Browsing by Author "Syahri"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemKajian Budidaya Padi Pada Lahan Irigasi di Sumetera Selatan(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) Wiratno; SyahriPengkajian budidaya padi pada lahan irigasi dilakukan di Desa Srikaton, Kecamatan Buay Madang Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Pengkajian dilakukan melalui wawancara dan pengamatan pertanaman padi di lapangan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui etnis penduduk dan eksisting teknologi budidaya yang diterapkan petani dan rata-rata produksi tanaman. Pengamatan terhadap tanaman padi dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman padi, pola tanam dan organisme hidup yang berasosiasi dengan tanaman padi. Hasil wawancara dengan petani responden diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Srikaton adalah berasal dari Jawa Timur dan sebagian kecil dari Jawa Tengah. Oleh karena itu cara bercocok tanam petani di Desa Srikaton mirip dengan cara yang dilakukan oleh petani-petani di Pulau Jawa yaitu menggunakan sistem tanam pindah dan tanaman dipelihara secara intensif dengan mengaplikasikan pupuk dan pestisida sintetis secara terjadwal. Tanaman padi dibudidayakan dengan pola IP 300 padipadi-padi dan ditanam hampir serempak dengan jarak tanam 30x30 cm2. Tingkat serangan hama dari tahun ke tahun umumnya sangat rendah dan produktivitas tanaman dapat dipertahankan rata-rata 6-7 ton/ha. Dari luasan areal pertanaman padi sekitar 651 ha diperkirakan 90% diantaranya telah menggunakan sistem tanam Jajar Legowo. Hasil pengamatan tanaman padi di lapang menunjukkan bahwa umumnya tanaman padi tumbuh subur dan tingkat serangan OPT sangat rendah. Organisme yang berasosiasi dengan tanaman padi adalah ular sawah, labalaba (Tetragnatha sp.), penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata), keong mas (Pomacea sp), capung (Neurothomis fluctuans dan Ischnura senegalensis ). Pola jajar Legowo yang diterapkan menggunakan sistem 6-1 tanpa menyisipkan tanaman padi pada barisan terluar. Sehubungan air tersedia setiap saat maka pola tanam salibu dapat diperkenalkan untuk dikembangkan di lahan irigasi tersebut.
- ItemPENANGANAN SEGAR UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DANMENEKAN SUSUT BOBOT CABAI SELAMA PENYIMPANAN(BB Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Syahri; Somantri, Retno Utami; BPTP JambiCabai merupakan salah satu komoditas strategis nasional pada program Pajalebabe dan sekaligus sebagai komoditas hortikultura unggulan di Sumsel. Produksi cabai di Sumsel tahun 2014 sebesar 14,08 ribu ton. Daerah penghasil cabai di Sumsel di antaranya Kabupaten Banyuasin, OKU Timur, Musi Banyuasin, Ogan Ilir. Penurunan mutu cabai setelah dipanen terjadi karena proses respirasi yang terus berlangsung, sehingga cabai menjadi layu (kering) atau membusuk. Seperti produk segar hortikultura lainnya, cabai mempunyai karakteristik mudah rusak. Kerusakan ini terjadi akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis. Kerusakan lain pada cabai adalah pembusukan yang disebabkan oleh mikroba seperti Aspergillus flavus, Cladosporium fulvum, Collectrichum phomoides serta Fusarium sp. Karena sifat inilah diperlukan teknologi pascapanen yang tepat untuk mengurangi kerusakan buah cabai segar serta mempertahankan kesegarannya. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium BPTP Sumatera Selatan sejak bulan Januari-Maret 2015. Perlakuan yang diujikan yaitu pencelupan sebanyak 50 g buah cabai segar ke dalam larutan baking soda (NaHCO3), kitosan 1%, kontrol kitosan, dan kontrol (pencelupan ke dalam air steril). Parameter pengamatan di antaranya susut bobot, intensitas kerusakan buah cabai, serta uji organoleptik (warna, bau dan tekstur) terhadap buah cabai. Pengamatan susut bobot dihentikan hingga susut bobot mencapai 60%, sedangkan intensitas kerusakan akibat penyakit hingga kerusakan mencapai 20%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kitosan 1% pada buah cabai segar mampu menekan susut bobot cabai selama penyimpanan, dimana susut bobot setelah 8 hari disimpan yakni hanya 53,64% dibandingkan kontrol yang mencapai 57,52%. Kitosan juga mampu menekan intensitas serangan penyakit antraknosa oleh Colletotrichum sp. pada buah cabai, dimana, intensitas serangan penyakit setelah 12 hari disimpan hanya sebesar 15,35%, lebih kecil dibandingkan dengan kontrol yang mencapai 19,43%. Namun, tekstur dan bau dari cabai yang diaplikasi dengan kitosan 1% ternyata tidak disukai oleh konsumen.
- ItemPENGARUH APLIKASI BIO URINE TERHADAP HASIL PRODUKSI BAWANG MERAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN BARAT(BB Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2016-03-31) Umar, Abdullah; Hartono; Syahri; BPTP JambiBawang merah merupakan salah satu komoditi pertanian yang berkontribusi terhadap inflasi di Kalimantan Barat, oleh karena itu sampai saat ini upaya pengembangannya terus dilakukan dengan pendekatan teknologi budidaya yang berkelanjutan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi bio urine terhadap komponen pertumbuhan dan produksi bawang merah di Kalimantan Barat. Percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), 4 perlakuan dan 5 ulangan. Sebagai perlakuan adalah dosis aplikasi bio urine 50 lt, 100 lt, 150 lt per hektar dan kontrol (tanpa aplikasi bio urine). Parameter agronomis yang diamati meliputi; tinggi tanaman, jumlah umbi per rumpun, bobot umbi per rumpun, hasil per petak dan produksi per hektar. Hasilnya, pemberian bio urine dengan dosis 150 lt/ha memberikan hasil tinggi tanaman tertinggi, yaitu 31,62 cm. Sedangkan pemberian bio urine dengan dosis 100 lt/ha mampu memberikan hasil produksi tertinggi, yaitu 8.228 kg umbi kering panen per hektar. Sehingga aplikasi bio urine sebanyak 100 lt/ha merupakan dosis optimum yang mampu meningkatkan hasil produksi bawang merah di lahan gambut Kalimantan Barat.
- ItemUSAHATANI BUDIDAYA KENTANG DI DATARAN TINGGI SUMATERA SELATAN(BB Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Somantri, Renny U; Hidayanti, Dedeh; Syahri; BPTP JambiBeberapa wilayah di dataran tinggi Sumatera Selatan (Kota Pagar Alam dan Kabupaten Muara Enim) mempunyai iklim yang cocok untuk pengembangan tanaman kentang, dimana masih tersedia sekitar 3.000 hektar lahan dengan kesesuain untuk usahatani kentang. Tulisan ini membahas keragaan usahatani kentang di Desa Gunung Agung Pauh, Kec. Dempo Utara, Kota Pagar Alam Sumatera Selatan Tahun 2014. Penggunaan sarana produksi budidaya kentang diantaranya menggunakan Varietas Granola G4 yang berasal dari Pangalengan, Jawa Barat; penggunaan pupuk kandang dan pupuk kimia seperti urea, SP-36, KCl, NPK Mutiara, penggunaan pestisida terutama insektisida dan fungisida. Untuk luasan lahan satu hektar, penerimaan petani kentang mencapai Rp. 100.440.000,-dengan total biaya usahatani yang dikeluarkan sebesar Rp. 57.202.500,-. Disamping itu terdapat potensi penghematan biaya usahatani melalui pengurangan penggunaan benih serta penyesuaian dosis pemupukan sesuai dengan rekomendasi Balitsa sekitar 14,4% dari total biaya usahatani. Bila dinilai dengan uang, penekanan total biaya usahatani tersebut mencapai Rp. 8.253.500,-. Ini berarti usahatani kentang di lokasi tersebut mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan dan menguntungkan.