Browsing by Author "Sipi, Surianto"
Now showing 1 - 8 of 8
Results Per Page
Sort Options
- ItemKAJIAN SISTEM INTEGRASI PADI-ITIK PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DENGAN DUKUNGAN SUMBER DAYA LOKAL DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Alimuddin; Sipi, Surianto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratTujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan paket teknologi integrasi spesifik lokasi berbasis sumber daya lokal dalam rangka meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini dilaksanakan di Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Papua Barat pada bulan Maret sampai November 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daya dukung sumber daya alam Papua Barat sangat baik untuk penerapan sistem usaha tani integrasi padi-itik. Hasil tanaman padi yaitu 3,4 ton/ha, sementara persentase hasil telur itik tertinggi yaitu 92,1 % pada bulan juli. Komposisi pakan yang menggunakan sumberdaya lokal yaitu singkong, dedak padi dan keong mas mampu meningkatkan kemampuan bertelur ternak itik. Pendapatan petani (Pola Petani) adalah Rp. 6.035.000, dengan nilai R/C 2,4 dan nilai B/C 1,4 sedangkan pendapatan Pola Integrasi sebesar Rp. 11.625.000 untuk tanaman padi dengan nilai analisis rasio R/C 3,5 dan B/C 2,5. Tambahan hasil dari ternak itik sebesar Rp. 5.375.000 dengan nilai rasio R/C 1,6 dan B/C 0,6. Sedangkan nilai MBCR = 2,2 sehingga tingkat kelayakan introduksi tergolong baik dan menguntungkan bagi petani. Sementara hasil perhitungan imbalan kerja petani mencapai (IK) Rp. 141.667/HOK.
- ItemPENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI DAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DI KABUPATEN MANOKWARI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Sipi, Surianto; Subiadi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratKomoditas tanaman pangan terutama beras memilik peran strategis dalam pembangunan nasional. Selain menjadi komoditi strategis nasional, beras juga menjadi komoditi prioritas dalam hal kegiatan penelitian dan pengembangan. Peran penelitian sangat penting dalam hal perakitan komponen unggul dalam proses produksi. Salah satu upaya peningkatan produksi yaitu melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang telah dilakukan sejak tahun 2008. Kabupaten Manokwari sebagai salah satu daerah penghasil beras di Propinsi Papua Barat telah dicanangkan sebagai salah satu daerah Kawasan Pertanian Nasional Tanaman Pangan dengan komoditi padi dengan luas 2500 Ha sawah. Penerapan komponen teknologi PTT telah diperkenalkan kepada petani setempat guna diadopsi menjadi teknik baru dalam mengelola budidaya tanaman padi. Akan tetapi, setelah beberapa tahun diperkenalkan, masih terdapat beberapa komponen teknologi PTT yang belum dapat diadopsi sepenuhnya oleh petani sebagai pengguna akhir dari teknologi tersebut. Hal tersebut terlihat dari rata-rata produktivitas per hektar sawah petani di Kabupaten Manokwari pada 6 tahun terakhir (2013-2014) yaitu 4,1 ton/Ha, masih jauh dari rata-rata nasional yaitu 5,1 ton/Ha.
- ItemPENYAKIT TUNGRO DAN KERACUNAN Fe PADA TANAMAN PADI(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Sipi, Surianto; Subiadi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPencegahan awal terhadap perkembangan serangan penyakit sangat ditentukan oleh sejauh mana petani, penyuluh pertanian, dan pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT) dapat mengidentifikasi serangan sejak awal. Kemampuan mengidentifikasi tersebut terkait erat dengan pengetahuan tentang gejala serangan, karena semua penyakit dan keracunan mempunyai gejala yang khas dan dapat tampak secara visual pada organ tanaman mulai dari akar sampai tajuk tanaman. Seringkali terjadi perbedaan pendapat dikalangan petani, penyuluh dan POPT terhadap suatu gejala yang muncul di lapangan. Hal tersebut dapat mempengaruhi ketepatan waktu penanganan, kesimpangsiuran gejala dan tindakan yang harus dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya keterangan yang menjelaskan secara tegas perbedaan dari setiap gejala yang muncul di lapangan. Penyakit tungro dan keracunan Fe merupakan cekaman pada tanaman padi yang sering muncul di beberapa sentra tanaman padi di Kabupaten Manokwari. Sering terjadi perdebatan antara beberapa pihak mengenai kedua gejala tersebut. Oleh Karena itu, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan secara tegas aspek-aspek yang terkait dengan kedua gejala. Gejala tanaman yang telah terinfeksi penyakit tungro dengan jelas dapat dibedakan dengan gejala keracunan Fe. Letak perbedaan yang paling mencolok yaitu pada organ daun. Dimana, daun tanaman yang terserang penyakit tungro akan berwarna kuning atau kuning mendekati orange. Sementara gejala keracunan Fe daun tidak menguning akan tetapi terlihat pucat dan terdapat bagian yang seperti berkarat agak kemerahan.
- ItemProduktivitas Beberapa Galur Padi Sawah Tahan Penyakit Blas Pada Lahan Sawah Irigasi Teknis(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2017) Subiadi; Sipi, Surianto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratBalai Besar Biogen melepas galur padi tahan penyakit blas yang merupakan hasil persilangan varietas Situ Patenggang dengan beberapa varietas Monogenik blas yang memiliki gen-gen ketahanan penyakit blas yang diberi nama Galur Padi Biosa. Galur ini diharapkan dapat menjawab permasalahan penyakit blas yang dihadapi oleh petani padi baik pada ekosistem kering (padi gogo) maupun pada ekosistem sawah irigasi. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian untuk melihat produktivitas varietas Biosa pada ekosistem sawah irigasi di Kabupaten Manokwari. Penelitian dilaksanakan dengan metode demo plot di Distrik Prafi Kabupaten Manokwari. Galur/varietas yang digunakan sebanyak 6 varietas/galur yaitu Galur Biosa 4, Biosa 5, Biosa 6, Biosa 7 dari Balai Besar Biogen, Inpari 22, dan 1 varietas eksisting (Cigeulis). Galur dan varietas tersebut ditanam dilahan petani seluas 0,5 hektar dengan rancangan acak kelompok yang diulang sebanyak 3 kali. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Galur harapan Biosa 4 dan Biosa 5 memiliki produktivitas masing-masing 6,4 ton/ha dan 6,2 ton/ha dan lebih tinggi dari varietas Cigeulis (6,1 ton/ha) yang merupakan varietas eksisting Kabupaten Manokwari dan lebih tinggi dari rata-rata produksi Kabupaten Manokwari yang hanya 4,2 ton/ha.
- ItemPRODUKTIVITAS BEBERAPA GALUR PADI SAWAH TAHAN PENYAKIT BLAS PADA LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Subiadi; Sipi, Surianto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratBalai Besar Biogen melepas galur padi tahan penyakit blas yang merupakan hasil persilangan varietas Situ Patenggang dengan beberapa varietas Monogenik blas yang memiliki gen-gen ketahanan penyakit blas yang diberi nama Galur Padi Biosa. Galur ini diharapkan dapat menjawab permasalahan penyakit blas yang dihadapi oleh petani padi baik pada ekosistem kering (padi gogo) maupun pada ekosistem sawah irigasi. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian untuk melihat produktivitas varietas Biosa pada ekosistem sawah irigasi di Kabupaten Manokwari. Penelitian dilaksanakan dengan metode demo plot di Distrik Prafi Kabupaten Manokwari. Galur/varietas yang digunakan sebanyak 6 varietas/galur yaitu Galur Biosa 4, Biosa 5, Biosa 6, Biosa 7 dari Balai Besar Biogen, Inpari 22, dan 1 varietas eksisting (Cigeulis). Galur dan varietas tersebut ditanam dilahan petani seluas 0,5 hektar dengan rancangan acak kelompok yang diulang sebanyak 3 kali. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Galur harapan Biosa 4 dan Biosa 5 memiliki produktivitas masing-masing 6,4 ton/ha dan 6,2 ton/ha dan lebih tinggi dari varietas Cigeulis (6,1 ton/ha) yang merupakan varietas eksisting Kabupaten Manokwari dan lebih tinggi dari rata-rata produksi Kabupaten Manokwari yang hanya 4,2 ton/ha.
- ItemTingkat Serangan Penyakit Blas Daun dan Penyakit Blas Leher Pada Padi Sawah Varietas Cigeulis(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2017) Subiadi; Sipi, Surianto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratVarietas Cigeulis merupakan varietas eksisting padi sawah di Kabupaten Manokwari yang selalu terserang penyakit blas pada setiap musim tanam. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk melihat tingkat serangan penyakit blas dan pengaruhnya terhadap karakter malai dan gabah pada varietas tersebut. Varietas Cigeulis ditanam dengan sistem tanam pindah (umur bibit 21 hari). Penanaman dengan pola tanam legowo 2:1 dengan jarak tanam 22 x 11 x 44 cm. Pemupukan dengan Urea 150 kg/ha dan NPK Phonska 400 kg/ha, diberikan sebanyak 2 kali yaitu pada umur tanaman 2 MST sebanyak 50% dan umur tanaman 6 MST sebanyak 50%. Untuk melihat pengaruh penyakit blas terhadap varietas Cigeulis dilakukan pengamatan terhadap insiden dan skala penyakit blas daun, insiden dan keparahan penyakit blas leher, dan karakter malai dari malai sehat dan malai yang terserang penyakit blas leher. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penyakit blas daun pada varietas Cigeulis menyerang pada fase anakan sampai dengan fase bunting dengan insiden 93,75% dengan rata-rata skala 3-4. Sedangkan penyakit blas leher mulai menyerang pada fase masak susu sampai dengan fase pematangan biji dengan insiden anakan produktif terserang 11,99% dengan tingkat keparahan penyakit blas leher 64,74% dan rata-rata penurunan bobot 1000 biji akibat penyakit blas leher sebesar 7,35%.
- ItemTINGKAT SERANGAN PENYAKIT BLAS DAUN DAN PENYAKIT BLAS LEHER PADA PADI SAWAH VARIETAS CIGEULIS(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Subiadi; Sipi, Surianto; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratVarietas Cigeulis merupakan varietas eksisting padi sawah di Kabupaten Manokwari yang selalu terserang penyakit blas pada setiap musim tanam. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk melihat tingkat serangan penyakit blas dan pengaruhnya terhadap karakter malai dan gabah pada varietas tersebut. Varietas Cigeulis ditanam dengan sistem tanam pindah (umur bibit 21 hari). Penanaman dengan pola tanam legowo 2:1 dengan jarak tanam 22 x 11 x 44 cm. Pemupukan dengan Urea 150 kg/ha dan NPK Phonska 400 kg/ha, diberikan sebanyak 2 kali yaitu pada umur tanaman 2 MST sebanyak 50% dan umur tanaman 6 MST sebanyak 50%. Untuk melihat pengaruh penyakit blas terhadap varietas Cigeulis dilakukan pengamatan terhadap insiden dan skala penyakit blas daun, insiden dan keparahan penyakit blas leher, dan karakter malai dari malai sehat dan malai yang terserang penyakit blas leher. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penyakit blas daun pada varietas Cigeulis menyerang pada fase anakan sampai dengan fase bunting dengan insiden 93,75% dengan rata-rata skala 3-4. Sedangkan penyakit blas leher mulai menyerang pada fase masak susu sampai dengan fase pematangan biji dengan insiden anakan produktif terserang 11,99% dengan tingkat keparahan penyakit blas leher 64,74% dan rata-rata penurunan bobot 1000 biji akibat penyakit blas leher sebesar 7,35%.
- ItemUJI EFEKTIVITAS BAHAN AKTIF FUNGISIDA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BERCAK COKELAT PADA TANAMAN PADI(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Sipi, Surianto; Subiadi; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPenyakit bercak cokelat disebabkan oleh cendawan Bipolaris oryzae Breda de Hann (Sinonim: Helminthosporium oryzae Breda de Hann, anamorph (Cochliobolus miyabeanus Drechsler). B. oryzae menyerang pada semua fase tanaman padi, mulai dari persemaian sampai pada masa pematangan bulir dan merusak malai. Kerusakan akibat penyakit ini dapat menyebabkan penurunan hasil dari 6-90 % di Asia. Saat ini penggunaan fungisida untuk mengendalikan penyakit bercak cokelat masih menjadi salah satu teknik pengendalian yang paling efektif. Terdapat banyak bahan aktif fungisida yang beredar dipasaran. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian terhadap beberapa jenis bahan aktif fungisida yang paling dominan digunakan oleh petani pada dilokasi sekitar tempat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan semua perlakuan berbeda nyata dengan petak kontrol pada pengamatan 4 MST. Sedangkan pada pengamatan 6 dan 8 MST berbeda nyata pada bahan aktif Benomil (6 MST = 43.5 %, 8 MST = 57,8 %) dan Difenoconazol (6 MST = 65,6 %, 8 MST = 62 %). Tidak berbeda nyata pada bahan aktif Tebuconazol (6 MST = 68,9 %, 8 MST = 69,3 %) dan Metil Tiofanat (6 MST = 69,3 %, 8 MST = 73,3 %). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahan aktif fungisida yang dapat menekan perkembangan penyakit bercak cokelat dari yang terbaik secara berturut-turut adalah Benomil, Difenoconazol, Metil Tiofanat dan Tebuconazol. Akan tetapi keempat bahan tersebut belum mampu menekan perkembangan secara efektif. Penyebabnya diduga akibat tingginya virulensi patogen dan kondisi lingkungan abiotik yang mendukung perkembangan penyakit.