Browsing by Author "Susilo, J."
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
- ItemFaktor yang Berasosiasi terhadap Kasus Hipoproteinemia sapi perah di Provinsi Bengkulu Tahun 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Heni, A.; Susilo, J.; Triwibowo, B.Protein plasma merupakan gambaran konsentrasi protein yang beredar di seluruh tubuh hewan. Total protein plasma pada sapi perah diduga dipengaruhi oleh asupan protein dari pakan, produksi susu, kepemilikan sapi, pengalaman beternak, jenis kelamin, asal sapid an kebersihan kandang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berasosiasi dengan kejadian hipoproteinemia sapi perah di Provinsi Bengkulu Tahun 2019. Materi dan metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sensus seluruh populasi sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong dan Lebong. Seluruh sapi diambil sampel plasma dengan mikrohematokrit untuk dihitung total protein plasma yang terkandung. Sensus dilengkapi dengan data kuesioner meliputi identitas pemilik, jumlah kepemilikan, pengalaman beternak, umur sapi, status laktasi sapi, jenis kelamin, asal sapi, kondisi kebersihan kandang, dan jenis pakan tambahan selain rumput. Total data dan sampel mikrohematokrit dari 152 ekor sapi dianalisa secara deskriptif dilanjutkan dengan analitis. Seluruh sapi dipelihara dengan system intensif dengan pakan rumput tanpa adanya pakan tambahan berupa konsentrat atau lainya. Sapi yang mengalami hipoproteinemia sebanyak 21 ekor dari 152 ekor. Proporsi kasus hipoproteinemia pada masing masing faktor risiko berbeda beda. Analisa data diolah dengan menghitung Chi Square, P-value, odds ratio (OR) dan 95% confi dence interval untuk menentukan faktor risiko yang berasosiasi dengan kasus. Hasilnya menunjukan bahwa sapi jantan 5.59 kali berisiko hipoproteinemia dibandingkan dengan betina. Sapi umur kurang dari dua tahun 5.08 kali berisiko hipoproteinemia dibandingkan dengan umur lebih dari dua tahun. Sapi yang dipelihara oleh peternak dengan pengalaman kurang dari lima tahun 3.35 kali berisiko hipoproteinemia dibandingkan dengan pengalaman lebih dari lima tahun. Sapi hasil peranakan sendiri 4.18 kali berisiko hipoproteinemia dibandingkan dengan sapi sapi dari Jawa. Kesimpulan dari penelitian ini faktor yang berasosiasi dengan kejadian hipoproteinemia sapi perah di provinsi Bengkulu meliputi sapi jantan, pengalaman beternak kurang dari lima tahun, sapi umur kurang dari 2 tahun, dan sapi peranakan sendiri.
- ItemKejadian Keguguran pada Sapi di Provinsi Lampung Tahun 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Suryantana; Susilo, J.; Direktorat Kesehatan HewanKeguguran merupakan proses luruhnya atau lepasnya foetus sebelum waktu kelahiran. Secara umum kejadian abortus berdasarkan penyebabnya dibagi dua yaitu abortus yang diakibatkan oleh faktor infeksius dan non infeksius. Secara ekonomi, abortus merupakan satu masalah besar bagi peternak karena kehilangan fetus dan dapat juga diikuti dengan penyakit pada rahim serta ketidaksuburan untuk waktu yang lama. Abortus disebabkan oleh faktor infeksius dan faktor non infeksius. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan kejadian keguguran di Provinsi Lampung pada tahun 2019 berdasarkan waktu terjadinya, distribusi kasus, umur keguguran, serta distribusi keguguran pada masing masing breed sapi. Koleksi data dilakukan dengan mengunduh data Isikhnas root 361. Seleksi data, pembersihan dan olah data secara deskriptif dengan pivot table dalam bentuk kurva epidemik dan grafik kejadian abortus. Kejadian keguguran yang dilaporkan petugas melalui Isikhnas sebanyak 282 kasus. Kejadian meningkat bulan Maret dan Mei, puncaknya terjadi bulan Juli, Agustus hingga September. Kejadian keguguran tertinggi pada sapi peranakan ongole, simental dan limousine. Kejadian keguguran di trimester ke 2 (48%), trimester ke 3 (29%), dan trimester pertama 23 %. Kabupaten yang melaporkan abortus tertinggi adalah Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Way Kanan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa puncak kejadian keguguran terjadi bulan juli, keguguran paling banyak pada trimester ke 2, keguguran tertinggi pada sapi peranakan ongole, dan Kabupaten lampung Selatan paling banyak melaporkan kasus keguguran pada 2019. Keguguran menimbulkan dampak ekonomi yang cukup tinggi di peternak, sehingga ke depan sebaiknya dilakukan identifikasi permasalahan utama penyebab keguguran melalui program surveilans, investigasi, pengisian questioner, olah data dan uji konfirmasi laboratorium.
- ItemPengaruh Penggunaan Lumpur Sawit dalam Konsentrat Terhadap Pertumbuhan Berat Badan Harian Sapi Penggemukan di Peternakan Metro, Lampung(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Susilo, J.; Prayitno; Direktorat Kesehatan HewanDi Indonesia, tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) telah dikenal sejak tahun 1848 yang pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor. Laju pertumbuhan luas tanam kelapa sawit setiap tahunnya di Indonesia mencapai 12,6%. Sebagai konsekuensi makin meningkatnya luas tanam kelapa sawit, adalah makin meningkatnya pula produk samping tanaman dan hasil ikutan pengolahan buah kelapa dan inti sawit yang sedikit banyak akan menimbulkan problem baru dan perlu diantisipasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan lumpur sawit (solid decanter) pada konsentrat terhadap pertumbuhan berat badan harian (PBBH) sapi penggemukan dan melakukan kalkulasi keuntungan dari masing masing kelompok ransum. Sebanyak 51 ekor sapi jantan lokal dengan berat badan seragam dipelihara selama 33 hari dengan 3 formulasi ransum berbeda. Sapi dibagi dalam 3 kelompokmasing masing 17 ekor, kelompok I diberi ransum breeder, kelompok II diberi ransum solid sebanyak 22% dalam konsentrat, dan kelompok III diberiransum grower. Sapi dipelihara di kandang koloni (pen) dengan diberi target pakan 2,5% asupan bahan kering. Penimbangan berat badan awal dilakukan pada 17 November 2019 dan berat akhir pada 20 Desember 2019. Data PBBH dianalisis dengan Anova untuk melihat pengaruh signifikan (P<0.05) penggunaan solid sawit pada konsentrat terhadap PBBH dan memberikan keuntungan masing masing per ekor / hari kelompok I (Rp. 23.100,00), kelompok II (Rp 34,621.93), kelompok III (Rp. 37,183.05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh signifikan (P<0.05) penggunaan solid sawit pada konsentrat terhadap PBBH serta memberikan keuntungan usaha. Dari hasil penelitian ini maka direkomendasikan penggunaan solid sebagai bahan baku pakan penggemukan sapi.