Aturan dan Mekanisme Perlindungan terhadap Dampak Liberalisasi Perdagangan untuk Siapa ?
dc.contributor | en-US | |
dc.creator | Hutabarat, Budiman | |
dc.creator | Rahmanto, Bambang | |
dc.date | 2016-08-12 | |
dc.date.accessioned | 2019-10-09T09:39:47Z | |
dc.date.available | 2019-10-09T09:39:47Z | |
dc.description | EnglishIndonesia and most developing countries (DGCs) are very enthusiastic to be part of the World Trade Organization (WTO) in a hope that free and fair trade could materialize and bring an improvement to their economies in the near future. Recognizing the fragile of their agricultural sectors and general economies, the WTO actually confers some provisions to DGCs in their transition to more open economies. But until the time of the Special Safeguard Mechanism (SSM) and Special Product (SP) introduction in July 2004, these provisions are hardly used by the DGCs for many reasons, which further provoke the DGCs to call for the SSM and SP provisions. As the SSM and SP facilities are already in existence, Indonesia and the G-33 should not leave these facilities as blank cheque that only to be written by ineligible party. They have to be active to formulate modalities and rules for the SSM implementation.IndonesianIndonesia dan pada umumnya negara berkembang (NB) sangat bersemangat dalam perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (OPD) dengan harapan bahwa di masa datang perdagangan bebas dan adil dapat terwujud dan memberi manfaat bagi perekonomian negara bersangkutan di masa depan. Sebenarnya OPD telah menyadari akan rapuhnya sektor pertanian dan ekonomi negara berkembang ini dalam menghadapi liberalisasi perekonomian dunia, sehingga mereka diberikan pengecualian-pengecualian penerapan beberapa aturan OPD. Namun, sampai saat diperkenalkannya Mekanisme Perlindungan Khusus (MPK) dan Produk Khusus (PK) pada Juli 2004, pengecualian-pengecialian itu tidak dapat dilaksanakan NB sendiri karena berbagai alasan, yang mendorong mereka menuntut adanya fasilitas baru, yakni MPK dan PK. Dengan telah tersedianya fasilitas MPK dan PK ini, Indonesia dan K-33 seyogianya tidak membiarkannya sebagai cek kosong yang hanya akan ditulis oleh pihak yang tidak berhak. Indonesia dan K-33 harus aktif merumuskan modalitas dan aturan pelaksanaan MPK. | en-US |
dc.format | application/pdf | |
dc.identifier | http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3965 | |
dc.identifier | 10.21082/fae.v25n1.2007.56-71 | |
dc.identifier.uri | http://124.81.126.59/handle/123456789/7595 | |
dc.language | eng | |
dc.publisher | Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian | en-US |
dc.relation | http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3965/3302 | |
dc.rights | Copyright (c) 2016 Forum Penelitian Agro Ekonomi | en-US |
dc.source | Forum penelitian Agro Ekonomi; Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi; 56-71 | en-US |
dc.source | 2580-2674 | |
dc.source | 0216-4361 | |
dc.subject | World Trade Organization (WTO), free trade, agricultural sector, Special Safeguard Mechanism (SSM), Special Product (SP), organisasi perdagangan dunia, perdagangan bebas, sektor pertanian, mekanisme perlindungan khusus, produk khusus | en-US |
dc.title | Aturan dan Mekanisme Perlindungan terhadap Dampak Liberalisasi Perdagangan untuk Siapa ? | en-US |
dc.type | info:eu-repo/semantics/article | |
dc.type | info:eu-repo/semantics/publishedVersion | |
dc.type | en-US |