Browsing by Author "Unang G. Kartasasmita"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnomali Iklim 2006/2007 dan Saran Kebijakan Teknis Pencapaian Target Produksi Padi(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008-12-16) Sumarno; J. Wargiono; Unang G. Kartasasmita; Andi Hasanuddin; Soejitno; Inu G. IsmailStudi analisis dampak anomali iklim dilaksanakan di enam kabupaten sentra produksi padi, Karawang dan Indramayu (Jawa Barat), Sragen dan Grobogan (Jawa Tengah), Lamongan dan Ngawi (Jawa Timur). Anomali iklim 2006/2007 dicirikan oleh terlambatnya awal musim hujan selama 1-2 bulan, yang berakibat mundurnya waktu tanam padi rendengan (MH 2006/2007) 1-2 bulan. Mundur masa tanam padi di Karawang mencapai 64%, Indramayu 61%, dan rata-rata Jawa Barat 41%. Mundur masa tanam padi di Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing 28%. Masa tanam padi rendengan berlangsung dari Oktober 2006 sampai Maret 2007 secara tidak serempak, bergantung pada kemampuan kelompok tani dalam mengakses sumber air secara swadaya dari sumber air yang ada. Panen padi MH 2006/2007 terjadi secara kontinu, hampir merata dari bulan Februari sampai bulan Juli 2007, puncak panen terjadi pada bulan Maret dan April 2007, tetapi areal panen tidak terlalu luas dibandingkan dengan panen raya pada kondisi iklim normal. Tanam padi gadu MK 2007 mengalami ke- munduran dari normalnya, Maret-Mei, bergeser ke bulan Maret-Juli 2007, dan tanam tidak serempak. Saran kebijakan teknis untuk menyelamatkan produksi padi MK 2007 antara lain: (1) dibentuk Tim Pencukupan Kebutuhan Air di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, dan kecamatan; (2) perbaikan prasarana irigasi; (3) penyediaan benih, pupuk, dan obat-obatan sampai di kios tani pedesaan; dan (4) pengamanan alokasi air irigasi secara adil dan merata. Teknologi untuk mengatasi permasalahan akibat terlambat tanam padi gadu adalah: (1) pengolahan tanah minimal untuk mempercepat tanam; (2) memperpendek waktu balik tanam dengan cara penyiapan pesemaian lebih awal; dan (3) penanaman benih langsung (direct seeding). Anomali iklim tahun 2006/2007 tidak berdampak negatif terhadap produksi padi secara keseluruhan karena produktivitas yang tinggi dari padi rendengan dan padi gadu akibat musim kemarau 2006 yang panjang dan curah hujan 2007 yang normal. Produksi padi di sentra produksi Jawa masih ber- gantung pada air hujan, bendungan yang ada belum mampu mengatasi kerentanan produksi akibat anomali iklim. Ketahanan pangan nasional masih sangat ditentukan oleh pola dan jumlah hujan serta kondisi iklim alamiah. Menghadapi anomali iklim, kesadaran pemakaian air secara hemat, efektif, dan efisien harus disosialisasikan kepada petani.
- ItemBank Pengetahuan Padi Indonesia(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008) Unang G. Kartasasmita; Adi Widjono; K. Pirngadi; Bambang Sriyono; Achmad Subaidi; A. Kasno; Sigit Nugraha; Penny I. IskakBPPI berisi kumpulan pengetahuan mengenai padi untuk mendiseminasikan pengetahuan mengenai hasil-hasil penelitian dan inovasi teknologi padi. Aspek yang dimuat antara lain aspek teknis, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, kebijakan menyangkut beras, gabah, dan pengelolaan jerami.
- ItemPengayaan Kandungan Bahan Organik Tanah Mendukung Keberlanjutan Sistem Produksi Padi Sawah(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009-12-16) Sumarno; Unang G. Kartasasmita; Djuber PasaribuTeknologi budi daya padi, yang berlaku sejak tahun 1970-an mengabaikan penggunaan bahan organik sebagai pembentuk kesuburan tanah sawah dan petani menjadi bergantung sepenuhnya pada pupuk anorganik. Kandungan bahan organik tanah sawah menurun hingga mencapai batas kritis, yang oleh segolongan masyarakat direspon dengan teknologi ìhanya menggunakan masukan organikî dan menolak digunakannya pupuk anorganik. Pada sistem ekologi alamiah yang seimbang dan berkelanjutan, daur ulang unsur karbon dan hara tanah lainnya terjadi secara tertutup in situ. Namun hal ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan acuan sistem produksi pertanian berkelanjutan. Dalam sistem produksi pertanian berkelanjutan, selain aspek kelestarian dan mutu sumber daya dan lingkungan, mempersyaratkan aspek ekonomi, sosial dan kecukupan pangan keluarga, masyarakat dan seluruh warga bangsa, sehingga mengharuskan diperolehnya hasil panen yang optimal, yang berakibat terjadinya ekspor (pengeluaran) senyawa karbon dan hara lain dari ekologi lahan sawah. Sistem produksi berkelanjutan pada lahan sawah, diperoleh dengan menyediakan hara tanaman secara optimal yang berasal dari bahan organik dan pupuk anorganik. Bahan organik dalam tanah membangun kesuburan tanah secara fisik, kimiawi dan biologis, yang tidak dapat digantikan oleh sarana produksi lain. Saran kebijakan untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah meliputi memasukkan bahan organik sebagai bagian integral anjuran dosis pupuk; penggalakan kegiatan penyuluhan untuk pemahaman dan penyadaran petani akan pentingnya bahan organik sebagai pembentuk dan pemelihara kesuburan tanah, pembuatan peraturan daerah tentang larangan pembakaran jerami; pemberian insentif industri pengolahan limbah organik menjadi kompos; pembuatan ketentuan baku-mutu produk kompos; pengaitan tindakan pengayaan kandungan bahan organik tanah dengan kesempatan petani untuk dapat membeli pupuk anorganik bersubsidi; dan perlombaan antarhamparan lahan sawah dengan insentif hadiah. Disarankan untuk dicanangkan Gerakan Nasional Pengayaan Kandungan Bahan Organik Tanah Sawah (PBOT) selama lima tahun (2010-2015) guna mencapai kandungan bahan organik tanah lebih dari 1,5% dan tidak perlu mempermasalahkan kontroversi teknologi pertanian ìnon-organikî atau ìorganikî, karena pengembalian bahan organik ke dalam tanah memang merupakan bagian integral dari teknologi maju. Sumber hara berasal dari bahan organik bersifat komplementer dengan pupuk anorganik dalam penyediaan hara tanaman secara optimal bagi diperolehnya produksi padi yang optimal-ekonomis dan berkelanjutan.
- ItemSenjang Adopsi Teknologi dan Senjang Hasil Padi Sawah(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009-12-16) Sumarno; Unang G. Kartasasmita; Zulkifli Zaini; Lukman HakimKeragaman produktivitas padi sawah dalam satu hamparan diduga disebabkan oleh senjang adopsi teknologi budi daya. Untuk mengetahui penyebab senjang adopsi teknologi dan senjang hasil padi sawah dilakukan studi dengan pendekatan participatory rural appraisal (PRA) di Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Purwakarta, dan Majalengka, Jawa Barat, pada tahun 2008. Hasil studi menunjukkan komponen teknologi budi daya padi yang sudah diadopsi secara mantap oleh petani adalah (a) varietas unggul baru adaptif, (b) tanam bibit umur muda (15-20 hari), (c) penyiapan lahan secara optimal, dan (d) pengendalian gulma. Komponen teknologi yang belum diadopsi secara optimal adalah (a) penggunaan benih berlabel, (b) pengayaan kandungan bahan organik tanah, (c) dosis pupuk berdasarkan status hara tanah, (d) pengendalian OPT berdasarkan prinsip PHT, dan (e) panen-pascapanen mencegah kehilangan hasil kurang dari 10%. Komponen teknologi yang hanya diadopsi oleh sebagian kecil petani adalah (a) persemaian hemat waktu dan hemat benih (25 kg/ha), (b) tanam bibit jajar legowo, (c) tanam bibit dua batang per rumpun, dan (d) pengairan berselang (intermittent irrigation). Efisiensi penggunaan waktu juga masih rendah, sehingga menghambat peningkatan intensitas tanam, disebabkan oleh keterbatasan jumlah traktor. Tingkat adopsi teknologi adalah sbb.: Kabupaten Ciamis 66,4%, Tasikmalaya 70,7%, Purwakarta 65,7%, dan Majalengka 75,7%. Belum optimalnya adopsi teknologi menunjukkan adanya peluang untuk memperbaiki tingkat adopsi, guna mengurangi senjang adopsi teknologi. Senjang hasil padi antarpetani, antarmusim, dan antarkabupaten masih cukup besar, berkisar antara 1-3 t/ha. Perbaikan senjang adopsi teknologi disarankan untuk dijadikan program strategis Pemerintah dalam upaya peningkatan produksi padi di tingkat daerah dan nasional. Peran Pemerintah dalam program perbaikan senjang adopsi teknologi antara lain dalam (1) penyediaan kredit modal usaha/modal kerja kepada individu petani, (2) penyediaan kredit untuk pembelian/pengadaan traktor, (3) penyediaan kredit pembuatan dam dan embung air perdesaan, dan (4) peningkatan kualitas dan intensitas penyuluhan dalam hal PHT, pengayaan bahan organik tanah atau pengomposan, efisiensi penggunaan air, dan efisiensi penggunaan waktu dalam pengolahan tanah. Pengurangan senjang adopsi teknologi diharapkan akan mengurangi senjang hasil, yang berarti meningkatkan produksi padi petani, produksi padi di tingkat kabupaten dan provinsi, yang akan berdampak terhadap peningkatan produksi beras nasional dalam waktu cepat dengan biaya yang relatif murah