Browsing by Author "Susilaningrum, Siwi"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemCemaran Timbal pada Ternak di TPA Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Susilaningrum, Siwi; Sutopo; Wibawa, Hendra; Arif, Didik; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanSesuai dengan Undang-Undang No.18/2008 tentang pengelolaan sampah yaitu sistem sanitary landfill yaitu perataan, pemadatan, dan penutupan lapisan sampah memerlukan kondisi yang kondusif yaitu salah satunya bebas dari gangguan ternak. Tempat Pembuangan Ahkir (TPA) sampah berisiko tinggi terhadap pencemaran berbagai polutan. Ternak yang digembalakan dan mengkonsumsi limbah atau sampah di TPA akan sangat berbahaya bila ternak tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pangan manusia. Dilakukan Investigasi dengan tujuan mengetahui ada dan tidaknya logam berat Pb pada sapi yang dipelihara di area TPA Piyungan yang bersifat observasional dengan metode pengambilan sampel darah sapi secara acak, pengisian kuisener dan pengujian laboratorium dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometric (AAS). Hasil pengujian 19 sampel darah sapi diperoleh hasil 6 sampel tidak terdeteksi Pb dan 13 sampel terdeteksi Pb (rata-rata 2,69 mg/kg). Selanjutnya dilakukan pemilahan ternak sapi jantan-betina, muda dewasa dan kebebasan dalam memilih pakan. Hasil pengujian kadar Pb dalam darah 14 betina rerata 1,14 mg/kg dan 5 jantan rerata 1,71 mg/kg. Sapi muda (2 bulan - < 2,5 tahun) 5 sampel rerata 2,97 mg/kg dan dewasa (2,5 tahun - 10 tahun) 10 sampel 0,686 mg/kg. Terakhir, 8 sampel dari kelompok sapi yang pakannya diambilkan dari TPA rerata 1,67 mg/kg dan 11 sampel dari kelompok sapi yang digembalakan di TPA rerata 1,013 mg/kg. Hasil investigasi menunjukkan bahwa sapi-sapi yang memakan sampah terdeteksi kandungan Pb melebihi standart Maksimum Residu Limit (MRL) WHO 0,10 mg/kg dan standart MRL Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 1,0 mg/kg. Perlu penelitian lebih lanjut tentang distribusi logam berat Pb dalam berbagai jaringan tubuh ternak yang digembalakan di TPA dan dilakukan penyuluhan kepada warga yang bertempat tinggal di area TPA tentang bahaya logam berat bagi kesehatan dan perlu dilakukan bimbingan teknis pemeliharaan sapi yang lebih baik.
- ItemInvestigasi Kasus dan Identifikasi Faktor Risiko Kematian Ternak di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, Desember 2018-Januari 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Susilaningrum, Siwi; Mukhtar, Imam; Wibawa, Hendra; Prasetya, Rahendra; Sutopo; MaryonoInvestigasi kasus penyakit telah dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates menindaklanjuti laporan kematian kematian ternak (sapi potong dan kambing) Desa Soko Kec. Tikung, Desa Katemas, Kec. Kembangbahu dan Desa Gedangan, Kec. Sukodadi, Kabupaten Lamongan. Tujuan investigasi adalah mengetahui penyebab kematian dengan mengumpulkan data dan informasi, melakukan pengambilan dan pengujian sampel, mengindentiļ¬ kasi kemungkinan faktor risiko. Sebagai unit epidemiologi adalah pemilik ternak sapi/kambing. Pendekatan sampling menggunakan studi kasus-kontrol, dimana diperoleh dari 11 peternakan kasus dan 15 peternakan kontrol. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan negatif anthraks, tetapi pada pengujian residu pestisida kualitatif ditemukan positif (organofosfat, organoklorin dan karbamat) pada sampel darah, isi rumen, dan tanah dari beberapa peternak yang mati ternaknya dengan tanda klinis di atas. Berdasarkan hasil penyidikan, kemungkinan sumber keracunan berasal dari pakan hijauan yang tercemar pestisida. Hasil analisa kuantitatif menunjukkan bahwa ternak yang diberi pakan hijauan segar dari sawah memiliki risiko keracunan pestisida 8.8x lebih tinggi (95% CI: 0.6-133.6) dibanding ternak yang tidak mengkomsumsi hijauan dari sawah. Sebagai tindak lanjut hasil investigasi perlu dilakukan sosialisasi, bimbingan dan pengawasan penggunaan pestisida yang tepat dan benar sesuai dosis aturan dan tidak berlebihan baik dalam jumlah/volume dan frekuensi penggunaan. Petani diminta untuk memberikan tanda pada sawah yang dimana pestisida digunakan dan peternak sebaiknya tidak mengambil hijauan dari sawah tersebut.
- ItemPemeriksaan Status Kesehatan Banteng Sebelum Dilepasliarkan di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Susilaningrum, Siwi; Sutadi; Isnaini, Fauzan; Arif, Didik; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanDalam rangka mendukung proses pelepasliaran satwa untuk meningkatkan populasi banteng di Taman Nasional Baluran, Tim Balai Besar Veteriner Wates pada tanggal 24-26 Februari 2020 melakukan pengambilan sampel darah, serum, feses dan swab hidung dan dilanjutkan pengujian laboratorium untuk deteksi agen penyakit hewan menular (PHM) yaitu Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Bovine Viral Diarrhea (BVD), Paratubercullosis (ParaTB), Antraks, Septicaemia Epizootica (SE), parasit gastrointestinal dan parasit darah serta gambaran hematologi darah sebelum dilepasliarkan. Hasil pengujian terhadap penyakit hewan menular menunjukkan bahwa secara medis satwa banteng dalam kondisi sehat dan siap untuk dilepasliarkan namun perlu dilakukan pemberian suplemen ataupun vitamin untuk meningkatkan status kesehatan yang lebih baik. Pada periksaan hematologi nilai MCV dan N/L diatas normal akibat dari kekurangan faktor pembentukan darah dan stress. Pemeriksaan klinis secara rutin, penentuan asal satwa, habituasi satwa, penyiapan tempat pelepasan dan monitoring pasca pelepasan, hasil pengujian laboratorium dapat membantu pemulihan populasi banteng di Taman Nasional Baluran, Situbondo.
- ItemProporsi Penyakit Hewan Menular di Unit Pelayanan Teknis Perbibitan Wil.Ker BBVET Wates, Tahun 2015-2020(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Susilaningrum, Siwi; Imran, Kuswari; Wibawa, Hendra; Parmini, Tri; Poermadjaja, Bagoes; Direktorat Kesehatan HewanSesuai dengan Undang-Undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, definisi bibit adalah hewan yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pengembangan usaha perbibitan dan atau pembenihan dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menjamin ketersediaan benih, bibit, dan/ atau bakalan. Selanjutnya, Menteri Pertanian menerbitkan Permentan Nomor 36/Permentan/OT.140/8/2006 tentang sistem perbibitan nasional yang menjamin tersedianya bibit ternak yang memenuhi kebutuhan dalam hal jumlah, standar mutu, syarat kesehatan, syarat keamanan hayati, serta terjaga keberlanjutan yang dapat menjamin terselenggara usaha budidaya peternakan. Dari hasil pengujian dari tahun 2015-2019 diperoleh rerata prevalensi brucellosis, anthraks, trichomonosis, Septicaemia Epizootica (SE) dan Camphylobacter sp. 0%, ParaTb 1,14%, IBR 59,64%, BVD 0.40%, nematoda 19,7%, coccidia 12,2%, Cestodosis 0,942%, fasciolosis 0,23%, anaplasmosis 1.72%, theleriosis 7.1%, mikrofilaria 0% dan babesiosis 0,0004%. Data kasus tertinggi penyakit IBR 71,14% (tahun 2019); ParaTB 1.82% (tahun 2017); BVD 0.90% (tahun 2019) ; parasit gastrointestinal nematodosis 32.30% (tahun 2016); coccidiosis 23,29% (tahun 2018); Cestodosis 2,28% (tahun 2018); Fasciolosis 0,68% (tahun 2018); parasit darah anaplasmosis 0,66% (tahun 2018) dan theileriosis 11,47% (tahun 2019). Sedangkan pada anthraks, trichomonosis, Septicaemia Epizootica (SE) dan Camphylobacter sp. masing-masing prevalensi 0%. UPT Perbibitan bekerja sama dengan Balai Veteriner untuk kegiatan surveilans pengamatan kesehatan hewan secara rutin dilakukan. Balai Besar Veteriner Wates selaku unit pelaksana teknis kesehatan hewan sudah melakukan surveilans pengamatan kesehatan hewan UPT Perbibitan di wilayah kerjanya dengan metode pengambilan sampel darah, serum, feses, swab nasal, preputium wash dan vagina wash, pengujian laboratorium terhadap sampel yang diperoleh dan pengumpulan data pengujian terhadap penyakit hewan menular