Browsing by Author "Tenaya, I Wayan Masa"
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
- ItemEfektifitas Penggunaan Sistem Informasi ISIKHNAS dalam Program Upsus Siwab di Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Hartawan, Dinar H. W.; Mulyono, Albert T.; Tenaya, I Wayan Masa; Utomo, Adjar SaptoProgram Upaya Khusus Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting (UPSUS SIWAB) di Indonesia bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2017, sistem pelaporan yang digunakan dalam UPSUS SIWAB adalah pelaporan melalui ISIKHNAS dan pengecualian bagi daerah yang belum dapat melaporkan melalui ISIKHNAS dapat menggunakan laporan manual secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota sampai pusat. Namun penggunaan ISIKHNAS tidak akan optimal apabila tidak didukung dengan kinerja operator yang melaporkan. Oleh karena itu kajian untuk melihat efektifitas penggunaan ISIKHNAS dalam progam UPSUS SIWAB perlu dilakukan mengingat pada tahun 2018 seluruh kegiatan harus dilaporkan melalui ISIKHNAS. Dari hasil pengunduhan data ISIKHNAS kegiatan Gangguan Reproduksi (Gangrep) dan Kesembuhan Gangrep, Inseminasi Buatan (IB) dari ternak gangrep yang sembuh di kabupaten Lombok Tengah tahun 2017, dapat diperoleh hasil sebagai berikut; 1). Pelaporan kasus Gangrep ISIKHNAS lebih tinggi dari kasus Gangrep manual dengan proporsi 102 % (2955/2907 kasus), kemungkinan disebabkan adanya duplikasi laporan melalui ISIKHNAS. 2). Pelaporan kesembuhan menunjukkan proporsi sangat rendah yakni 1,3 % (40/2894 kasus). Dan 3). Proporsi ternak gangrep yang sembuh dan dilanjutkan dengan IB adalah 75,3 % (2178/2854 Kasus), dengan sebaran kasus ternak yang tidak di IB dari bulan Maret sampai Desember 2017. Hal ini mengindikasikan kelemahan dalam koordinasi atau laporan kesembuhan yang sangat rendah sehingga petugas IB tidak dapat mendapatkan informasi secara akurat. 4). Dari jarak pelaporan kegiatan Insemiminasi Buatan dan pemeriksaan kebuntingan, diperoleh hasil umur kebuntingan dibawah 2 bulan 10.2 % dan diatas 4 bulan sebesar 22,2 %. Hal ini juga mengindikasikan ketidak efektifan pelaporan kebuntingan yang ditetapkan dalam pedoman umum UPSUS SIWAB, dimana masa pemeriksaan kebuntingan seyogyanya dilakukan pada 2 – 4 bulan setelah pelaksanaan Inseminasi Buatan. Dapat disimpulkan bahwa dengan terjadinya duplikasi pelaporan, diperlukan petugas validator di tingkat kabupaten/kota yang bertugas memonitor pelaporan tersebut dan penegasan mekanisme pelaporan melalui ISIKHNAS sehingga tidak terjadi kesalahan interpretasi hasil pelaporan yang menyebabkan rendahnya tindak lanjut IB pada ternak gangrep yang sembuh di kabupaten Lombok Tengah.
- ItemEpidemiologi Molekuler Rabies di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Dibia, I Nyoman; Daulay, Rosmalina Sari Dewi; Tenaya, I Wayan MasaKasus rabies di Pulau Sumbawa pertama kali dilaporkan pada 15 Januari 2019 di Kabupaten Dompu. Asal mula virus yang menyebabkan wabah rabies hingga saat ini masih misteri. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui hubungan kekerabatan virus rabies di Pulau Sumbawa dengan data virus rabies di GenBank dari beberapa daerah tertular. Empat sampel otak anjing yang positif terinfeksi virus rabies diperoleh dari Kabupaten Dompu dan Kabupaten Sumbawa. Sampel otak diekstraksi dan Ribonucleic acid (RNA) virus diisolasi menggunakan kit (Invitrogen). RNA virus selanjutnya di amplifi kasi menggunakan one-step reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR). Produk RT-PCR (1215bp) disekuensing dan dianalisis. Sekuen nukleotida fragmen gen penyandi nukleoprotein (N) disejajarkan dengan menggunakan program Clustal W. Pohon fi logenetik dikonstruksi dengan mengaplikasikan Kimura-Two Parameter Model dalam MEGA X. Hasil analisis menunjukkan bahwa virus rabies di Pulau Sumbawa terkonfi rmasi sebagai virus genotipe 1 dari Lyssavirus, dan berada dalam klaster Indonesia. Sekuen nukleotida gen penyandi nukleoprotein diantara virus rabies di Pulau Sumbawa memiliki kesamaan 100%. Hal ini mengindikasikan bahwa virus rabies yang masuk ke Pulau Sumbawa merupakan introduksi tunggal dan berasal dari salah satu daerah endemis rabies di Indonesia. Virus rabies di Pulau Sumbawa memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan virus rabies asal Bali dengan kesamaan 99,9-100%, sedangkan dengan virus rabies Sulawesi, Flores, Kalimantan, Jawa dan Sumatra memiliki kesamaan yang lebih rendah, secara berturut-turut adalah 98%, 97,5%, 97,5%, 96,6-96,9% dan 96,2-96,8%. Hasil analisis fi logenetik membuktikan bahwa virus rabies di Bali ditularkan ke Pulau Sumbawa, dan mengindikasikan adanya transportasi hewan penular rabies (HPR) dalam masa inkubasi sebagai akibat dari aktivitas manusia. Untuk itu, beberapa kemungkinan jalur masuknya HPR ke Pulau Sumbawa perlu dikaji lebih lanjut.
- ItemKemajuan Penanganan Rabies Bali : Analisis Tahun 2012-2017(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Septiani, Monica; Hartawan, Dinar H. W.; Uliantara, Gde Agus Joni; Wirata, I Ketut; Tenaya, I Wayan MasaPenyakit Rabies muncul pertama kali pada akhir tahun 2008 dan masih bersirkulasi sampai saat ini tahun 2017 di pulau Bali. Segala upaya pengendalian dan pemberantasan telah dilaksanakan secara seksama. Kemajuan program pengendalian selama tahun 2012 - 2017 yang telah dilakukan perlu untuk dianalisis sehingga program pemberantasan yang berkesinambungan dapat lebih terarah dan fokus, yang pada akhirnya dapat membebaskan pulau Bali dari penyakit Rabies. Menurut hasil surveilans aktif dan pasif oleh Balai Besar Veteriner Denpasar, proporsi kasus positif rabies dengan uji Fluorescent Antibodi Test (FAT) dari dari tahun 2012 (15.79%) mengalami penurunan pada tahun 2013 (4.46%), namun kembali meningkat pada tahun berikutnya sampai tahun 2015 (16.74%). Proporsi kasus positif kembali menurun pada tahun 2016 (13.92%) dan pada tahun 2017 (8,7 %). Untuk data unit desa, hasil pada tahun 2012, Rabies terdeteksi di 82 desa. Terjadi penurunan jumlah desa tertular pada tahun 2013 dengan 39 desa, namun kembali meningkat pada tahun 2014 dengan 100 desa dan tahun 2015 dengan 283 desa. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir dilakukan pengendalian secara intensif di seluruh wilayah provinsi Bali melalui pencanangan vaksinasi massal sehingga pada tahun 2016 turun menjadi 153 desa dan terus berkurang sampai tahun 2017 hanya menyisakan 71 desa tertular Rabies di provinsi Bali. Berdasarkan data perbandingan proporsi kasus dan seroprotektif Rabies dari tahun 2012 -2017, diketahui bahwa terdapat korelasi antara tingkat seroprotektif dengan proporsi kasus Rabies, dimana pada saat terjadi penurunan tingkat seroprotektif terjadi pula peningkatan proporsi kasus Rabies begitupun sebaliknya. Pada tahun 2013 tingkat seroprotektif Rabies mencapai 68.3% dan mampu menekan proporsi kasus sampai 4.46%. Di tahun 2014 -2015 terjadi penurunan seroprotektif dan diikuti dengan peningkatan kembali proporsi kasus Rabies. Intensifikasi pelaksanaan vaksinasi Rabies di tahun 2016 dan 2017 kembali mampu menekan proporsi kasus sampai angka 13.92% dan 8.7%. Dalam upaya pemberantasan penyakit Rabies di provinsi Bali, salah faktor yang sangat menentukan adalah keberhasilan pelaksanaan vaksinasi massal. Oleh sebab itu maka komponen pendukung atau faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi di tahun 2016 – 2017 diharapkan minimal dapat dipertahankan.