Browsing by Author "Sutisna, Entis"
Now showing 1 - 15 of 15
Results Per Page
Sort Options
- ItemANALISIS KELAYAKAN USAHATANI CABAI RAWIT DI KABUPATEN DAN KOTA SORONG(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2017) Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPenelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui keadaan petani cabai Rawit; (2) Keadaan Usahatani Cabai rawit; (3) Pendapatan Petani Cabai, dan (4) Kelayakan usahatani Cabai Rawit di kabupaten dan kota Sorong provinsi Papua Barat. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2017, bertempat di Kabupaten dan kota sorong tepatnya Kelurahan Klamano, Distrik Sorong Timur, kelurahan Klablim, distrik Klaurung kota Sorong, SP.4, dan SP.5 Distrk Mariat kabupaten Sorong. Penelitian ini menggunakan metode survei dan Studi kasus. Penetapan lokasi dilakukan secara sengaja, Penentuan sampel berdasarkan metode acak sederhana sebanyak 30 KK petani cabai. Data primer diperoleh secara langsung dari petani cabai, dan petugas lapangan, melalui wawancara terstruktur, FGD, dan indef interviuw. Untuk menjawab tujuan pertama dan kedua dilakukan analiss deskripti, untuk menjawab tujuan ketiga dilakukan analisis pendapatan, dan untuk menjawab tujuan ke empat dilakukan analisis kelayakan usaha. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa petani cabai berada pada usia produktif, tingkat pendidikan masih rendah, namun memiliki pengalaman usaha yang cukup baanyak. Keadaan usahatani cabai pada umumnya di tanam pada lahan kering, sering kegagalan karena musim, tingkat produksi masih rendah, namun peneraapan teknologinya sudah relatif lebih maju dari petani komoditas lainnya. Kegiatan usaha tani cabai oleh petani di kabupaten dan kota Sorong menguntungkan dan layak dikembangkan. Namun memiliki tingkat resiko yang tinggi, terutama kerentanan yang tinggi terhadap pluktuasi iklim dan dukungan imprastruktur yang belum memadai. Disarankan perlu adanya teknologi waktu tanam yang tepat, dari aspek teknis maupun strategi pasar, BPTP Papua Barat perlu melakukan pengkajian mengenai waktu tanam Cabai Rawit yang tepat. Perlu dukungan pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan inprastruktur dalam mendukung pengembangan cabai Rawit di Kab dan kota Sorong. Perlu adanya/peningkatan program Extensifikasi dan Intensifikasi Cabai Rawit di Kabupaten dan Kota Sorong.
- ItemANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN MANOKWARI PAPUA BARAT(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Sutisna, Entis; Hidayat, Galih W.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPengkajian ini bertujuan untuk mengetahui : a). Karakteristik petani kedelai; b) Tingkat produksi dan pendapatan petani dari usahatani kedelai ; c) Kondisi pasar kedelai lokal; dan d) Mengetahui tingkat produksi dan konsumsi kedelai untuk industri tahu tempe. Kegiatan dilakukan mulai Bulan Januari sampai Desember 2016, Menempati Lokasi di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari, yang ditentukan secara sengaja. Kajian ini menggunakan metode survai dan study kasus yang dilengkapi dengan Focus Grouf Discussion (FGD), dan Indepth interview . Jumlah sampel petani dalam kegiatan survei sebanyak 30 responden yang ditentukan secara acak sederhana (symple random sampling). Data diolah dengan menggunakan analisis Pendapatan, analisis kelayakan usaha (R/C ratio dan B/C ratio), analisis titik impas , dan analisis pemasaran. Hasil pengkajian menunjukkan petani kedelai di lokasi kajian memiliki karakter yang cukup kondusif untuk mengembangkan usahataninya. Tingkat produktivitas yang dicapai oleh petani baru, 0,85 ton/ha, harga jual masih rendah sehingga pendapatannya masih rendah. Terdapat dua model saluran pemasaran kedelai lokal: model pertama dari petani ke pedagang pengepul desa, terus ke pengrajin tahu tempe, dipilih oleh 70 % responden. Produksi kedelai lokal yang mampu dihasilkan petani 225 ton/tahun, sedangkan kebutuhan bahan baku tahu tempe sekitar 594 ton/tahun, masih mengalami defisit 62,1%. Jika ketersediaan kedelai hanya 4 bulan dalam setahun, maka pada waktu panen terjadi surplus sebesar 5,7% atau 5,8 % jika serapan kedelai lokal hanya sekitar 20%. Untuk pengembangan kedelai kedepan diperlukan dukungan kebijakan pemerintah terutama berkaitan berkaitan dengan dukungan permodalan, jaminan harga, dan peningkatan penerapan teknologi.
- ItemAnalisis Usahatani dan Pemasaran Kedelai Kasus di Kabupaten Manokwari – Papua Barat(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2017) Sutisna, Entis; Hidayat, Galih W.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat
- ItemDAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM SL-PTT PADI TERHADAP PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROVINSI PAPUA BARAT(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKajian ini dilakukan di Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari Selatan, dan Kabupaten Sorong - Provinsi Papua Barat pada tahun 2015, menggunakan motode Survai dan studi kasus. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa melalui penerapan program SL-PTT dapat meningkatkan adopter teknologi terutama pada komponen teknologi Penerapan benih bermutu, sistem tanam jajar legowo, penggunaan pupuk berimbang, dan panen dan pasca panen. Peningkatan produksi 15%, dan peningkatan pendapatan petani sebesar 22,4%. Namun demikian diakui bahwa pelaksanaan SL-PTT di Papua Barat belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Simpul-simpul kritis yang menjadi sumber kelemahan terletak pada pelaksanaan pelatihan, Pelaksanaan pendampingan, dan koordinasi. Disarankan pada progran lanjutan SL-PTT yaitu GP-PTT agar dapat meningkatkan gerakan PHT, GP-PTT disamping mempertahankan komponen PTT lainya. Selain itu perlu lebih diberdayakan organisasi dan kelembagaan petani, meningkatkan fungsi koordinasi dan pengawasan, serta meningkatkan peran penyuluh lapangan, termasuk kualitas dan kuantitasnya.
- ItemIDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI KELEMBAGAAN PERBENIHAN PADI DI PROVINSI PAPUA BARAT(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Sutisna, Entis; Basundari, Fransiska R.A.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPenelitian ini dilaksanakan di tiga kabupaten yakni Manokwari, Sorong, dan Teluk Bintuni pada bulan April sampai juni 2014. Menggunakan metode survei dengan tujuan mengidentifikasi dan mengkarakterisasi kelembagaan produksi perbenihan padi yang ada di Papua Barat. Hasil Pengkajian menunjukkan bahwa belum semua wilayah Papua Barat memiliki kelembagaan perbenihan, dari 10 kabupaten dan satu kota, baru ada tiga kabupaten yang sudah mulai menangani perbenihan padi. Di Kabupaten Manokwari terdapat BBI (Balai Benih Induk), BBU (Balai Benih Utama), dan penangkar benih. Sedangkan di kabupaten Sorong dan Teluk Bintuni baru ada BBU dan Penangkar benih. Lembaga perbenihan padi yang sudah memproduksi benih setiap tahun dengan kapasitas terbesar baru BBI, yang lainnya belum memproduksi secara berkesinambungan. Distribusi benih terbesar adalah dijual ke pemerintah melalui BLBU. Selain itu ada juga yang digiling menjadi beras. Keberadaan Lembaga Perbenihan di Papua Barat masih lemah. Diperlukan dorongan yang kuat dari Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas kelembagaan perbenihan yang ada.
- ItemIMPLEMENTASI DISEMINASI MULTI CHANNEL PADA MASYARAKAT PETANI KAKAO DI KABUPATEN MANOKWARI - PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKakao merupakan komoditas perkebunan yang prospektif di Papua Barat. Sayangnya pengembangan kakao rakyat belum ditangani secara baik, penerapan teknologi masih rendah, yang menyebabkan rendahnya produktivitas. Pengkajian ini bertujuan untuk: 1) Mempercepat penyebaran dan adopsi teknologi produksi kakao baik inovasi teknis maupun kelembagaan; 2) Meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dari usahatani kakao; dan 3) Merancang implementasi Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Pengkajian ini dilaksanakan mulai bulan januari sampai Desember tahun 2012. Lokasi ditentukan secara sengaja di Distrik Oransbari, Kabupaten Manokwari. Menggunakan pendekatan multi metode, survai onfarm, pertemuan dan pelatihan. Menggunakan analisis deskriptif, respon petani, dan analisis before after. Hasil kajian menunjukkan bahwa melalu pengkajian diseminasi Multi Channel pada masyarakat petani kakao, telah terjadi peningkatan produktivitas kakao, peningkatan respon petani terhadap implementasi teknologi kakao, dan telah dirintis dasar-dasar untuk mengimplementasikan Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Pada aspek penguatan kelembagaan telah terbentuk organisasi kelompok tani dan gapoktan, dimana kinerja organisasi tersebut sejalan dengan kelembagaan yang telah terbangun pada masyarakat lokal. Kegiatan pengkajian ini masih perlu dilanjutkan dengan menitik beratkan pada penguatan pembinaan petani dengan mengimplementasikan SDMC. Untuk itu diperlukan penguatan substansi teknologi, kelembagaan petani, dan koordinasi untuk meningkatkan dukungan stakeholders terhadap pelaksanaan SDMC.
- ItemIMPLEMENTASI PROGRAM PUAP DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Sutisna, Entis; Halijah; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratProgram PUAP yang telah diimplementasikan di 33 provinsi sejak tahun 2008, nampaknya akan segera berakhir. Pada tahun 2016 akan dilanjutkan dengan pengembangan LKM-A. Di Provinsi Papua Barat selama 8 tahun berjalan, program tersebut telah berhasil merekrut 995 gapoktan PUAP dengan jumlah dana yang tersalurkan sebanyak 99,5 miliar. Namun demikian program ini belum mampu menciptakan LKM-A secara optimal (hanya 13% LKM-A) dari jumlah gapoktan yang telah terbentuk. Permasalahan yang tercatat selama pelaksanaan program PUAP di Papua Barat antara lain; Rendahnya tingkat koordinasi, lemahnya kinerja PMT dan PP, dan kurangnya kompetensi pengurus gapoktan dalam mengelola organisasi dan keuangan dana gapoktan.
- ItemKajian Indentifikasi Dan Evaluasi Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian Di Papua Barat(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Sutisna, Entis; Maruapey, Erni Rossanti; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenyuluhan pertanian merupakan salah satu program aksi yang dapat mendukung keberhasilan program pembangunan pertanian. Program ini bersentuhan langsung dengan petani sebagai unsur terdepan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian. Sasaran utama dari pelaksanaan penyuluhan tersebut lebih menitik beratkan pada bagaimana merubah pola pikir petani agar mau menerapkan inovasi baru sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraannya. Terjadinya perubahan perubahan pada tataran pemerintahan baik pusat maupun daerah mengakibatkan kel embagaan penyuluhan pertanian mengalami disorganisasi. Persoalan ini perlu mendapat perhatian serius, mengingat korps penyuluhan pertanian adalah aset yang sangat berharga dari dunia pertanian Indonesia sesudah petani . Salah satu pintu masuk untuk memperbaiki kondisi tersebut diperlukan adanya tindakan mengidentifikasi dan mengevaluasi kinerja pelaksanaan penyuluhan. Kajian ini dilaksanakan di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, dan Kabupaten Sorong periode Juni – September 2014. Tujuan pengkajian untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memberikan rekomendasi/saran perbaikan berkaitan dengan pelaksanaan penyuluhan pertanian di provinsi Papua Barat. Hasil kajian menunjukkan bahwa Pelaksanaan sistem penyuluhan yang di lakukan di Provinsi Papua Barat saat ini masih sangat lemah. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kelima variable pendukung terlaksananya sistem penyuluhan yaitu keberadaan kelembagaan penyuluhan, pelaksanaan tugas setiap lembaga, ketersediaan penyulu, ketersediaan dan pelaksanaan programa penyuluhan, dukungan fasilitas dan peralatan, sesuai hasil indentifikasi. Direkomendasikan kepada pemerintah kabupaten Kota agar membentuk kelembagaan penyuluh sampai pada tingkat kecamatan, dan perlu melakukan perubahan/perbaikan dalam berbagai tahapan, meliputi: struktur kelembagaan, programa, sumberdaya, dan pelaksanaan penyuluhaan itu sendiri.
- ItemKERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PTT DI KABUPATEN SORONG PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2017) Sutisna, Entis; Sinaga, Apresus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratTujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi analisis usahatani dan kelayakan usahatani padi sawah setelah mengadopsi komponen teknologi PTT. Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan Januari-Desember 2012 dengan lokasi di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah lokasi tersebut menyelenggarakan kegiatan PTT sejak tahun 2010 dan sentra produksi padi di Kabuapaten Sorong. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hasil pengkajian menunjukkan terdapat peningkatan hasil sebesar 37,2% produksi padi petani PTT terhadap petani non-PTT. Secara ekonomi usahatani petani dengan menerapkan teknologi PTT layak dikembangkan karena R/C rasio > 1 serta angka marginal B/C dari perubahan teknologi tersebut sebesar 2,44.
- ItemKORELASI DAN PENGELOMPOKAN ANTAR KOMPONEN PADI VARIETAS INPARI DI SORONG SELATAN(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2017) Sinaga, Apresus; Cahyono, Tri; Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPengkajian bertujuan untuk memperoleh informasi pola hubungan antarkarakter komponen tanaman dari nilai korelasi dan derajat kemiripan antar varietas varietas inpari 7, inpari 10, inpari 11 dan inpari 13. Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Sorong Selatan pada MT I bulan Januari-Desember 2012. Penelitian menggunakan lahan seluas 1 ha. Komponen pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman, dan jumlah anakan sedangkan komponen hasil yang diamati adalah panjang malai, gabah isis, gabah hampa dan hasil gabah per hektar (ton). Data yang diperoleh dari hasil pengamatan diestimasi nilai koefisien korelasi dan dilihat derajat kemiripan satu sama lain dan beda jauh (tidak sama) 4 varietas padi varetas inpari menggunakan analisis Hierarki Cluster dan dibentuk 3 kelompok (cluster). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata dan berkorelasi positif jumlah gabah isi terhadap produksi (r=0,95) dan tingkat koefisien kemiripan antara varietas inpari 7, 10, 11 dan inpari 13 terdapat keragaman yang dekat dengan nilai berkisar antara 0-25.
- ItemKUALITAS DAN KELAYAKAN KOMPOS CAMPURAN FAECES KAMBING, SERASAH, DAN CANGKANG KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK PADAT (POP) PADA PERTANIAN BIOINDUSTRI DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Atekan; Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratManfaat kompos dalam menunjang kesuburan tanah tidak diragukan lagi, kompos dikatakan berkualitas jika memenuhi standart yang telah ditetapkan. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui kualitas dan kelayakan kompos yang bersumber dari serasah dan cangkang kakao serta faeces ternak kambing yang dihasilkan dari pola integrasi kambing-kakao pada system pertanian bioindustri di Papua Barat berdasarkan baku mutu kompos SNI: 19-7030-2004 dan persyaratan teknis minimal pupuk organic padat (POP) berdasarkan Permentan No: 70/Permentan/SR.140/10/2011. Kompos dibuat menggunakan bahan baku campuran dari faeces kambing, serasah, dan cangkang buah kakao dengan perbandingan 50%, 20%, dan 30% berdasarkan bobot. Hasil pengomposan ditinjau dari indicator struktur fisik (warna dan bau) maupun karakteristik produk (kandungan unsure hara) menunjukkan kualitas sesuai dengan yang disyaratkan oleh standart baku mutu kompos dan layak digunakan sebagai pupuk organic padat (POP) sesuai dengan persyaratan teknis minimal pupuk organic.
- ItemMEMBANGUN “KAMPUNG PALA” BERWAWASAN PERTANIAN BIOINDUSTRI DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKabupaten Fakfak merupakan daerah penghasil pala terbesar di Indonesia Bagian Timur (Papua Barat). Walaupun penerapan teknologi oleh masyarakat masih rendah, namun pemerintah daerah mempunya keinginan yang besar untuk memacu mengembangkan tanaman pala. Membangun kampung pala dengan mengembangkan inovasi pertanian Bio-Industri, merupakan langkah jitu yang patut diimplementasikan. Pengembangan pertanian bioindustri adalah pengembangan pertanian yang ramah lingkungan, menerapkan inovasi teknologi, integrasi, dimulai dari hulu hingga hilir dan berkelanjutan serta memiliki nilai ekonomi tinggi dari pengolahan hasil samping, biomasa atau limbahnya. Karakteristik seperti ini sangat tepat jika diimplementasikan di Kabupaten Fakfak. Dalam membangun kampung pala berwawasan bio-industri di Kabupaten Fakfak, lebih tepat menggunakan model menurut komposisi komoditas. Dalam hal ini bisa berbasis integrasi tanaman ternak, atau berbasis single comodity, dengan menetapkan pala sebagai komoditas utama.
- ItemORGANISASI DAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH PADI KASUS DI KABUPATEN MANOKWARI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Prambudi, Imam; Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratBenih bermutu yang memenuhi „enam syarat tepat‟ (tepat varietas, jumlah, lokasi, mutu, waktu dan harga), belum dapat diakses oleh petani secara mudah dan murah. Rendahnya akses petani terhadap benih unggul bermutu tersebut karena kelembagaan perbenihan yang ada di Papua Barat belum berfungsi secara optimal, termasuk rendahnya kapasitas penangkar benih padi, sehingga sistem penyediaan benih bermutu belum dapat ditangani sesuai harapan. Pengkajian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi, pemetaan, dan memahami aspek Organisasi dan kelembagaan termasuk kinerja kelompok penangkar benih padi di Kabupaten Manokwari. Pengkajian ini telah dilaksanakan pada periode bulan April sampai Agustus 2013 bertempat di Kabupaten Manokwari, tepatnya daerah pengembangan padi yaitu Distrik Prafi, Distrik Masni, dan Distrik Oransbari. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa terdapat 7 kelompok penangkar benih padi di Kabupaten Manokwari. Seluruh sawah milik anggota berada pada agro ekosistem lahan sawah dataran rendah dengan ketinggian hanya 3m (dpl). Dari aspek keorganisasian ketujuh kelembagaan tersebut sudah eksis nemun belum memiliki legalitas formal, tingkat kinerjanya masih lemah, dan belum efektif, terutama dalam penggunaan lahan. Untuk meningkatkan persediaan benih unggul bermutu, para penangkar perlu mendapat legalitas, diberikan bimbingan intensif baik pada aspek teknis mapun kelembagaan, termasuk pembinaan pengembangan usaha.
- ItemPENGEMBANGAN PERTANIAN BIOINDUSTRI DI PAPUA BARAT KONSEP, PELUANG, DAN IMPLEMENTASI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Sutisna, Entis; Motulo, Hiasinta F.J.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratTransformasi ekonomi dari yang selama ini berbasis pada sumber energi dan bahan baku asal fosil menjadi berbasis pada sumber energi dan bahan baku baru dan terbarukan, utamanya bahan hayati, tidak bisa ditunda lagi. Sejalan dengan itu, pendekatan pembangunan pertanian yang dipandang sesuai bagi Indonesia, termasuk Papua Barat, ialah pembangunan Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan. Konsepsi Pertanian Bioindustri dapat diartikan sebagai sistem pertanian yang pada prinsipnya mengelola dan/atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya hayati termasuk biomasa, dan atau limbah pertanian, bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam model pengembangan inovasi teknologi pertanian bioindustri, yaitu: (a) model menurut komposisi komoditas, (b) model menurut kawasan, dan (c) model berbasis agroekosistem. Sedangkan implementasinya di Papua Barat baru tahap awal yang meliputi kegiatan koordinasi, sosialisasi, identifikasi, perancangan model dan implementasi secara terbatas. Peluang pengembangan pertanian bioindustri di Papua Barat cukup tinggi, namun masih diperhadapkan pada masalah lemahnya organisasi petani, rendahnya kerjasama peserta, dan masih sulitnya penerapan teknologi.
- ItemSTRATEGI DAN IMPLEMENTASI DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Konyep, Sostenes; Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratTerjadinya perubahan lingkungan strategis menuntut adanya percepatan adopsi teknologi oleh pengguna. Pemenuhan tuntutan tersebut banyak bergantung pada kegiatan diseminasi. Dalam konteks ini kegiatan diseminasi menjadi sangat penting. Untuk itu perlu adanya suatu strategi/siasat dalam pelaksanaan diseminasi. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana implementasi diseminasi di Papua Barat dikaitkan dengan Penerapan strategi diseminasi. Hasil Analissis deskriptif menunjukkan bahwa implemetasi Diseminasi Teknologi Pertanian di Papua Barat masih lemah. Indikasi lemahnya pelaksanaan system penyuluhan tersebut, dilihat dari beberapa variabel diantaranya: Kelembagaan Penyuluhan, sumberdaya penyuluh, Programa penyuluhan, materi, metode, peralatan penunjang, dan pembiayaan. Kelemahan-kelemahan yang terjadi berkaitan dengan beberapa hal antara lain: , Langkah –langkah yang belum tepat berkaitan dengan penentuan dan pemahaman tujuan, target audiens belum terdefinisakan dengan jelas, belum efektif dalam menentukan media diseminasi, dan Frekuensi penyampaian pesan yang masih rendah. Terjadinya kondisi seperti ini karena berhadapan dengan kendala yang dihadapi oleh para menyuluh, diantaranya berkaitan dengan lemahnya kemampuan menyediakan sumberdaya yang diperlukan (pengetahuan, ketrampilan, dana, kelembagaan), dan Masih rendahnya pengembangan rekomendasi teknologi yang tepat guna. Ada tiga faktor penting yang perlu diperhatikan agar proses adopsi teknologi dapat berjalan lebih cepat. Pertama faktor pesan itu sendiri (Teknologi), kedua pembawa pesannya (penyuluh), dan ketiga faktor pengguna (penerima inovasi).