Browsing by Author "Simatupang ...[at al], Sortha"
Now showing 1 - 3 of 3
Results Per Page
Sort Options
- ItemInventarisasi Tumbuhan Penunjang Tradisi Adat Batak Toba di Balige Kabupaten Toba Sumatera Utara(KOMISI NASIONAL SUMBER DAYA GENETIK, 2021-09-15) Simatupang ...[at al], Sortha; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianThe Batak tribe is an indigenous people in North Sumatra. The Toba Batak tribe is a sub or part of the Batak tribe originating from Toba Regency, North Sumatra. In practice, the Toba Batak people often use plants for their traditional ceremonies.This study aims to reveal the knowledge and use of plants supporting traditional rituals/ceremonies according to the perspective of the Toba Batak people. Ethnobotany data were obtained by interviewing traditional leaders and elders in Sangkar Ni Huta Village, Balige District, Toba Regency. The selection of respondents was done purposively. Data was collected through in-depth interviews, participatory observation and inventory with informants, as well as focus group discussions. The collected data were presented descriptively. The results showed that the Toba Batak tribe used 10 plant species from 9 families which were used by them to support the implementation of their traditional customs. Plants were taken from the environment around them. Some of these plants were deliberately planted in the yard or in the fields, some were wild plants. Parts of plants used for traditional ceremonies of the Batak Toba people were fruit: 2 species of fruit (ie rice and kangaroo grass); leaves : 6 species (ie Fragrant Screwpine, betel, Iler , banyan leaf/fig tree leaf with its branches, palm leaf with its midrib, hanjuang leaf with its stem), whole plant: 2 species ( lily and iris). The most dominant plant species used in traditional Batak Toba ceremonies is rice.
- ItemKearifan tradisional petani karo: ditinjau dari kemampuan pemanfaatan sumber daya genetik sayuran(BB Biogen, 2013-12) Simatupang ...[at al], Sortha; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianPenelitian ini bertujuan menguraikan berbagai bentuk kearifan tradisional yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya genetik sayuran oleh petani Karo. Petani Karo sebagai pemulia tradisional sayuran untuk menghasilkan sayuran yang lebih berkualitas yang mempunyai nilai tambah dalam penjualan harga sayur dari desa tersebut. Penelitian dilakukan di desa Keling, Merdeka, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012. Penelitian menggunakan metoda survey eksploratif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuisioner terhadap 20 orang responden, wawancara dengan petani dari desa lain, pedagang, tokoh masyarakat dan pengamatan di lapangan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa petani dalam menentukan komoditas sayur yang ditanam ialah berdasarkan sayur yang bernilai ekonomis tinggi dan berumur pendek. Sayur tersebut antara lain wortel, bunga kol, bawang perei, dan daun selederi (daun sop). Kearifan tradional yang berkaitan dengan aspek pemanfaatan sumber daya genetik lokal, yaitu meliputi kemampuan melakukan penyilangan sayur kol bunga bertangkai panjang dengan kol bertangkai pendek. Seleksi massal wortel sehingga sayur dari dari lokasi ini harganya selalu lebih tinggi dibanding dari desa lain. Selain itu mereka sepakat, melakukan proteksi terhadap varietas sayuran yang diperbanyak secara vegetative, seperti bawang prei. Petani dari daerah tersebut dilarang menjual bibit sayur bawang prei ke desa lain, bahkan sekalipun itu keluarga kandung sendiri. Bagi yang melanggar aturan dikenakan sanksi. Hal ini telah terjadi puluhan tahun sejak sayuran tersebut diperkenalkan bangsa Eropah yang datang ke daerah tersebut.Adapun persepsi masyarakat tehadap kemampuan mereka positif, hal ini ditunjukkan dengan penghargaan terhadap harga jual sayur dari daerah ini relative lebih mahal disbanding dari desa lain di sekitarnya, demikian juga harga jual benih sayur seperti wortel, kol bunga. Demikian juga tidak ada yang memboikot penduduk desa tersebut karena tidak mau menjual benih bawang perei yang dianggap sebagai produk andalan dari desa tersebut.
- ItemRagam bahan pangan tradisional etnis Sumatera Utara: budaya yang sekaligus pelestarian pelestarian plasma nutfah in situ dan ex situ(BB Biogen, 2013-12) Simatupang ...[at al], Sortha; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik PertanianPenelitian ini bertujuan menguraikan berbagai bentuk bahan baku pangan tradisional baik yang berupa bumbu, sayur, rempah yang hanya dikonsumsi oleh etnis Batak dan Melayu Sumatera Utara. Bahan pangan ini adalah plasma nutfah yang tumbuh endemic di daerah etnis tersebut. Bahan ini belum bernilai ekonomi tinggi karena permintaan yang terbatas oleh etnis tertentu, dan hanya dipasarkan di pasar local. Etnis Batak yang dimaksud dalam tulisan dibatasi hanya pada Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing dan Melayu. Metodologinya ialah wawancara terstruktur dan melakukan observasi ke lapangan tentang tanaman tersebut. Tanaman tersebut sebagian sudah dipelihara ke daerah lainnya sesuai dengan daerah perantauan etnis tersebut, bagi tanaman-tanaman yang agroklimatnya sesuai. Sehingga hal ini menjadikonservasi eks situ dari tanaman tersebut.Bahan pangan yang spesfik tersebut ialah andaliman Andaliman ada 2 jenis yang halus dan yang kasar (si Horbo). Asam cekala, ada 2 jenis yang kuning dan yang merah. Asam gelugur. Bawang batak olat. Daun Singkut, adalah bahan baku untuk membungkus panganan tradisional yang bernama cimpa. Antarasa adalah lalapan khas tradisional Batak yang memberikan aroma harum pada mulut. Jeruk Jungga, jenis jeruk yang sangat asam untuk bahan baku pembuatan masakan na niura. Sayur bangun-bangun (Coleus amboinicus) adalah sayuran spesifik ibu-ibu yang baru melahirkan. Selain itu dikenal Raru, bahan ramuan untuk minuman yang dinamakan Tuak. Bahan pangan unik dan khas ialah daun kentut-kentut, yang mengeluarkan aroma tidak sedap tetapi dimasak dalam campuran bubur pedas.