Browsing by Author "Sumarno"
Now showing 1 - 20 of 34
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnomali Iklim 2006/2007 dan Saran Kebijakan Teknis Pencapaian Target Produksi Padi(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008-12-16) Sumarno; J. Wargiono; Unang G. Kartasasmita; Andi Hasanuddin; Soejitno; Inu G. IsmailStudi analisis dampak anomali iklim dilaksanakan di enam kabupaten sentra produksi padi, Karawang dan Indramayu (Jawa Barat), Sragen dan Grobogan (Jawa Tengah), Lamongan dan Ngawi (Jawa Timur). Anomali iklim 2006/2007 dicirikan oleh terlambatnya awal musim hujan selama 1-2 bulan, yang berakibat mundurnya waktu tanam padi rendengan (MH 2006/2007) 1-2 bulan. Mundur masa tanam padi di Karawang mencapai 64%, Indramayu 61%, dan rata-rata Jawa Barat 41%. Mundur masa tanam padi di Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing 28%. Masa tanam padi rendengan berlangsung dari Oktober 2006 sampai Maret 2007 secara tidak serempak, bergantung pada kemampuan kelompok tani dalam mengakses sumber air secara swadaya dari sumber air yang ada. Panen padi MH 2006/2007 terjadi secara kontinu, hampir merata dari bulan Februari sampai bulan Juli 2007, puncak panen terjadi pada bulan Maret dan April 2007, tetapi areal panen tidak terlalu luas dibandingkan dengan panen raya pada kondisi iklim normal. Tanam padi gadu MK 2007 mengalami ke- munduran dari normalnya, Maret-Mei, bergeser ke bulan Maret-Juli 2007, dan tanam tidak serempak. Saran kebijakan teknis untuk menyelamatkan produksi padi MK 2007 antara lain: (1) dibentuk Tim Pencukupan Kebutuhan Air di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, dan kecamatan; (2) perbaikan prasarana irigasi; (3) penyediaan benih, pupuk, dan obat-obatan sampai di kios tani pedesaan; dan (4) pengamanan alokasi air irigasi secara adil dan merata. Teknologi untuk mengatasi permasalahan akibat terlambat tanam padi gadu adalah: (1) pengolahan tanah minimal untuk mempercepat tanam; (2) memperpendek waktu balik tanam dengan cara penyiapan pesemaian lebih awal; dan (3) penanaman benih langsung (direct seeding). Anomali iklim tahun 2006/2007 tidak berdampak negatif terhadap produksi padi secara keseluruhan karena produktivitas yang tinggi dari padi rendengan dan padi gadu akibat musim kemarau 2006 yang panjang dan curah hujan 2007 yang normal. Produksi padi di sentra produksi Jawa masih ber- gantung pada air hujan, bendungan yang ada belum mampu mengatasi kerentanan produksi akibat anomali iklim. Ketahanan pangan nasional masih sangat ditentukan oleh pola dan jumlah hujan serta kondisi iklim alamiah. Menghadapi anomali iklim, kesadaran pemakaian air secara hemat, efektif, dan efisien harus disosialisasikan kepada petani.
- ItemBuletin Teknologi dan informasi Pertanian(BPTP Jatim, 1996) Sumarno
- ItemBuletin Teknologi dan informasi Pertanian(BPTP Jatim, 2000) Sumarno
- ItemBuletin Teknologi dan informasi Pertanian(BPTP Karangploso, 1999) Sumarno
- ItemJagung Teknik Produksi dan Pengembangan(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007) Sumarno; Suyamto; Widjono, Adi; Hermanto; Kasim, HusniDewasa ini jagung tidak hanya digunakan untuk bahan pangan, tetapi juga untuk pakan dan bahan baku beberapa industri strategis dengan kebutuhanyang terus meningkat. Produksi nasional jagung tampaknya belum mampumemenuhi semua kebutuhan dalam negeri sehingga adakalanya pemerintah harus mengimpor. Pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi jagung melalui berbagai kebijakan dan program, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi. Penelitian terhadap komoditas ini terus pula dilakukan untuk menghasilkan inovasi teknologi yang mampu memberikan kontribusi bagi upaya peningkatan produksi. Melalui penelitian jangka panjang, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan telah menghasilkan inovasi teknologi jagung dari berbagai aspek. Untuk mendukung upaya peningkatan produksi nasional, hasil-hasil penelitian tersebut antara lain dipublikasikan dalam buku Jagung yang diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1985. Buku ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan dan dijadikan sumber rujukan dalam penelitian dan pengembangan jagung. Dengan makin berkembangnya penelitian dan inovasi teknologi jagung selama dua dasawarsa terakhir, Puslitbang Tanaman Pangan menerbitkan buku Jagung yang baru. Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan telaah pustaka, yang diharapkan dapat menjadi “pegangan utama” bagi penentu kebijakan, akademisi, penyuluh pertanian, peneliti, dan pihak lain yang berminat mengembangkan jagung. Dalam buku setebal lebih dari 500 halaman ini dibahas secara komprehensif tentang morfologi tanaman,plasma nutfah, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas unggul, budi daya, pengelolaan organisme pengganggu tanaman, pascapanen, pengolahan jagung untuk pakan dan pangan, baik secara tradisional maupun modern, sosial-ekonomi, dan aspek kebijakan
- ItemJerami Padi(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007-12-16) A. Karim Makarim; Sumarno; Suyamto; Hermanto; SunihardiJerami padi memiliki banyak manfaat. Di Cina, limbah tanaman padi ini dimanfaatkan untuk bahan kompos, pakan ternak, mulsa untuk tanaman sayuran dan buah-buahan, bahan bakar di rumah tangga, bahan industri kerajinan, atap rumah, dan media tumbuh jamur merang. Tidak ada jerami yang dibakar di ladang atau di sawah. Di Jepang, jerami padi umumnya dikomposkan atau dimasukkan ke dalam tanah saat membajak setelah dipotongpotong dan dikeringkan. Budaya membakar jerami sudah di- tinggalkan petani sejak akhir tahun 1990an. Di Korea, jerami padi umumnya dimanfaatkan untuk bahan kompos, pakan ternak, media tumbuh jamur, mulsa sayuran, atap, dan tidak ada budaya membakar jerami. Di Indonesia, sebagian besar petani menganggap jerami padi tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan dianggap sebagai limbah yang mengganggu pengolahan tanah dan penanaman padi. Oleh karena itu, mereka membiarkan jerami miliknya diambil oleh orang lain atau membakarnya di tempat. Sebagaimana diketahui, membakar jerami menimbulkan banyak kerugian, terutama merusak lingkungan dan keseimbangan hayati. Buku ini berisikan informasi yang cukup komprehensif tentang pengelolaan dan pemanfaatan jerami padi. Dengan pengelolaan yang tepat, limbah tanaman ini dapat memberikan banyak manfaat, antara lain sebagai sumber hara tanaman, bahan organik, dan pembenah tanah yang berdampak terhadap peningkatan hasil tanaman.
- ItemKacang Gude(BALAI PENELITIAN TANAMAN PANGAN MALANG, 1989-12-16) Suwasik Karsono; SumarnoKacang gude sebenarnya sudah cukup lama dibudidayakan oleh petani di Indonesia, namun tidak secara luas. Penelitian terhadap tanaman kacang gude masih sedikit sekali dilakukan bila dibandingkan dengan penelitian terhadap kacang-kacangan lain. Buku ini berusaha menghimpun hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan yang dilaksanakan oleh Balittan Malang, Bogor, Maros dan Sukamandi. Sebagian dana penelitian tersebut berasal dari ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Cooperation) melalui kerjasama Badan Litbang Pertanian-ACIAR. Semoga dengan diterbitkanya buku ini dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat pertanian di Indonesia.
- ItemKonsep Pelestarian Sumber Daya Lahan Pertanian dan Kebutuhan Teknologi(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2012-11-15) SumarnoSumber daya lahan pertanian (SDLP) Indonesia sebagian besar bertopografi lereng sehingga terancam kerusakan lebih cepat. Pelestarian SDLP adalah “Seluruh tindakan pengelolaan dan penggunaan SDLP untuk usaha pertanian yang produktif dan menguntungkan, berbarengan dengan upaya pelestarian, pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan mutu SDLP, serta pemeliharaan keseimbangan ekologis untuk memperoleh sistem produksi yang berkelanjutan” (TAC 1988). Pelestarian SDLP perlu memenuhi kriteria (TAC 1988, Havener 1989): (1) sebagai bagian integral dari teknik budi daya dan sistem produksi pertanian, (2) merupakan kesadaran petani atas dasar pemahaman makna, manfaat dan keuntungan bagi petani, (3) menerapkan teknik yang tepat, efektif dan dilakukan secara kontinu, (4) menyertakan program penyuluhan, pelatihan dan keterampilan teknis pelestarian SDLP, (5) pelestarian SDLP sebagai program penyuluhan disertai demonstrasi teknologi, (6) tersedia buku pedoman pelestarian SDLP yang mudah dipahami oleh penyuluh dan petani.
- ItemManajemen Penelitian dan Pengembangan Pertanian(IAARD Press, 2016) Sumarno; Harnowo, DidikBuku Manajemen Penelitian dan Pengembangan Pertanian ini dimaksudkan sebagai acuan teknis para pejabat manajemen Eselon II, III, dan IV dalam rangka memimpin program penelitian pada unit kerjanya, untuk memperoleh inovasi teknologi seperti yang disebutkan di atas. Kami menganjurkan kepada para pejabat struktural Eselon II. III dan IV, terutama yang membidangi hal-hal teknis, untuk mempelajari buku ini dan menerapkannya atau mengadaptasikan dengan kondisi unit kerja masing-masing.
- ItemMembumikan IPTEK Pertanian. Seri 1(IAARD Press, 2012-08) Sumarno; Soedjana, Tjeppy D.; Suradisastra, Kedi; Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianPemerintah telah menetapkan sejumlah target dalam pembangunan pertaniain, termasuk dalam kaitannya dengan Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3MI). Sektor pertanian masih dipandang penting dan strategis sebagai salah satu sektor penting untuk memperkokoh ketahanan pangan, mengentaskan kemiskinan di perdesaan, dan membangun agro-industri. Tantangan pembangunan pertanian semakin "berat" dan kompleks, diantaranya adalah perubahan iklim, pertambahan penduduk, konversi lahan yang sulit dibendung, degradasi dan fragmentasi lahan, sert aperubahan pasar pangan global, terutama konversi pangan ke bioenergi.
- ItemMembumikan IPTEK Pertanian. Seri 2(IAARD Press, 2013) Sumarno; Soejana, Tjeppy D.; Suradisastra, Kedi; Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianPembangunan pertanian di Indonesia sebagaimana di negara lain senantiasa dilandasai oleh hasil inovasi para penelitinya. Keberhasilan swasembada beras beberapa waktu yang lalu merupakan salah satu contoh keberhasilan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta pengembangan ilmu dan teknologi pertanian terutama adanya varietas baru tanaman hasil inovasi para pemulia tanaman serta dukungan paket teknologinya dari peneliti Indonesia.
- ItemAn Overview Soybean Production in Indonesia(Central Research Institute for Food Crops, 2001-02) Sumarno; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
- ItemPemahaman dan Kesiapan Petani Mengadopsi Padi Hibrida(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008-12-16) Sumarno; J. Wargiono; U.G. Kartasasmita; Inu G. Ismail; J. SoejitnoPadi hibrida dianjurkan sebagai komponen teknologi dalam Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) sejak MT 2006/2007. Untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kesiapan petani dalam mengadopsi padi hibrida, dilakukan penelitian di enam kabupaten sentra produksi padi, masing-masing dua kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Penelitian menggunakan metode Pemahaman Pedesaan Partisipatif (Participatory Rural Appraisal), dengan responden kelompok tani padi, dua kelompok tani per kecamatan, dua kecamatan per kabupaten. Petani padi umumnya belum memahami berbagai aspek teknis varietas hibrida. Hibrida sebagai salah satu bentuk varietas, oleh petani diposisikan sejajar dengan nama varietas, sehingga semua varietas hibrida dinilai sama, dan nama varietas hibrida tidak dipentingkan. Petani belum memahami cara produksi benih padi hibrida, dan tidak mengerti alasan harga benih padi hibrida yang sangat mahal. Oleh sebagian petani, harga benih padi hibrida yang tinggi dianggap sebagai jaminan produktivitas yang tinggi. Harapan petani terhadap produktivitas padi hibrida sangat tinggi 20-60% di atas produksi varietas inbrida. Teknik budi daya padi hibrida yang tepat juga belum diketahui oleh petani. Dibandingkan dengan tanaman yang dikawal oleh peneliti-penyuluh, tanaman padi hibrida petani menunjukkan stabilitas hasil yang lebih rendah. Adopsi padi varietas hibrida pada tahun 2008-2009 diperkirakan masih rendah, karena harga benih yang dinilai mahal. Demo area padi hibrida skala luas diperlukan, 100-500 ha pada sentra produksi padi guna menyakinkan petani akan keunggulan padi hibrida. Untuk menyiapkan petani agar mengadopsi varietas hibrida disarankan hal-hal berikut: (1) lokakarya dan pelatihan padi hibrida bagi pejabat dinas pertanian dan penyuluh, (2) pelatihan dan penyuluhan padi hibrida diintensifkan, (3) penyediaan teknologi budi daya yang bersifat spesifik agroekologi, (4) sekolah lapang teknik budi daya padi hibrida pada areal demo 100-500 ha/ hamparan, (5) pemberian subsidi harga benih, (6) pelepasan varietas hibrida perlu persyaratan heterosis minimal 20% dan bersifat stabil, (7) guna menanggapi kekhawatiran masyarakat bahwa petani kehilangan kemandiriannya dalam penguasaan peyediaan benih, padi hibrida dianjurkan ditanam petani yang mengelola lahan seluas minimal 1 ha. Pilihan varietas yang paling tepat menurut petani merupakan penentu produktivitas yang terpenting, sehingga apabila varietas hibrida yang adaptif, berproduktivitas tinggi dan stabil telah teridentifikasi, maka adopsi varietas hibrida diperkirakan berjalan lebih cepat.
- ItemPemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah sebagai Komponen Teknologi Pertanian(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008-12-16) Rasti Saraswati; SumarnoPemakaian pupuk sintetis yang makin meningkat setiap tahun mengindikasikan terjadinya penurunan efisiensi pemupukan. Berbagai teknik pemupukan di- kembangkan untuk mengurangi kehilangan N, namun efisiensi penggunaan pupuk N belum optimal. Efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan dengan menggunakan mikroba fiksasi N2 , pelarut hara P dan K, dan pemacu pertumbuhan tanaman. Penggunaan mikroba penyubur tanah dapat menyediakan hara bagi tanaman, melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, menyediakan metabolit pengatur tumbuh dan menstimulasi sistem perakaran agar ber- kembang sempurna. Teknologi mikroba penyubur tanah yang dikenal sebagai pupuk hayati (pupuk mikroba) merupakan produk biologi aktif yang terdiri atas mikroba penyubur tanah untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah. Dari aspek kemajuan teknologi, pemanfaatan mikroba sebagai pupuk hayati di Indonesia belum sepenuhnya berkembang, terutama karena belum adanya standar dan sistem pengawasan mutu pupuk hayati yang beredar di pasaran. Agar pemanfaatan pupuk hayati berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani, maka teknologi pupuk hayati yang dimanfaatkan harus sudah matang, teruji dengan tingkat efisiensi tinggi dan memenuhi baku mutu. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pupuk hayati adalah: (1) pupuk hayati merupakan makhluk hidup yang perlu dipelihara dan memerlukan penanganan yang khusus agar tetap hidup sebelum diaplikasi- kan dan dapat berkembang di dalam tanah setelah inokulasi, (2) cara pengiriman pupuk hayati kepada pengguna (petani) dan cara penyimpanannya agar mikroba yang dikandungnya tetap hidup. Oleh karena itu, dalam pemanfaatannya diperlukan penyuluhan agar pemanfaatan pupuk hayati berdampak terhadap peningkatan produksi dan pendapatan usahatani. Penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat mendukung program kelestarian lahan dan penyelamatan ekosistem. Pemahaman proses dan strategi pemanfaatan pupuk hayati untuk memperbaiki kualitas tanah, dan memelihara keanekaragaman hayati akan menunjang keberlanjutan produktivitas lahan pertanian.
- ItemPengayaan Kandungan Bahan Organik Tanah Mendukung Keberlanjutan Sistem Produksi Padi Sawah(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009-12-16) Sumarno; Unang G. Kartasasmita; Djuber PasaribuTeknologi budi daya padi, yang berlaku sejak tahun 1970-an mengabaikan penggunaan bahan organik sebagai pembentuk kesuburan tanah sawah dan petani menjadi bergantung sepenuhnya pada pupuk anorganik. Kandungan bahan organik tanah sawah menurun hingga mencapai batas kritis, yang oleh segolongan masyarakat direspon dengan teknologi ìhanya menggunakan masukan organikî dan menolak digunakannya pupuk anorganik. Pada sistem ekologi alamiah yang seimbang dan berkelanjutan, daur ulang unsur karbon dan hara tanah lainnya terjadi secara tertutup in situ. Namun hal ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan acuan sistem produksi pertanian berkelanjutan. Dalam sistem produksi pertanian berkelanjutan, selain aspek kelestarian dan mutu sumber daya dan lingkungan, mempersyaratkan aspek ekonomi, sosial dan kecukupan pangan keluarga, masyarakat dan seluruh warga bangsa, sehingga mengharuskan diperolehnya hasil panen yang optimal, yang berakibat terjadinya ekspor (pengeluaran) senyawa karbon dan hara lain dari ekologi lahan sawah. Sistem produksi berkelanjutan pada lahan sawah, diperoleh dengan menyediakan hara tanaman secara optimal yang berasal dari bahan organik dan pupuk anorganik. Bahan organik dalam tanah membangun kesuburan tanah secara fisik, kimiawi dan biologis, yang tidak dapat digantikan oleh sarana produksi lain. Saran kebijakan untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah meliputi memasukkan bahan organik sebagai bagian integral anjuran dosis pupuk; penggalakan kegiatan penyuluhan untuk pemahaman dan penyadaran petani akan pentingnya bahan organik sebagai pembentuk dan pemelihara kesuburan tanah, pembuatan peraturan daerah tentang larangan pembakaran jerami; pemberian insentif industri pengolahan limbah organik menjadi kompos; pembuatan ketentuan baku-mutu produk kompos; pengaitan tindakan pengayaan kandungan bahan organik tanah dengan kesempatan petani untuk dapat membeli pupuk anorganik bersubsidi; dan perlombaan antarhamparan lahan sawah dengan insentif hadiah. Disarankan untuk dicanangkan Gerakan Nasional Pengayaan Kandungan Bahan Organik Tanah Sawah (PBOT) selama lima tahun (2010-2015) guna mencapai kandungan bahan organik tanah lebih dari 1,5% dan tidak perlu mempermasalahkan kontroversi teknologi pertanian ìnon-organikî atau ìorganikî, karena pengembalian bahan organik ke dalam tanah memang merupakan bagian integral dari teknologi maju. Sumber hara berasal dari bahan organik bersifat komplementer dengan pupuk anorganik dalam penyediaan hara tanaman secara optimal bagi diperolehnya produksi padi yang optimal-ekonomis dan berkelanjutan.
- ItemPengelolaan Lahan Sawah dan Reorientasi Target Alih Teknologi Usahatani Padi di Jawa(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2010-12-16) Sumarno; U.G. Kartasasmita; Lukman HakimPemilik lahan tidak selalu harus melakukan pengelolaan usahatani padi sendiri, apabila memiliki kesempatan usaha di luar pertanian. Untuk memperoleh informasi perubahan status penguasaan lahan dan pengelolaan usahatani padi sawah di sentra produksi padi di Jawa dilakukan penelitian di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, pada tahun 2009, masing-masing mengambil sampel dua kabupaten sentra produksi padi sawah, di ketiga provinsi tersebut, yakni Karawang dan Subang di Jawa Barat, Klaten dan Boyolali di Jawa Tengah, dan Ngawi dan Pasuruan di Jawa Timur. Setiap kabupaten diwakili oleh dua kecamatan, dan di setiap kecamatan diwawancarai minimal dua kelompok tani responden. Luas pemilikan lahan sawah dari 70% petani responden di tiga provinsi tersebut berkisar antara 0,2-0,4 ha/RTP (rumah tangga petani), yang mengindikasikan kecilnya skala usahatani sebagian besar petani padi di Jawa. Sebanyak 45% petani pemilik lahan menyakapkan lahan sawahnya, dan 55% pemilik lahan berfungsi sebagai petani operator. Tingkat penyakapan lebih dari 50% pemilik lahan terdapat di Klaten dan Boyolali, tetapi hanya 15% di Subang. Di Karawang, Ngawi, dan Pasuruan, penyakapan lahan mencapai 40-48%. Alasan utama pemilik lahan menyakapkan lahan adalah kecilnya pendapatan usahatani padi yang diperoleh dari lahan sempit, sehingga petani pemilik lahan memilih usaha di bidang nonpertanian. Penyakap adalah petani penggarap tanpa lahan, yang memperoleh bagian 25-35% dari hasil panen bersih. Penguasaan teknologi oleh petani penyakap pada umumnya masih rendah, rata-rata 63%. Intensitas kontak antara petani penyakap dengan penyuluh pertanian pada umumnya rendah, informasi teknologi lebih sering diperoleh dari petugas sales atau petani tetangga. Oleh karena itu, penyuluhan perlu lebih memprioritaskan kepada petani penyakap dan petani yang memiliki lahan sempit, kurang dari 0,34 ha/RTP, yang merupakan bagian terbesar dari pelaku usahatani padi di Jawa. Masih rendahnya penguasaan teknologi oleh petani memberikan implikasi perlunya peningkatan penguasaan teknologi oleh penyuluh pertanian, dengan meningkatkan hubungan kerja fungsional yang lebih intensif antara penyuluh dengan peneliti. Penyakapan diperkirakan akan terus meningkat porsinya karena banyaknya petani yang tidak mempunyai lahan. Diperlukan ketentuan baku pembagian hasil panen yang saling menguntungkan antara pemilik lahan dan petani penyakap, dan secara keseluruhan perlu dibangun sistem insentif ekonomi bagi petani padi dalam sistem produksi pangan nasional.
- ItemPengelolaan Plasma Nutfah secara Terpadu Menyertakan Industri Perbenihan(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007-12-16) Nani Zuraida; SumarnoPlasma nutfah sering disalah-maknai dengan keanekaragaman hayati atau kumpulan berbagai spesies tahaman. Padahal plasma nutfah atau sumber daya genetik adalah koleksi keragaman (fenotipik dan genotipik) dalam masing- masing spesies tanaman. Kesalahpahaman makna tersebut mengakibatkan kegiatan konservasi ìplasma nutfahî menjadi tidak kena sasaran. International Plant Genetic Resources Institute menekankan pentingnya pemerintah nasional (negara) mengelola plasma nutfah sejalan dengan ketentuan National Soverignity Right of Plant Genetic Resources/CBD. Pengelolaan plasma nutfah merupakan kegiatan penggunaan dana (cost center), tanpa secara langsung menghasilkan pemasukan uang. Pemerintah yang mendanai kegiatan demikian pada umumnya tidak dapat menyediakan pembiayaan secara cukup dan berkelanjutan. Perusahaan benih yang memanfaatkan penjualan benih varietas unggul secara komersial sewajarnya ikut mendanai pengelolaan plasma nutfah atas dasar iuran wajib (check off) dari hasil penjualan benih. Ketersediaan varietas unggul yang benihnya dijual oleh perusahaan benih, berasal dari pemanfaatan plasma nutfah. Pengelolaan plasma nutfah secara teknis yang meliputi evaluasi, identifikasi sifat penting, studi genetik, pemanfaatan gen ke dalam varietas unggul harus melibatkan peneliti multi disiplin, perusahaan benih, masyarakat konsumen dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) agar efektif dan optimal. Kerja secara tim terdiri dari pihak-pihak yang berkepentingan ini diistilahkan sebagai tim GEUC (Genetic Evaluation, Utilization and Commercialization). Di negara-negara lain pengelolaan plasma nutfah tanaman dilakukan oleh Pemerintah Pusat dilengkapi unit Regional yang ditugasi mengkoleksi plasma nutfah jenis-jenis tanaman spesifik. Indonesia belum mengelola plasma nutfah semua jenis tanaman secara nasional dan dinilai tertinggal dibandingkan negara lain
- ItemPenggunaan Bioteknologi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah Tumbuhan untuk Perakitan Varietas Unggul(Sekretariat Komisi Nasional Plasma Nutfah, 2002) Sumarno; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianPelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan dalam waktu 20 tahun ke depan (atau bisa lebih) masih harus ditangani secara teknik konvensional, yaitu dengan konservasi ex situ atau in situ, dalam wujud seluruh tanaman atau benih, disertai rejuvinasi dan pelestarian jangka panjang dalam ruang pendingin. Pemanfaatan plasma nutfah sebagai sumber daya genetik terutama adalah berfungsi sebagai donor gen, untuk tetua persilangan, atau sebagai materi seleksi, dalam rangka perakitan varietas unggul. Teknik bioteknologi, yang beroperasi pada tataran jaringan, sel, atau DNA tanaman, berfungsi mendukung kegiatan pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah, dalam perakitan varietas unggul. Untuk tanaman tertentu (spesifik) seperti tebu, anggrek, pelestarian plasma nutfah menggunakan kultur jaringan mungkin dapat menggantikan teknik konvensional penanaman di lapang. Bioteknologi juga berfungsi mendukung perakitan varietas unggul, dan tidak dapat dipisahkan dari teknik konvensional hibridisasi dan seleksi. Bidang cakupan kerja operasional antara pengelolaan sumber daya genetik plasma nutfah dan pengelolaan gen pada bioteknologi sangat berbeda, oleh karena itu hams ditangani oleh tenaga-tenaga ahli yang berbeda. Pada saat ini sistem pengelolaan plasma nutfah tumbuhan di Indonesia masih lemah dan kalah maju dibandingkan dengan negara lain. Untuk meningkatkan kinerja sistem pengelolaan plasma nutfah perlu dibentuk Lembaga Plasma Nutfah Nasional, dengan memprioritaskan penggunaan teknik konvensional dalam program pengelolaannya.
- ItemPENGKAJIAN TEKNIK PRODUKSI BENIH VARIETAS UNGGUL KACANG HIJAU(BPTP Karangploso, 1999) GATOT KUSTIONO; Sahun; Sumarno