Serosurveilans Rabies di Nusa Tenggara Timur Tahun 2016
dc.contributor.author | Berek, Hilda Susiyanti Debora | |
dc.date.accessioned | 2020-03-24T09:52:45Z | |
dc.date.available | 2020-03-24T09:52:45Z | |
dc.date.issued | 2018 | |
dc.description.abstract | Rabies sejak pertama kali dilaporkan pada November 1997 di Kabupaten Flores Timur, masih menjadi topik permasalahan yang belum mampu diselesaikan di Nusa Tenggara Timur khususnya di daratan Flores.Tahun 2015 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) di NTT sebanyak 7.386 kasus, yang merupakan kasus terbanyak kedua setelah Propinsi Sulawesi Utara. Hingga tahun 2016 tercatat lebih dari 200 orang meninggal di NTT karena rabies, terutama di Pulau Flores dan Lembata. Pemberantasan Rabies di NTT sampai sekarang belum memberikan hasil yang memuaskan. Penanganan penyakit rabies perlu dilakukan secara tepat sasaran dengan memprioritaskan perhatian pada faktor-faktor pemeliharaan yang berkaitan dengan vaksinasi dan titer antibodi protektif. Surveilans untuk mengetahui prevalensi status kekebalan pada anjing post vaksinasi Rabies di NTT, telah dilakukan pengambilan sampel di 9 Kabupaten Daratan Flores dan Lembata pada bulan April sampai dengan Desember 2016. Selama pelaksanaan surveilans berhasil dikumpulkan sebanyak 2.079 sampel serum darah. Pengujian laboratorik dilakukan pada Laboratorium Pengujian dan Penyidikan Veteriner UPT Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT dengan metode Indirect ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Hasil surveilans post vaksinasi Rabies menunjukkan bahwa anjing-anjing di daratan Flores dan Lembata Nusa Tenggara Timur yang memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies 49,49% (1.029/2.079) dan yang tidak protektif 50,51% (1.050/2.079). Cakupan vaksinasi pada anjinganjing di daratan Flores diatas 70%, namun efektifitas vaksinasi hanya sebesar 50,25%. Beberapa hal kemungkinan menjadi penyebabnya adalah status kesehatan hewan saat divaksin, umur, dan perbedaan bangsa anjing/breed. Kemungkinan yang lain mutu vaksin, cara penanganan vaksin di lapangan kurang tepat, dan frekuensi vaksinasi. Kurangnya perhatian petugas vaksinator tentang pentingnya rantai dingin (cold chain) di lapangan merupakan faktor penyebab potensi vaksin anti rabies yang digunakan menurun. | en_US |
dc.identifier.uri | https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/8769 | |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Direktorat Kesehatan Hewan | en_US |
dc.subject | Rabies | en_US |
dc.subject | Protektif | en_US |
dc.subject | Anjing | en_US |
dc.subject | Surveilans | en_US |
dc.subject | Nusa Tenggara Timur | en_US |
dc.title | Serosurveilans Rabies di Nusa Tenggara Timur Tahun 2016 | en_US |
dc.type | Article | en_US |