Browsing by Author "Yanti Rina"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
- ItemKARAKTERISTIK SISTEM USAHATANI DI LAHAN LEBAK (Kasus Desa Banua Kupang Kabupaten Hulu Sungai Tengah)(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) Yanti Rina; Achmad Rafieq; A.SubhanLahan lebak cukup potensial untuk pengembangan pertanian dan mengantisipasi kekurangan pangan. Pemanfaatan lahan lebak untuk pertanian sangat bervariasi dan belum optimal. Untuk mengetahui karakteristik sistem usahatani dan masalahnya di lahan lebak dilakukan penelitian dengan metode survei di Desa Banua Kupang Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2007. Sampel dipilih secara acak sebanyak 30 orang dan data dianalisis secara deskriptif dan analisis biaya dan pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata luas pemilikan lahan 1,29 ha per petani dan setiap petani memiliki tipe lahan lebak dangkal dan tengahan. Penataan lahan dengan sistem surjan, tanaman padi/palawija di tabukan dan hortikultura/palawija di guludan. Pola tanam di lahan lebak dangkal/pematang adalah padi + jeruk + sayuran, sedangkan di lebak tengahan padi + sayuran. Pengusahaan komoditas padi dan sayuran baik di lahan lebak dangkal maupun lebak tengahan secara ekonomi cukup menguntungkan. Dengan pola usahatani tersebut, sumbangan pendapatan dari usahatani semusim sebesar 57,28% terhadap pendapatan rumah tangga petani sebesar Rp 13.357.803/KK/tahun. Kelembagaan penunjang seperti pemasaran cukup mudah, sedangkan kelembagaan penyuluhan, sarana produksi, tenaga kerja dan permodalan kinerjanya masih perlu ditingkatkan melalui pembinaan secara terintegrasi dari instansi terkait
- ItemPELINDIAN TANAH SULFAT MASAM DAN PERANAN PURUN TIKUS (ELEOCHARIS DULCIS) SERTA BULU BABI (ELEOCHARIS RETROFLAXA) UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS AIR LINDIAN(Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2019) Muhammad Alwi; Yanti RinaPengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut semakin penting dan strategis dalam kaitannya dengan perkembangan penduduk, industri, dan berkurangnya lahan subur karena berbagai penggunaan non pertanian. Potensi lahan pasang surut di Indonesia sekitar 8,35 juta hektar, dari luasan tersebut yang berpotensi untuk dijadikan areal pertanian sekitar 7,00 juta hektar, yang sudah direklamasi sampai tahun 2000 baru sekitar 4,18 juta hektar, sisanya masih merupakan lahan yang belum dimanfaatkan. Reklamasi lahan rawa pasang surut untuk dijadikan lahan pertanian dimulai dari pembuatan saluran air dalam skala besar Keadaan ini menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan reduksi pada tanah sulfat masam karena adanya pergantian pasang surut air dan musim. Proses ini akan menghasilkan ion-ion Fe (besi) dan SO2 (sulfat) yang larut bersama dengan air drainase yang pada konsentrasi tinggi dapat mengganggu pertumbuhan dan hasil tanaman. Tanah sulfat masam adalah tanah yang mengandung mineral besi sulfida (bahan sulfidik) atau senyawa- senyawa hasil transformasi mineral sulfida. Tanah ini merupakan endapan marin yang dicirikan oleh kandungan bahan sulfidik, memiliki horison sulfurik, terdapat bercak jarosit dan mengandung bahan penetral berupa karbonat atau basa tukar lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan besi dan sulfur yang cukup tinggi dari beberapa gulma rawa. yaitu purun tikus (Eleocharis dulcis), bulu babi (Eleocharis retroflaxa), teratai (Nymphoides indica), ganggang (Hydrilla verticillita), rumput air (Hydrotrophus echinospermus), dan benta (Leersia hexandra Sw.). Berdasarkan daya adaptasi gulma tersebut di lapang, maka purun tikus dan bulu babi dapat dijadikan sebagai biofilter, karena daya adaptasi dan kemampuannya menyerap Fe dan SO2 tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan purun tikus dan bulu babi sebagai biofilter dalam menekan kelarutan Fe2+ dan SO2 pada air lindian di lahan rawa pasang surut perlu mendapat perhatian dalam kaitannya dengan perbaikan kualitas air dan lingkungan sekitarnya