Browsing by Author "Susanta, Dwi Hari"
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
- ItemHasil Investigasi Kasus Kematian dan Penurunan Produksi Telur pada Sentra Peternakan Unggas Komersial di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Wibawa, Hendra; Apriliana, Ully Indah; Dharmawan, Rama; Pratamasari, Dewi; Suryanto, Basuki Rochmat; Susanta, Dwi Hari; Farhani, Nur Rohmi; Suhardi; Sari, Desi Puspita; Kumorowati, Enggar; Poermadjaja, BagoesBerbagai permasalahan pernyakit unggas terjadi pada tahun 2017. Walaupun virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) H9N2 berhasil diisolasi dari outbreak penyakit penurunan produksi telur pada peternakan layer di awal 2017, terdapat keraguan apakah kasus ini diakibatkan infeksi tunggal virus H9N2 atau ko-infeksi dengan agen lainnya serta dipengaruhi masalah manajemen peternakan. Selain itu, dilaporkan adanya peningkatan kasus kematian pada broiler sejak pertengahan 2017. Investigasi kasus dilakukan Balai Besar Veteriner Wates dengan tujuan untuk mengetahui distribusi kasus di lapangan, penyebab penyakit, dan faktor resiko yang berkaitan dengan penurunan produksi telur dan kematian pada sentra peternakan unggas komersial di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Metodologi investigasi meliputi pemilihan daerah berdasarkan laporan kasus dan resiko penyakit di daerah populasi tinggi unggas komersial layer, broiler, dan ayam jawa super di 10 kabupaten (Kendal, Semarang, Karanganyar, Sleman, Bojonegoro, Lamongan, Tulungagung, Blitar, Kediri, dan Malang), pengambilan sampel, wawancara dengan peternak, dan uji laboratorium untuk diagnosis dan deteksi agen penyakit, serta identifikasi faktor resiko dengan pendekatan case-control study. Jumlah peternakan yang disurvei sebanyak 58 peternakan komersial Sektor-3, terdiri dari: 35 peternakan layer (550 ekor), 20 broiler (340 ekor), dan 3 jawa super (45 ekor). Definisi kasus ditetapkan berdasarkan tanda klinis: pada layer adalah penurunan produksi telur > 40% dengan atau tanpa disertai kematian; pada broiler dan jawa super adalah gangguan pernafasan, pencernaan, motorik, atau pertumbuhan diikuti kematian > 10%. Teridentifikasi 27 peternakan kasus (case) dan 31 peternakan non-kasus (control). Kasus pada layer terjadi sejak Maret 2017; kematian sporadik pada broiler terjadi pada Juli, September, Desember 2017 dan Januari 2018; dan kematian pada Jawa super terjadi pada November-Desember 2017. Kasus penurunan produksi telur > 40% ditemukan di semua kabupaten, dimana 14 dari 19 kasus pada layer (73.7%) memiliki tanda klinis gangguan pernafasan dan penurunan produksi. Pada broiler dan jawa super, 6 dari 8 kasus penyakit (75.0%) memiliki tanda klinis berak putih, stunting, kesusahan berjalan, dan kematian. Lebih dari 69% unggas layer menunjukkan respon antibodi tinggi (titer HI > 16) terhadap virus ND, AI subtipe H5 (AI-H5), dan AI subtipe H9 (AI-H9). Sebaliknya, proporsi antibodi tinggi terhadap ND, AI-H5, AIH9 pada unggas broiler dan jawa super bervariasi dari 7-51%. Virus AI-H9 tidak terdeteksi di semua peternakan, tetapi virus AI-H5, virus ND, bakteri Mycoplasma gallisepticum, parasit Eimeria sp., perubahan histopatologis inclusion body hepatitis (IBH), kadar protein kasar yang rendah (<18%), dan kandungan aflatoxin yang tinggi (>50 µg/Kg) berhasil dideteksi dari beberapa peternakan dengan tanda-tanda klinis di atas. Hasil ini mengindikasikan bahwa kasus penyakit pada unggas komersial tidak hanya disebabkan oleh infeksi tunggal agen, tetapi lebih bersifat multifaktor, melibatkan beberapa agen dan dipengaruhi kondisi lingkungan/manajemen peternakan. Investigasi lanjutan diperlukan untuk mengetahui apakah antibodi tinggi terhadap H9 disebabkan kekebalan vaksinasi atau akibat paparan infeksi virus AI H9 lapang. Biosekuriti dan manajemen, termasuk perbaikan mutu pakan dan peningkatan kekebalan unggas melalui vaksinasi, perlu ditingkatkan untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang.
- ItemInvestigasi Kematian Ternak Ruminansia Akibat Antraks di Kecamatan Ponjong Gunungkidul Januari 2020(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Ruhiat, Endang; Susanta, Dwi Hari; Wibawa, Hendra; Poermadjaja, Bagoes; Handoko, Anton; Ludiro, Agung; Triana, Nanik; Nugraha, Devi Ardi; Direktorat Kesehatan HewanTelah terjadi kematian sapi dan kambing pada tanggal 16 sampai dengan akhir Desember 2019 di Dusun Ngrejek Wetan dan Ngrejek Kulon, Desa Gombang, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Kematian ternak tersebut terjadi secara beruntun dalam waktu yang berdekatan. Investigasi dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates (BBVet) dan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul pada tanggal 3 dan 4 Januari 2020. Investigasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab kematian ternak, mengetahui pola penyebaran penyakit dan identifikasi faktor risiko yang berperan dalam menimbulkan kejadian penyakit tersebut. Desain studi yang digunakan yaitu kasus kontrol. Definis kasus yang ditetapkan yaitu sapi dan kambing dengan gejala klinis kejang-kejang, ambruk dan dipotong paksa dengan hasil uji laboratorium terhadap sampel tanah dari lokasi penyembelihan positif Bacillus anthracis. Sedangkan unit epidemiologinya yaitu peternak. Metode uji laboratorium yang dilakukan yaitu uji ‘gold standard’ yaitu dengan metode kultur pada media agar darah dan pewarnaan polychrome petheylen blue sedangkan analisa data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Jumlah ternak yang mati sebanyak 3 ekor sapi dan 6 ekor kambing. Sampel yang diuji berupa sampel tanah yang diperoleh dari lokasi pemotongan dan penguburan ternak. Mortalitas ternak sebesar 4,5% (level dusun). Hasil perhitungan odds ratio (OR) faktor risiko jenis ternak, jenis pakan, pengetahuan, perlakuan terhadap ternak sakit yang dipotong dan jika ternak mati dilaporkan tidak memiliki hubungan bermakana dan signifikan terhadap terjadinya kasus antraks. Kematian ternak disebabkan agen penyakit bakteri B. anthracis. Sumber infeksi berasal dari ternak baru (kambing) yang dibeli di pasar hewan tanpa dilakukan tindakan karantina terlebih dahulu dan faktor risiko penyebaran antraks terbatas disebabkan adanya aktivitas peternak/masyarakat yang melakukan penyebelihan ternak sakit dan mati mendadak tanpa pengawasan petugas berwenang (dokter hewan).
- ItemStudi Kasus-Kontrol pada Rumah Tangga Miskin Penerima Ayam Program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (#Bekerja) di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Pratamasari, Dewi; Wibawa, Hendra; Fatiyah, Eni; Shantiningsih, Melia Dwi; Susanta, Dwi Hari; Farhani, Nur Rohmi; Susilaningrum, TH. Siwi; Famia, Zaza; Kumorowati, Enggar; Delviana, Rizky Meityas; Kesumaningrum, Nining; Prayitno, Gugus Eka; Poermadjaja, BagoesDalam kegiatan #BEKERJA telah dilaporkan beberapa kasus kematian ayam dalam waktu 1-2 bulan setelah ayam diterima Rumah Tangga Miskin (RTM). Namun, jumlah kematian yang dilaporkan belum jelas penyebab dan faktor-faktor risikonya. Oleh karena itu, BBVet Wates melakukan monitoring menggunakan pendekatan studi kasus-kontrol (case-control study) di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga, dengan tujuan: a) mengetahui proporsi kematian ayam dengan atau tanpa disertai tanda klinis penyakit, b) mengetahui gambaran pemeliharaan ayam, c) mengetahui faktor-faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya kasus penyakit unggas. RTM digunakan sebagai unit epidemiogi, sedangkan kasus didefi nisikan sebagai kematian ayam lebih dari 20% (>10 dari 50 ekor) pada RTM dan menunjukkan salah satu atau lebih dari tanda klinis penyakit (dijelaskan dalam tulisan). Hasil studi menunjukkan penyusutan ayam #Bekerja disebabkan kematian dan faktor lain (penjualan dan pemotongan ayam oleh RTM). Proporsi kematian ayam yang disertai tanda klinis penyakit mencapai 29.1% di Kabupaten Banyumas dan 27.6% di Kabupaten Purbalingga. Sebagian besar RTM berpendidikan SD/sederajat, tetapi sudah > 5 tahun berpengalaman memelihara ayam sehingga sebagian besar memiliki pengetahuan dasar beternak ayam. Kepala RTM umumnya yang memelihara langsung ayam sehari-hari, dan hanya sebagian kecil dikerjakan orang lain. Sebagian besar RTM menggunakan tipe kandang panggung dan memiliki penerangan di malam hari, tetapi jarang menggunakan alas kandang. Faktor risiko tertinggi terhadap terjadinya penyakit adalah kunjungan RTM ke RTM lain yang tengah atau sebelumnya terjadi kasus (OR=10.48, 95%CI=2.88-53.37, p<0.05). Hal ini dikuatkan dengan hasil analisa kuantitatif keluar-masuk pemilik/RTM ayam ke dalam kandang yang juga tinggi (OR=4.63, 95%CI=1.20-23.85, p<0.05). Ada kemungkinan bahwa pemilik/RTM yang bersangkutan menjadi agen penular terhadap ayamnya sendiri. Bimbingan teknis cara beternak ayam yang baik, peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang risiko penularan penyakit dan bimtek biosekuriti harian kepada RTM perlu ditingkatkan sehingga kasus penyakit dapat ditekan dan ayam akan menghasilkan output dan manfaat lebih kepada RTM.