Browsing by Author "Wahida Annisa"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemHUBUNGAN HARA Ca DAN Mg TERHADAP SIFAT FISIK BUAH JERUK SIAM BANJAR PADA PANEN SUSULAN Dl LAHAN PASANG SURUT KALIMANTAN SELATAN(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) Wahida Annisa; Izzuddin NoorKabupaten Barito Kuala merupakan salah satu sentra produksi jeruk siam banjar di Kalimantan Selatan. Jeruk di Iahan pasang surut pada umumnya ditanam pada sistem surjan. Jeruk yang dihasilkan di Iahan ini memiliki ukuran fłsik yang cukup bervariasi, sehingga secara umum kualitas fisik buah jeruk siam banjar yang dihasilkan di Iahan ini masih kurang. Diduga hal ini disebabkan karena rendahnya unsur Ca dan Mg di Iahan pasang surut, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian unsur Ca dan Mg terhadap sifat fisik buah jeruk. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Ca dan Mg dengan kualitas fisik buah jeruk panen susulan di Iahan pasang surut Penelitian ini dilaksanakan di Iahan pasang surut tipe luapan B di desa Karang Indah, UPT Tarantang, Kabupaten Barito Kuala, pada tahun 2005. Tanaman jeruk yang dipilih berumur sekitar 5 tahun. Ada tujuh paket dosis pemupukan per pohon yang diberikan, yaitu: (l) 200 N, 100 P205, 300 K20, O ca, O Mg, (2) 200 N, 100 P205, 300 1<20, ca=o, Mg=lOO, (3) 200 N, 100 P205, 300 1<20, Ca=400, Mg=o, (4) 200 N, 100 P205, 300 K20, Ca=400, Mg=lOO, (5) 200 N, 100 P205, 300 1<20, Ca=400, Mg=200, (6) 200 N, 100 P205, 300 K20, Ca=600, Mg=100, (7) 150 N, 150 P205, 150 K20, Ca=300, Mg=195 (petani). Sebagai sumber hara masing-masing digunakan urea untuk N, SP-36 untuk P205, KCI untuk K20, kalsit untuk Ca dan kiserit untuk Mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ca (kalsium) tanah berkorelasi positif sangat nyata dengan bobot, tinggi, diameter, ratio tinggi/diameter dan jumlah juring buah jeruk. Sedangkan tebal kulit buah jeruk berkorelasi negatif dengan kandungan Ca tanah.
- ItemRekomendasi Pupuk N, P, dan K Spesifik Lokasi untuk Tanaman Padi, Jagung dan Kedelai pada Lahan Sawah (Per Kecamatan)(BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2020) Husnain; Ladiyani R. Widowati; Irsal Las; Muhrizal Sarwani; Sri Rochayati; Diah Setyorini; Wiwik Hartatik; I. G. Made Subiksa; I. Wayan Suastika; Linca Angria; A. Kasno; Nurjaya; Heri Wibowo; Kiki Zakiah; Dilla Aksani; Muhammad Hatta; Niluh Putu Sri Ratmin; Yunita Barus; Wahida Annisa; SusilawatiPemerintah telah menetapkan tiga kebijakan dibidang pemupukan, yaitu: (1) menerapkan konsep pemupukan berimbang (balanced fertilization), (2) subsidi pupuk (Urea, ZA, SP-36, NPK dan Pupuk Organik), dan (3) menetapkan acuan rekomendasi pupuk untuk tanaman padi, jagung dan kedelai berdasarkan konsep pemupukan berimbang spesifik lokasi yang efektif dan rasional, dengan sasaran untuk meningkatkan produksi dan swasembada pangan berkelanjutan, peningkatan efisiensi penggunaan pupuk, dengan menerapkan sistem produksi sehat serta ramah lingkungan, Berbagai upaya telah dilakukan untuk menerapkan dan mengawal kebijakan tersebut. Namun untuk dosis rekomendasi dan formula pupuk majemuk NPK 15-15-15 padi sawah, hasil kajian Badan Litbang Pertanian menunjukkan bahwa formula pupuk majemuk bersubsidi NPK 15-15-15 produksi PT. Pupuk Indonesia kurang sesuai untuk tanah sawah di Indonesia yang didominasi tanah sawah berstatus P dan K sedang hingga tinggi. Dengan dosis umum 300 kg/ha terjadi kelebihan hara P dan K bila diaplikasikan ke lahan sawah dengan status hara P dan K sedang dan tinggi, dan hanya sesuai pada status hara P dan K rendah yang luasannya terbatas. Untuk itu, Badan Litbang Pertanian telah mengusulkan formulasi baru sebagai pengganti NPK 15-15-15 yaitu NPK 15-10-12. Dengan menurunkan formula hara P dan K, diharapkan dosis pupuk menjadi lebih efektif, efisien, ekonomis dan ramah lingkungan. Acuan rekomendasi pemupukan untuk tanaman padi sawah, jagung dan kedelai yang disusun ini merupakan perbaikan dari Keputusan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/1/ 2006 dan diperbarui menjadi Permentan No.40/Permentan/OT.140/4/2007 dengan memasukkan data terbaru tentang : (a) status hara P dan K tanah sawah, (b) tingkat produktivitas padi sawah tingkat kecamatan, (c) seluruh kecamatan yang ada sebagai akibat dari pemekaran dan (d) menambahkan dosis rekomendasi untuk padi jagung dan kedelai dengan menggunakan pupuk NPK yang telah direformulasi yaitu NPK 15-10-12. Perubahan formula pupuk majemuk NPK 15-10-12 yang baru, perlu dikawal dan disosialisasikan agar petani memahami arti efisiensi pupuk dan penerapan pemupukan berimbang spesifik lokasi. Dengan penghematan harga yang dapat dilakukan, diharapkan akan lebih luas lahanlahan pertanian yang mendapatkan bantuan subsidi pupuk dari pemerintah.
- ItemRekomendasi Pupuk N, P, dan K Spesifik Lokasi untuk Tanaman Padi, Jagung dan Kedelai pada Lahan Sawah (Per Kecamatan)(BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2020) Husnain; Ladiyani R. Widowati; Irsal Las; Muhrizal Sarwani; Sri Rochayati; Diah Setyorini; Wiwik Hartatik; I. G. Made Subiksa; I. Wayan Suastika; Linca Angria; A. Kasno; Nurjaya; Heri Wibowo; Kiki Zakiah; Dilla Aksani; Muhammad Hatta; Niluh Putu Sri Ratmini; Yunita Barus; Wahida Annisa; SusilawatiPemerintah telah menetapkan tiga kebijakan dibidang pemupukan, yaitu: (1) menerapkan konsep pemupukan berimbang (balanced fertilization), (2) subsidi pupuk (Urea, ZA, SP-36, NPK dan Pupuk Organik), dan (3) menetapkan acuan rekomendasi pupuk untuk tanaman padi, jagung dan kedelai berdasarkan konsep pemupukan berimbang spesifik lokasi yang efektif dan rasional, dengan sasaran untuk meningkatkan produksi dan swasembada pangan berkelanjutan, peningkatan efisiensi penggunaan pupuk, dengan menerapkan sistem produksi sehat serta ramah lingkungan, Berbagai upaya telah dilakukan untuk menerapkan dan mengawal kebijakan tersebut. Namun untuk dosis rekomendasi dan formula pupuk majemuk NPK 15-15-15 padi sawah, hasil kajian Badan Litbang Pertanian menunjukkan bahwa formula pupuk majemuk bersubsidi NPK 15-15-15 produksi PT. Pupuk Indonesia kurang sesuai untuk tanah sawah di Indonesia yang didominasi tanah sawah berstatus P dan K sedang hingga tinggi. Dengan dosis umum 300 kg/ha terjadi kelebihan hara P dan K bila diaplikasikan ke lahan sawah dengan status hara P dan K sedang dan tinggi, dan hanya sesuai pada status hara P dan K rendah yang luasannya terbatas. Untuk itu, Badan Litbang Pertanian telah mengusulkan formulasi baru sebagai pengganti NPK 15-15-15 yaitu NPK 15-10-12. Dengan menurunkan formula hara P dan K, diharapkan dosis pupuk menjadi lebih efektif, efisien, ekonomis dan ramah lingkungan. Acuan rekomendasi pemupukan untuk tanaman padi sawah, jagung dan kedelai yang disusun ini merupakan perbaikan dari Keputusan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/1/ 2006 dan diperbarui menjadi Permentan No.40/Permentan/OT.140/4/2007 dengan memasukkan data terbaru tentang : (a) status hara P dan K tanah sawah, (b) tingkat produktivitas padi sawah tingkat kecamatan, (c) seluruh kecamatan yang ada sebagai akibat dari pemekaran dan (d) menambahkan dosis rekomendasi untuk padi jagung dan kedelai dengan menggunakan pupuk NPK yang telah direformulasi yaitu NPK 15-10-12. Perubahan formula pupuk majemuk NPK 15-10-12 yang baru, perlu dikawal dan disosialisasikan agar petani memahami arti efisiensi pupuk dan penerapan pemupukan berimbang spesifik lokasi. Dengan penghematan harga yang dapat dilakukan, diharapkan akan lebih luas lahanlahan pertanian yang mendapatkan bantuan subsidi pupuk dari pemerintah.
- ItemREMEDIASI LAHAN RAWA DENGAN BAHAN ORGANIK(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2019) Wahida Annisa; Koesrini; Hendri SosiawanLahan rawa merupakan ekosistem yang unik dan rapuh, sehingga apabila ingin dikelola sebagai lahan pertanian perlu dilakukan dengan sangat hati-hati dengan tetap memerhatikan karakteristik tanah dan lingkungannya yang bersifat sangat spesifik. Tanah di lahan rawa ada yang berpotensi sulfat masam yang pengelolaannya sangat ditentukan oleh pengelolaan bahan organik. Sulfida dalam tanah sulfat masam dibentuk dari sulfat dalam air laut atau air tawar dalam kondisi anaerob oleh bakten pereduksi sulfat, yang membutuhkan bahan organik sebagai sumber energi yang bereaksi dengan Fe (II) terlarut untuk membentuk pirit. Oksidasi buhan sulfat melepaskan asam dan logam terlarut yang dapat memiliki efek merusak pada kualitas tanah dan air. Remediasi bahan sulfur dan pencegahan oksidasi bahan sulfida di tanah rawa perlu menjadi perhatian. Strategi perbaikan konvensional, seperti pengapuran dan menutupi bahan sulfida dengan air atau tanah non sulfat masam mahal atau tidak praktis Bahan organik adalah sumber energi untuk reduksi sulfat, yang memainkan peran penting dalam pembentukan bahan sulfida dan menghasilkan alkalinitas selama reduksi sulfat yang memengaruhi oksidasi pirit melalui konsumsi oksigen oleh bakteri pengurai bahan organik, kompleksasi bes dan pelapisan pirit. Permasalahan adalah ketersediaan bahan organik lokal di lahan sulfat masam masih sangat terbatas. Penggunaan bahan organik dapat menjadi pilihan yang ekonomis dan ramah lingkungan untuk pemulihan lahan rawa yang berpotensi sulfat masam