Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial
dc.contributor | dan Pengembangan Perkebunan | en-US |
dc.creator | RAHARDJO, MONO | |
dc.date | 2015-11-18 | |
dc.date | 2015-11-18 | |
dc.date.accessioned | 2018-06-04T07:59:40Z | |
dc.date.accessioned | 2021-03-09T04:46:48Z | |
dc.date.available | 2018-06-04T07:59:40Z | |
dc.date.available | 2021-03-09T04:46:48Z | |
dc.date.issued | 2015-11-18 | |
dc.description | ABSTRAKTemulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman asli Indonesia, banyak ditemukan terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Jakarta, Yogyakarta, Bali, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Rimpang temulawak mengandung bahan aktif yang potensial untuk kesehatan antara lain xanthorrizol, kurkuminoid dan minyak atsiri. Rimpang temulawak banyak dipergunakan sebagai bahan baku obat tradisional sebagai jamu, herbal terstandar dan obat fitofarmaka. Teknologi yang mengacu pada SOP budidaya dengan penggunaan varietas unggul, lingkungan tumbuh yang cocok, benih bermutu, persiapan lahan, cara tanam dan pasca panen yang tepat akan menghasilkan produksi dan mutu rimpang yang tinggi. Pada umumnya temulawak diperbanyak dengan menggunakan stek rimpang berasal dari rimpang induk dan rimpang cabang. Benih harus berasal dari tanaman yang sehat berumur 10 - 12 bulan, bersih, kulitnya licin mengkilap, bebas dari hama dan penyakit. Rimpang induk untuk benih dapat dibagi menjadi 2 - 4 bagian, ukurannya sekitar 20 - 40 g/benih yang mempunyai 2 -3 mata tunas. Tingkat pemupukan pupuk organik dan anorganik (N, P dan K) mempengaruhi produksi rimpang dan mutu. Kebutuhan pupuk N (Urea), P (SP36) dan K (KCl) harus disesuaikan dengan kondisi kesuburan tanah. Pada status kesuburan tanah dengan kandungan N rendah, P cukup dan K cukup pada iklim tipe B, produksi rimpang tertinggi (25,46 t/ha) dicapai pada pemupukan pupuk kandang 20 t/ha, urea 300 kg/ha, SP36 200 kg/ha, dan KCl 200 kg/ha. Tanaman temulawak siap dipanen pada umur 10 12 bulan, dengan dicirikan tanaman sudah senescen (mengering batang dan daunnya). Temulawak berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, fungsi hati, pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, antioksidan dan menghambat penggumpalan darah.Kata kunci : Curcuma xanthorrhiza Roxb, teknologi budidaya, khasiat ABSTRACTApplication of Standard Operational Procedure to Support Java Turmeric as Potential Drug IngredientsJava turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb) is one of Indonesian native plants cultivated in West, Central and, East Java, Yogyakarta, Bali, North Sumatera, Riau, Jambi, West and East Kalimantan, and North and South Sulawesi. Since rhizomes contain xanthorrizol, curcuminoid and essential oils, this plant has been widely used as traditional medicine (jamu), standardized herbal and phytopharmaca medicines. Applying standard operational procedure consisting of the usage of a good variety, selection of suitable environmental condition, soil preparation, seedling and planting techniques, and post harvest technology will produce high both yield and quality of rhizomes. Turmeric propagates via main or branch rhizomes. Seed should be chosen from the healthy plants age 10-12 months after planting. Rhizomes should have shiny skin and free from pests and diseases. Rhizomes may be divided into 2 - 4 pieces, which is 20-40 g/slice and have 2-3 shoots. Organic and inorganic fertilizers ascertain quantity and quality of rhizomes. The need of inorganic fertilizers such as Urea, SP36 and KCl depends on soil fertility condition. Field in Type B climate having low N status, enough P and K status will produce 25.46 tones/ha rhizomes since it is applied with 20 ton/ha of dung manure, 300 kg/ha of Urea, 200 kg/ha of SP36 and 200 kg/ha of KCL. Plant will ready to be harvested on 10 to 12 months after planting, indicated by senescent condition. Java turmeric can be used to enhance eating appetite, cure digesting and liver malfunctions, lower blood fat, antioxidants and inhibit blood clotting.Key words: Curcuma xanthorrhiza Roxb, cultivation tecnology, medicinal uses | en-US |
dc.format | application/pdf | |
dc.identifier | http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/psp/article/view/2715 | |
dc.identifier | 10.21082/p.v9n2.2010.%p | |
dc.identifier.uri | https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/5037 | |
dc.language | eng | |
dc.publisher | Puslitbang Perkebunan | en-US |
dc.relation | http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/psp/article/view/2715/2352 | |
dc.rights | Copyright (c) 2015 Perspektif | en-US |
dc.rights | http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 | en-US |
dc.source | 2540-8240 | |
dc.source | 1412-8004 | |
dc.source | Perspektif; Vol 9, No 2 (2010): Desember 2010; 78-93 | en-US |
dc.title | Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial | en-US |
dc.type | info:eu-repo/semantics/article | |
dc.type | info:eu-repo/semantics/publishedVersion | |
dc.type | Peer-reviewed Article | en-US |