Browsing by Author "Suhardi"
Now showing 1 - 9 of 9
Results Per Page
Sort Options
- ItemAnalisa Hasil Diagnosa Penyakit Reproduksi Sapi pada Kegiatan Penanggulangan Gangguan Reproduksi Tahun 2015, 2017, dan 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Suhardi; Sudarsono, Indarto; NuryadiSelama tiga tahun, tahun 2015, 2017, dan 2018, BBVet Wates mendapat tugas untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi (gangrep) pada sapi dan kerbau. Target masingmasing tahun secara berurutan sejumlah 203.850 ekor, 167.676 ekor dan 141.400 ekor, untuk Provinsi JawaTengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Realisasi target tersebut dapat dicapai oleh BBVet Wates, bahkan pada dua tahun pertama realisasi target mencapai 101%. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penyakit reproduksi utama yang dijumpai atau dilaporkan pada pelaksanaan gangrep selama tiga tahun tersebut. Hasil diagnosa gangrep di lapangan menunjukkan bahwa lebih dari10 macam penyakit reproduksi yang ditemukan.Tetapi dua diagnosa yang yang sering ditemukan oleh para dokter hewan di lapangan yaitu diagnosa hypofungsi ovarium dan silent heat. Kedua diagnosa itu selalu mendominasi baik di tahun 2015, 2017 dan 2018. Pada tahun 2015 diagnosa hipofungsi ovaria sebesar 38,51 % dan silent heat 22,73%. Tahun 2017 hipofungsi ovaria 31,83% dan silent heat 39.13%, sedangkan pada tahun 2018 diagnosa hipofungsi ovaria sebesar 31,10 % dan kasus silent heat 33,95%. Hasil diagnose gangrep dari tahun 2015 mengindikasikan bahwa banyak sapi yang bermasalah pada ovariumnya, dimana hal ini membutuhkan terapi dan penanganan yang serius. Sebaliknya pada tahun 2017 dan 2018 diagnosa hipofungsi ovarium lebih rendah dibandingkan dengan diagnosa silent heat , dimana hal ini mengindikasikan bahwa kondisi reproduksi sapi lebih baik dari tahun 2015. Silent heat terjadi pada kondisi siklus reproduksi dan ovulasi yang sudah normal, akan tetapi belum menampakkan gejala birahi yang nyata, karena masih minimya hormon estrogen yang dikeluarkan oleh folikel ovarium. Melihat perbandinagan diagnosa di atas menjelaskan bahwa di tahun 2017 dan 2018 kondisi reproduksi sapi betina se wilayah kerja BBVet Wates lebih baik dari pada tahun 2015. Peran dari kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi dapat memperbaiki tampilan reproduksi sapi betina.
- ItemEkobiologi Patogen: Perspektif dan Penerapannya dalam Pengendalian Penyakit(Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2005) Suhardi; Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura
- ItemHasil Investigasi Kasus Kematian dan Penurunan Produksi Telur pada Sentra Peternakan Unggas Komersial di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Wibawa, Hendra; Apriliana, Ully Indah; Dharmawan, Rama; Pratamasari, Dewi; Suryanto, Basuki Rochmat; Susanta, Dwi Hari; Farhani, Nur Rohmi; Suhardi; Sari, Desi Puspita; Kumorowati, Enggar; Poermadjaja, BagoesBerbagai permasalahan pernyakit unggas terjadi pada tahun 2017. Walaupun virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) H9N2 berhasil diisolasi dari outbreak penyakit penurunan produksi telur pada peternakan layer di awal 2017, terdapat keraguan apakah kasus ini diakibatkan infeksi tunggal virus H9N2 atau ko-infeksi dengan agen lainnya serta dipengaruhi masalah manajemen peternakan. Selain itu, dilaporkan adanya peningkatan kasus kematian pada broiler sejak pertengahan 2017. Investigasi kasus dilakukan Balai Besar Veteriner Wates dengan tujuan untuk mengetahui distribusi kasus di lapangan, penyebab penyakit, dan faktor resiko yang berkaitan dengan penurunan produksi telur dan kematian pada sentra peternakan unggas komersial di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Metodologi investigasi meliputi pemilihan daerah berdasarkan laporan kasus dan resiko penyakit di daerah populasi tinggi unggas komersial layer, broiler, dan ayam jawa super di 10 kabupaten (Kendal, Semarang, Karanganyar, Sleman, Bojonegoro, Lamongan, Tulungagung, Blitar, Kediri, dan Malang), pengambilan sampel, wawancara dengan peternak, dan uji laboratorium untuk diagnosis dan deteksi agen penyakit, serta identifikasi faktor resiko dengan pendekatan case-control study. Jumlah peternakan yang disurvei sebanyak 58 peternakan komersial Sektor-3, terdiri dari: 35 peternakan layer (550 ekor), 20 broiler (340 ekor), dan 3 jawa super (45 ekor). Definisi kasus ditetapkan berdasarkan tanda klinis: pada layer adalah penurunan produksi telur > 40% dengan atau tanpa disertai kematian; pada broiler dan jawa super adalah gangguan pernafasan, pencernaan, motorik, atau pertumbuhan diikuti kematian > 10%. Teridentifikasi 27 peternakan kasus (case) dan 31 peternakan non-kasus (control). Kasus pada layer terjadi sejak Maret 2017; kematian sporadik pada broiler terjadi pada Juli, September, Desember 2017 dan Januari 2018; dan kematian pada Jawa super terjadi pada November-Desember 2017. Kasus penurunan produksi telur > 40% ditemukan di semua kabupaten, dimana 14 dari 19 kasus pada layer (73.7%) memiliki tanda klinis gangguan pernafasan dan penurunan produksi. Pada broiler dan jawa super, 6 dari 8 kasus penyakit (75.0%) memiliki tanda klinis berak putih, stunting, kesusahan berjalan, dan kematian. Lebih dari 69% unggas layer menunjukkan respon antibodi tinggi (titer HI > 16) terhadap virus ND, AI subtipe H5 (AI-H5), dan AI subtipe H9 (AI-H9). Sebaliknya, proporsi antibodi tinggi terhadap ND, AI-H5, AIH9 pada unggas broiler dan jawa super bervariasi dari 7-51%. Virus AI-H9 tidak terdeteksi di semua peternakan, tetapi virus AI-H5, virus ND, bakteri Mycoplasma gallisepticum, parasit Eimeria sp., perubahan histopatologis inclusion body hepatitis (IBH), kadar protein kasar yang rendah (<18%), dan kandungan aflatoxin yang tinggi (>50 µg/Kg) berhasil dideteksi dari beberapa peternakan dengan tanda-tanda klinis di atas. Hasil ini mengindikasikan bahwa kasus penyakit pada unggas komersial tidak hanya disebabkan oleh infeksi tunggal agen, tetapi lebih bersifat multifaktor, melibatkan beberapa agen dan dipengaruhi kondisi lingkungan/manajemen peternakan. Investigasi lanjutan diperlukan untuk mengetahui apakah antibodi tinggi terhadap H9 disebabkan kekebalan vaksinasi atau akibat paparan infeksi virus AI H9 lapang. Biosekuriti dan manajemen, termasuk perbaikan mutu pakan dan peningkatan kekebalan unggas melalui vaksinasi, perlu ditingkatkan untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang.
- ItemInovasi Teknologi Olahan Berbasis Buah-Buahan(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, 2009) Yuniarti; Suhardi; Pangarso, Nugroho; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
- ItemInovasi Teknologi Prodük Olahan Berbasis Buah-buahan(BPTP Jatim, 2009-03-13) YUNIARTI; Suhardi; Nugroho Pangarso-
- ItemKERAGAAN LIMA VARIETAS JAGUNG KOMPOSIT DI DESA ASMOROBANGUN, KECAMATAN PUNCU KABUPATEN KEDIRI(BPTP Jatim, 2007) YUNIASTUTI, Sri; SuhardiSebagian besar masyarakat di lokasi Prima Tani Kab. Kediri telah membudidayakan jagung dengan menggunakan jenis unggul hibrida, meskipun tidak sedikit pula yang menggunakan benih turunan jenis hibrida dari tanaman yang telah ditanam sendiri, sehingga produktivitasnyapun rendah. Musim tanam pertama masyarakat tidak mengalami masalah air, sedangkan pada musim tanam kedua terdapat resiko kegagalan panen karena pasokan air hujan tidak mencukupi sampai tanaman berproduksi sehingga petani mengalami kerugian. Oleh karena itu diperlukan pengenalan varietas unggul baru jagung komposit yang adaptif sesuai dengan kondisi lingkungan di desa Asmorobangun, kec. Puncu, Kab. Kediri dengan harga benih yang relatif lebih murah, tidak memerlukan input tinggi dan lebih toleran terhadap kekurangan air. Benih jagung komposit yang digunakan untuk demoplot berasal dari Balitjas Maros dengan kelas FS, sebanyak 5 varietas yaitu varietas Bisma, Sukmaraga, Lamuru, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih. Tanam dilakukan pada bulan April sampai Juli tahun 2007 yaitu musim tanam jagung kedua. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang 2 t, Urea 300 kg, SP-36 50 kg dan KCl 50 kg per hektar. Hasil pertumbuhan kelima varietas unggul jagung komposit rata-rata mempunyai postur tanaman lebih tinggi (169,5 – 237,5 cm) dibanding jenis hibrida yang ditanam di lokasi yang sama, sehingga banyak yang mengalami rebah. Hasil panen pipil kering tertinggi pada varietas Bisma yaitu 52,41 ku/ha, kemudian diikuti oleh varietas Sukmaraga (41,10 ku/ha), Srikandi Kuning (36,19 t/ha), Srikandi Putih (23,79 ku/ha) dan terendah pada varietas Lamuru (9,10 t/ha). Dari hasil panen tersebut masyarakat tertarik pada varietas Bisma dan Sukmaraga karena hasilnya bisa bersaing dengan varietas hibrida yang biasa mereka tanam. Varietas Bisma, Sukmaraga dan Srikandi Kuning lebih disukai perajin untuk pengolahan tortilla karena warnanya lebih menarik.
- ItemPENGKAJIAN PEGOLAHAN KRUPUK TEPUNG UBIKAYU DENGAN IKAN MENDUKUNG PENINGKATAN PENDAPATAN DAN GIZI MASYARAKAT(PSE, 2002) SUHARDJO; Suhardi; Bonimin
- ItemPENGKAJIAN PENGELOLAAN SUSU KEDELAI MENDUKIUNG AGROINDUSTRI PEDESAAN(PSE, 2002) SUHARJO; Suhardi; Bonimin
- ItemStandar operasional prosedur (S.O.P) Produksi bunga potong krisan (Dendrathema grandiflora tzvelev Syn.) Kabupaten Kulon Progo(BPTP Yogyakarta, 2014) Suhardi; Tri Martini; Evy Pujiastuti; Budi Setyono; Hano hanafi; Juliwati; Murni; Endah sri P; Winarno