Browsing by Author "Suriadi, Ahmad"
Now showing 1 - 7 of 7
Results Per Page
Sort Options
- ItemArahan pengembangan komoditas dan teknologi spesifik lokasi Mendukung konservasi lahan Di Lombok Tengah provinsi NTB(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017-06-29) Suriadi, Ahmad; Nasam, M; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku
- ItemAssessing Opportunities to Increase Yield and Profit in Rainfed Lowland Rice Systems in Indonesia(MDPI, 2021-04-15) Erythrina, Erythrina; Anshori, Arif; Bora, Charles Y.; Dewi, Dina O.; Lestari, Martina Sri; Mustaha, Muhammad A.; Remija, Khadijah E.; Rauf, Abdul W.; Mikasari, Wilda; Surdianto, Yanto; Suriadi, Ahmad; Darwis, Valeriana; Syahbuddin, HarisIn this study, we aimed to improve rice farmers’ productivity and profitability in rainfed lowlands through appropriate crop and nutrient management by closing the rice yield gap during the dry season in the rainfed lowlands of Indonesia. The Integrated Crop Management package, involving recommended practices (RP) from the Indonesian Agency for Agricultural Research and Development (IAARD), were compared to the farmers’ current practices at ten farmer-participatory demonstration plots across ten provinces of Indonesia in 2019. The farmers’ practices (FP) usually involved using old varieties in their remaining land and following their existing fertilizer management methods. The results indicate that improved varieties and nutrient best management practices in rice production, along with water reservoir infrastructure and information access, contribute to increasing the productivity and profitability of rice farming. The mean rice yield increased significantly with RP compared with FP by 1.9 t ha 1 (ranges between 1.476 to 2.344 t ha 1 ), and net returns increased, after deducting the cost of fertilizers and machinery used for irrigation supplements, by USD 656 ha (ranges between USD 266.1 to 867.9 ha 1 ) per crop cycle. This represents an exploitable yield gap of 37%. Disaggregated by the wet climate of western Indonesia and eastern Indonesia’s dry climate, the RP increased rice productivity by 1.8 and 2.0 t ha 1 , with an additional net return gain per cycle of USD 600 and 712 ha 1 , respectively. These results suggest that there is considerable potential to increase the rice production output from lowland rainfed rice systems by increasing cropping intensity and productivity. Here, we lay out the potential for site-specific variety and nutrient management 1 with appropriate crop and supplemental irrigation as an ICM package, reducing the yield gap and increasing farmers’ yield and income during the dry season in Indonesia’s rainfed-prone areas.
- ItemPenampilan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Gogo Mendukung Perbenihan Padi Di NTB(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Triguna, Yanti; Suriadi, Ahmad; ; ; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKebutuhan beras terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun sampai sekarang ini pengadaan pangan masih terfokus pada lahan sawah irigasi sementara dari beberapa sisi lahan sawah irigasi subur banyak alih fungsi ke non pertanian. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah Pemanfaatan lahan kering untuk pengembangan padi gogo. Namun permasalahan yang dihadapi petani dalam usaha tani padi gogo salah satunya yaitu petani masih menggunakan benih varietas lokal dari hasil seleksi sendiri karena ketersediaan benih padi gogo bermutu dilapangan sangat terbatas dan belum ada balai benih maupun penangkar yang memproduksi benih padi gogo. Untuk itu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui penampilan dan hasil beberapa varietas unggul padi gogo mendukung perbenihan di NTB. Kajian dilakukan pada lahan Sawah di Desa Pemenang Barat Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara pada bulan Juni sampai September 2015 yaitu musim Kemarau MK1 2015. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 6 Varietas padi Gogo yang diujikan yaitu Inpago 5, Inpago 7, Inpago 8, Inpago, 9, Inpago 10 dan Situbagendit. Hasil kajian menunjukkan bahwa varietas inpago 10 memiliki hasil yang lebih tinggi yaitu 6,1 ton/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya kecuali inpago 8 dengan hasil terrendah yaitu 5,7 ton/ha. Varietas padi gogo yang diuji berpotensi untuk meningkatkan produktivitasi padi dilahan kering karena jika dibandingkan dengan hasil rata-rata padi gogo lahan kering di NTB yaitu hanya 4,06 ton/ha.
- ItemPengaruh Sistem Tanam Terhadap Hasil Dan Komponen Hasil Padi Pada Tekstur Tanah Yang Berbeda(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Hadiawati, Lia; Suriadi, Ahmad; ; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem tanam terhadap hasil dan komponen hasil padi pada dua tekstur tanah berbeda di lahan sawah beririgasi. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 ulangan dilakukan untuk menguji adanya perbedaan antara sistem tanam jarwo 2:1 pada tanah liat (T1), sistem tanam jarwo 2:1 pada tanah pasir berlempung (T2), sistem tanam tandur joged pada tanah liat (T3) dan sistem tanam tandur joged pada tanah pasir berlempung (T4). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa sistem tanam tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah anakan, persentase anakan produktif, dan GKP baik pada tanah liat maupun pasir berlempung. Namun terjadi peningkatan GKP sebesar 19.51% pada sistem tanam jarwo 2:1 dibandingkan dengan sistem tanam tandur joged. Hal tersebut didukung oleh populasi yang lebih rapat (21.22 rumpun m2), sehingga jumlah malai m2 lebih banyak dan bobot 1000 butir yang lebih berat. Pada tanah liat, total bobot kering biomas (45%) dan bobot kering akar (20.52%) juga lebih tinggi daripada tanah pasir berlempung, demikian juga dengan jumlah malai m2 , jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan berat gabah juga cenderung lebih tinggi. Indeks panen tertinggi (0.59) pada T4, dan terendah (0.29) T1. Data tersebut konsisten dengan rasio akar –biomas diatas tanah tertinggi (0.78) pada T4 dan terendah (0.12) pada T1.
- ItemPENURUNAN HASIL BAWANG MERAH AKIBAT KEKERINGAN PADA BEBERAPA FASE PERTUMBUHAN(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Hadiawati, Lia; Suriadi, Ahmad; Irianty, Fenty; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKendala utama pada budidaya bawang merah pada musim kemarau adalah ketersediaan air yang terbatas sehingga tanaman rentan mengalami kekeringan. Pada kasus kekeringan yang parah, petani mengalami kerugian akibat biaya pengairan terlalu tinggi atau produksi terlalu rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penurunan hasil dan pertumbuhan bawang merah akibat kekeringan pada beberapa fase pertumbuhan. Percobaan dilakukan di screen house menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan kekeringan saat bawang merah berumur 30, 40, 50, dan 60 hari setelah tanam (HST) sebagai kontrol. Jumlah ulangan 10 pot dan peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot berangksan kering, jumlah dan ukuran (diameter dan tinggi) umbi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekeringan secara nyata menurunkan berat berangkasan bawang merah sebesar 58.9%, 62.6%, dan 32.0% pada perlakuan umur 30, 40, dan 50 HST secara berurutan. Demikian juga dengan ukuran umbi secara nyata menjadi lebih kecil apabila mengalami cekaman kekeringan lebih awal selama fase tumbuhnya.
- ItemPERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH PADA BERBAGAI DOSIS PEMUPUKAN ZA DI LAHAN TADAH HUJAN BERTANAH ALLUVIAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NTB(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Hadiawati, Lia; Suriadi, Ahmad; Basundari, Fransiska R.A.; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPupuk ammonium sulfat/ZA (Zwavelzure Ammoniak) dapat meningkatkan hasil dan mutu bawang merah sehingga banyak diaplikasikan oleh petani di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pupuk ZA yang tepat untuk mengingkatkan hasil bawang merah di lahan tadah hujan bertanah Alluvial. Penelitian on-farm dilaksanakan di Desa Labuan Lombok Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur-NTB pada bulan Juni sampai Agustus 2017. Penelitian disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 6 taraf perlakuan pupuk ZA yaitu 0/kontrol, 50, 100, 150, 200, dan 250 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada fase pertumbuhan awal sampai umur 40 HST, tanaman bawang merah menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot berangkasan segar paling tinggi pada dosis pupuk ZA 50 kg/ha. Akan tetapi, hasil bawang merah tertinggi dicapai pada dosis pupuk ZA 200 kg/ha. Pada dosis tersebut, hasil bawang merah kering jemur meningkat 41.9% dibandingkan kontrol. Sampai umur 60 HST, secara konsisten dosis pupuk ZA 200 kg/ha memberikan nilai tertinggi untuk hasil segar (3.50 kg/m2), jumlah umbi (8.67), bobot berangkasan segar per rumpun (106.81 gr), jumlah daun per rumpun (40.60 helai), dan tinggi tanaman per rumpun (49.53 cm).
- ItemProduktivitas Cabai Pada Berbagai Jenis Mulsa Di Lahan Kering Iklim Kering Di NTB(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Suriadi, Ahmad; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuCabai merupakan salah satu komoditas strategis nasional yang bernilai ekonomi tinggi. Namun demikian produktivitas cabai ditingkat petani sangat rendah yaitu sekitar 6 ton/ha dibandingkan dengan produktivitas ditingkat penelitian (12-15 ton/ha). Metode budidaya cabai dengan berbagai jenis mulsa memberikan produktivitas cabai yang bervariasi. Namun informasi ini sangat minim untuk lingkungan tumbuh cabai di lahan kering iklim kering. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas cabai rawit pada berbagai jenis mulsa yang ada di tingkat petani. Percobaan ditata dengan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan dan 4 perlakuan yaitu 1) mulsa plastik, mulsa jerami dan tanpa mulsa serta cara petani (tanpa guludan). Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan mulsa berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati. Hasil cabai yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan mulsa plastik lalu diikuti oleh perlakuan mulsa jerami, tanpa mulsa dan yang paling rendah adalah hasil cabai tanpa guludan. Namun demi kian hasil cabai pada perlakuan mulsa plastik tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa jerami namun berbeda nyata dengan tanpa mulsa dan dengan tanpa guludan. Demikian juga parameter tinggi tanaman mengikuti pola parameter hasil tanaman. Dengan demikian dalam budidaya cabai sebaiknya petani menggunakan mulsa jerami untuk meningkatkan hasil cabai disamping dapat menambah bahan organik tanah