk terus diusahakan. Secara nominal berturut-turut nilai tambah terbesar adalah pada pedagang pengecer, pedagang pengumpul, pedagang besar. Meskipun nilai tambah pada pedagang besar dan pedagang pengumpul desa lebih kecil dari nilai pedagang pengecer, namun karena omzet penjualan cabai yang jauh lebih besar maka secara keseluruhan keuntungan yang didapat pedagang besar adalah yang paling besar, kemudian menyusul pedagang pengumpul desa, dan terakhir pedagang pengecer. Strategi untuk meningkatkan efisiensi tata niaga dapat dilakukan dengan pengembangan manajemen rantai pasok komoditas cabai merah secara terpadu.
Keywords
, institution; integrated; supply chain; management; chili; dryland; kelembagaan; rantai pasok; terpadu; cabai; manajemen; lahan kering