Browsing by Author "Wahida Annisa"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
- ItemHUBUNGAN HARA Ca DAN Mg TERHADAP SIFAT FISIK BUAH JERUK SIAM BANJAR PADA PANEN SUSULAN Dl LAHAN PASANG SURUT KALIMANTAN SELATAN(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) Wahida Annisa; Izzuddin NoorKabupaten Barito Kuala merupakan salah satu sentra produksi jeruk siam banjar di Kalimantan Selatan. Jeruk di Iahan pasang surut pada umumnya ditanam pada sistem surjan. Jeruk yang dihasilkan di Iahan ini memiliki ukuran fłsik yang cukup bervariasi, sehingga secara umum kualitas fisik buah jeruk siam banjar yang dihasilkan di Iahan ini masih kurang. Diduga hal ini disebabkan karena rendahnya unsur Ca dan Mg di Iahan pasang surut, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian unsur Ca dan Mg terhadap sifat fisik buah jeruk. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Ca dan Mg dengan kualitas fisik buah jeruk panen susulan di Iahan pasang surut Penelitian ini dilaksanakan di Iahan pasang surut tipe luapan B di desa Karang Indah, UPT Tarantang, Kabupaten Barito Kuala, pada tahun 2005. Tanaman jeruk yang dipilih berumur sekitar 5 tahun. Ada tujuh paket dosis pemupukan per pohon yang diberikan, yaitu: (l) 200 N, 100 P205, 300 K20, O ca, O Mg, (2) 200 N, 100 P205, 300 1<20, ca=o, Mg=lOO, (3) 200 N, 100 P205, 300 1<20, Ca=400, Mg=o, (4) 200 N, 100 P205, 300 K20, Ca=400, Mg=lOO, (5) 200 N, 100 P205, 300 1<20, Ca=400, Mg=200, (6) 200 N, 100 P205, 300 K20, Ca=600, Mg=100, (7) 150 N, 150 P205, 150 K20, Ca=300, Mg=195 (petani). Sebagai sumber hara masing-masing digunakan urea untuk N, SP-36 untuk P205, KCI untuk K20, kalsit untuk Ca dan kiserit untuk Mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ca (kalsium) tanah berkorelasi positif sangat nyata dengan bobot, tinggi, diameter, ratio tinggi/diameter dan jumlah juring buah jeruk. Sedangkan tebal kulit buah jeruk berkorelasi negatif dengan kandungan Ca tanah.
- ItemREMEDIASI LAHAN RAWA DENGAN BAHAN ORGANIK(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2019) Wahida Annisa; Koesrini; Hendri SosiawanLahan rawa merupakan ekosistem yang unik dan rapuh, sehingga apabila ingin dikelola sebagai lahan pertanian perlu dilakukan dengan sangat hati-hati dengan tetap memerhatikan karakteristik tanah dan lingkungannya yang bersifat sangat spesifik. Tanah di lahan rawa ada yang berpotensi sulfat masam yang pengelolaannya sangat ditentukan oleh pengelolaan bahan organik. Sulfida dalam tanah sulfat masam dibentuk dari sulfat dalam air laut atau air tawar dalam kondisi anaerob oleh bakten pereduksi sulfat, yang membutuhkan bahan organik sebagai sumber energi yang bereaksi dengan Fe (II) terlarut untuk membentuk pirit. Oksidasi buhan sulfat melepaskan asam dan logam terlarut yang dapat memiliki efek merusak pada kualitas tanah dan air. Remediasi bahan sulfur dan pencegahan oksidasi bahan sulfida di tanah rawa perlu menjadi perhatian. Strategi perbaikan konvensional, seperti pengapuran dan menutupi bahan sulfida dengan air atau tanah non sulfat masam mahal atau tidak praktis Bahan organik adalah sumber energi untuk reduksi sulfat, yang memainkan peran penting dalam pembentukan bahan sulfida dan menghasilkan alkalinitas selama reduksi sulfat yang memengaruhi oksidasi pirit melalui konsumsi oksigen oleh bakteri pengurai bahan organik, kompleksasi bes dan pelapisan pirit. Permasalahan adalah ketersediaan bahan organik lokal di lahan sulfat masam masih sangat terbatas. Penggunaan bahan organik dapat menjadi pilihan yang ekonomis dan ramah lingkungan untuk pemulihan lahan rawa yang berpotensi sulfat masam