Browsing by Author "Simatupang, Smith"
Now showing 1 - 16 of 16
Results Per Page
Sort Options
- ItemBagaimana Mengolah Tanah Sulfat Masam untuk Budidaya Padi ?(Balittra, 2021) Simatupang, Smith; Khairiyanti, A.Md; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLahan rawa pasang surut dibentuk oleh dua jenis tanah, yakni tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral adalah tanah yang terbentuk dari bahan mineral melalui proses pelapukan yang berlangsung baik secara fisis maupun kimia dibawah pengaruh iklim menyebabkan batuan terdisintegrasi menjadi bahan induk lepas. Sedangkan tanah organik adalah tanah yang pembentukannya berasal dari pelapukan dan sisa-sisa tanaman, yang selanjutnya penumpukan bahan organik tersebut disebut gambut atau lapisan gambut. Yang dikategorikan sebagai tanah gambut berdasarkan kandungan C-Organik dan kandungan liatnya, apabila fraksi mineral liatnya 0%, maka kadar C organiknya minimal 12%, tetapi apabila fraksi liatnya >60%, maka C organiknya harus lebih 18% (Ilhamzen 2013; Soil Survey Staff 2003 dalam Ilhamzen 2013).
- ItemBertanam Tomat di Lahan Rawa Lebak Tengahan Pada Musim Kemarau Menguntungkan(Balittra, 2021) Nuruaida; Simatupang, Smith; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
- ItemBonggol Pisang dan Rebung Bahan Baku Mikroorganisme Lokal (MOL)(Balittra, 2019) Simatupang, Smith; Lestari, Yuli; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaBonggol Pisang dan Rebung Bahan Baku Mikroorganisme Lokal (MOL)
- ItemHASIL PENELITIAN JAGUNG Dl LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING(Balittra, 1996) Raihan, Suaidi; Saleh, Muhammad; Fauziati, Nurul; Simatupang, Smith; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaBeberapa usaha telah dilakukan dalam rangka peningkatan produksi jagung di tahan pasang surut dan lahan kering, diantaranya : 1). Tata air. dengan sistem drainase dangkal (shallow drainage) untuk mengatur permukaan air sehingga optimum bagi tanaman jagung dan mengurangi pengaruh keracunan Al dan Fe; 2). Penggunaan vatietas unggul, dimana galur/populasi: Populasi 8128 DMR, Arjuna Sint-4, St A12 90, Populasi 31 DMR dan Ml Sint.l memberikan hasil masing-masing 5,30; 5,22 ; 5,00 ; 4,94 dan 4,00 tha•, 3). Pemupukan N dan P dapat meningkatkan hasil jagung mengikuti persamaan regresi Y = 2,74833 + 0,00417 N dan Y = 2,78333 + 0,00566 P atau takaran N dan P yang tepat adalah 90 kg N dan 60 kg P2051ha. Untuk meningkatkan produktivitas,tanah sulfat masam memerlukan pengapuran, pemupukan P dan bahan organik. Pada residu ke 2 ternyata pengaruh kapur, P dan gambut masih nyata meningkatkan hasil tanaman jagung. Pemberian pupuk yang mengandung hara Mg. S, Cu, Zn dan B tidak berpengaruh nyata terhadap hasil jagung. 4). Pemangkasan bagian atas tongkol saat 30 hari setelah 75% berbunga jantan memberikan hasil tettinggi di Bumi Asih, yaitu 4,86 t/ha, sedangkan di Barabai pemangkasan daun bagian bawah tongkol saat 20 hari setelah 75% berbunga jantan memberikan hasil 4,68 tha. Hasil-hasil penelitian tersebut diatas, hendaknya dapat menjadi acuan perencanaan pemanfaatan lahan pasang surut dan lahan kering untuk peningkatan produksi jagung diperoleh produksi dan pendapatan yang maksimal.
- ItemInfo Teknologi Pertanian Lahan Rawa Volume 10, Nomor 3 Tahun 2021(Balittra, 2021) Khairullah, Izhar; Nuruaida; Simatupang, Smith; Normahani; Saleh, Muhammad; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
- ItemINOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN RAWA(Balittra, 2021) Simatupang, Smith; Berlian, Eva Berlian; Maftuah, Eni; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPertambahan penduduk bagi setiap bangsa ataupun negara akan membawa dampak dan konsekuensi dengan masalah pangan, termasuk Indonesia. Pada awal tahun 2018 diinformasikan bahwa penduduk dunia mencapai 7,53 miliar, dan Indonesia penduduknya sudah mencapai 269 juta jiwa atau 3,49% dari total penduduk dunia dan Indonesia berada pada posisi nomor empat terbesar (Jayani 2019). Artinya bahwa kebutuhan pangan dunia setiap tahunnya akan terus meningkat sejalan dengan laju tingkat pertambahan penduduk termasuk Indonesia, kecuali angka kelahiran dapat dikendalikan sehingga peningkatan kebutuhan pangan juga dapat ditekan.
- ItemMASALAH GULMA DAN CARA PENGELOLAANNYA UNTUK PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA PASANG SURUT(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) Simatupang, SmithSekitar 9.53 juta hektar lahan rawa pasang surut berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian yang produktif mendukung usaha peningkatan produksi pangan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemanfaatan lahan rawa pasang surut dihadapkan dengan masalah biofisik lahan yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman padi. Masalah gu!ma juga tidak kalah penting karena menyebabkan turunnya hasil padi sampai 74.2%. Pengelolaan gulma pada pertanaman padi di sawah pasang surut masih diperlukan, sehingga kehadirannya tidak menjadi saingan utama tanaman padi dalam hal keperluan unsur hara, akan tetapi kehadiran gulma dapat menciptakan keseimbangan lingkungan atau setidak-tidaknya kehadirannya dapat memberikan manfaat dalam sistem usahatani. Pengendalian gulma secara tepat menggunakan herbisida 2,4-D amina dapat menstabilkan hasil padi di sawah pasang surut. Begitu juga penyiapan lahan menggunakan herbisida glyfosat dan paraquat pada teknologi tanpa olah tanah hasilnya cukup baik, dapat menekan tenaga kerja sekitar 26-29% dan meningkatkan hasil padi 16 — 22% Pengelolaan gulma melalui biomassanya setelah dijadikan kompos dapat menjadi sumber pensuplai sebagian unsur-unsur hara makro seperti N, P dan K yang diperlukan tanaman. Hasil penelitian rumah kaca menunjukkan pemberian kompos biomassa gulma E. acutangula, E. congesta, R. corymbosa, R repens, dan F. littolaris setara dengan 90 — 150 kg N/ha dapat memberikan hasil padi yang setara dengan hasil padi melalui pemberian 150 kg N/ha dari urea yakni 2,15 t/ha gabah kering, Percobaan lapangan juga menunjukkan dimana pemberian kompos gulma E. aculangula, P, repens, R, corymbosa L sebagai sumber NPK sebanyak t/ha dapat meningkatkan kandungan C-organik dari 7,55 menjadi 9,38 0/0, P-tersedia dari 8,80 menjadi 43,41 ppm P dan K-dd dari 0,41 menjadi 0,59 me/ 100 g dan hasil padi sebesar 3,85 t/ha gabah kering panen pada lahan sulfat masarn. Pemanfaatan gulma purun tikus dukcis) sebagai biofilter dapat memperbaiki kualitas air
- ItemMASALAH GULMA DAN TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA DI LAHAN SAWAH PASANG SURUT(Balittra, 1996) Simatupang, Smith; Isdijanto, RIZA; SARDJIJO; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPenyediaan pangan merupakan masalah nasional, karena erat hubungannya dengan masalah sosial dan stabilitas nasional, Oleh karena itu melestarikan swasembada pangan merupakan sasaran utama pembangunan pcrtanian. Hal ini dapat dicapai melalui program intensifikasi, rehabilitasi, diversifikasi maupun perluasan areal tanam. Salah satu altcnatif perluasan areal adalah memanfaatkan Iahan rawa pasang surut
- ItemMendongkrak Produktivitas Lahan dan Tanaman Melalui Aplikasi Pupuk Hayati(Balittra, 2019) Simatupang, Smith; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPupuk hayati (biofertilizer) adalah pupuk yang mengandung mikroba dan bermanfaat untuk membantu dan mendorong pertumbuhan tanaman. Permentan No. 2 tahun 2006, menggolongkan bahwa pupuk hayati masuk ke dalam pembenah tanah, bukan pupuk organik. Pembenah tanah itu sendiri bisa organik ataupun non organik. Pupuk hayati termasuk dalam pembenah tanah organik. Dalam Permentan tersebut, pupuk hayati diartikan merupakan sekumpulan organisme hidup (makhluk hidup) yang aktivitasnya dapat memperbaiki kesuburan tanah. Sedangkan pupuk organik didefinisikan adalah sekumpulan material organik (bahan organik) yang terdiri dari zat/unsur hara (nutrisi) yang berguna bagi tanaman, di dalamnya bisa mengandung organisme hidup ataupun tidak (Alamtani 2014). Ada yang beranggapan bahwa pupuk hayati adalah pupuk organik, anggapan ini adalah suatu kekeliruan yang dapat berakibat fatal apabila terdapat kesalahan dalam menggunakannya. Yang pasti pupuk hayati bukan pupuk organik, karena umumnya pupuk hayati merupakan pupuk berbentuk padat maupun bentuk cairan yang mengandung mikroorganisme (makhluk hidup).
- ItemPeneliti, Widyaiswara, dan Penyuluh Bergerak Cepat Dukung P2BN(Balittra, 2019) Simatupang, Smith; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaMenurut Smith selama ini purun tikus Eleocharis dulcis dianggap gulma karena tumbuh liar di sawah dan saluran di lahan pasang surut. “Di sawah purun tikus mengganggu tanaman utama, sementara di saluran mempersempit badan saluran,” katanya. Namun, dibalik itu purun tikus menyelamatkan padi dari serangan hama penggerek batang padi. Di lahan irigasi penggerek batang padi dapat merusak panen hingga 90%. Purun tikus mengeluarkan aroma khas yang membuatnya disukai penggerek batang. Hama perusak padi itu pun lebih suka hinggap dan bertelur pada hamparan purun tikus. Di hamparan purun tikus hidup pula beragam predator dan parasitoid yang menjadi musuh alami si penggerek batang. Maka padi pun aman dari serangan penggerek batang karena tak pernah terjadi ledakan hama.
- ItemPENYIAPAN LAHAN DAN PENGELOLAAN JERAMI PADİ UNTUK TANAMAN PADİ Dl LAHAN PASANG SURUT SULFAT MASAM(Balittra, 2005) Simatupang, Smith; Indrayati, Linda; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaBahan organik memegang peranan penting dalam sistem prodüksi padi sawah karena bahan organik menjadi sumber unsur hara bagi tanaman. Pembeyim baha organikjerami padi dapat memperbaiki sifatfisik, kimia dan biologi tmıah. Penyıapm lahan dikailkan dengan pemberian pupuk organik diharapkan dapat mempercepm proses perubahmı kondisi tanah. Penelitian penyiapan lahmı dm pengelolamı jermni padi pada pertanaman padi dilaksanakan selama dua musim taam yahi pada 2002 dan MH. 2002/03 pada lahan sulfat masam di Instalasi Balmdemı. Dua fahr yahıi penyiapan lahan (tajak, tanpa olah tanah dan olah tanah sempımıa) dm pengelolaanjerami padi (yang diberikan dalam bentukjerami, abujerami dm kompos), dengan 4 utangan ditata dalam rancangan acak kelonıpok menggımakm petak percobaan berukuran 5 m x 6 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyiapm lahm, pengelolaan jerami padi dan interaksi antara penyiapan lahan dan pengelolamıjermni tidak berpengaruh nyata terhadap perlumbuhan tanaman, komponen hasil dm hasil padi varietas Margasari, kecuali jumlah anakan tanaman 60 hari setelah imzan pda NIK 2002. Dari ketiga bentukjeramipadi, pemberianjeramipadi dalam bentuk kompos dapat menghasilkan gabah kering tertinggi yahi sebesar 2,49 t/ha pada AK 2002 dm 2,62 t/ha pada NfH. 2002/03. Sampai 60 hari setelah tanam, C/N-ratio tmıah masih relatiftinggi berkisar 21,88 - 27, 13 pada NIK2002 dan 23,82 - 27,41 pada NH 2002/03, sehingga dapat dikatakan bahwa dokomposisi bahan organik masih belum berlcmgsımg sempurna.
- ItemPOLA TANAM(Balittra, 2021) Simatupang, Smith; Pangaribuan, Eva Berlian; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaKe depan peranan lahan rawa pasang surut semakin penting pada pembangunan pertanian dalam upaya meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman, terutama untuk mendukung kemantapan swasembada dan ketahanan pangan nasional, kesejahteraan petani secara merata dan berkelanjutan serta mewujudkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045 (Masganti, 2013; Hutahaean, et al., 2016; Kementan 2017; Wakhid dan Syahbuddin, 2018; Rina dan Noor 2020). Perkembangan terakhir untuk mengantisipasi krisis pangan, pemerintah akan membangun food estate di lahan rawa pasang surut khususnya di Kalimantan Tengah yang merupakan program strategis nasional (PSN) untuk meningkatkan produksi pangan nasional (Gayati, 2020).
- ItemSumberdaya Lokal: POC dan Asap Cair Sekam Padi Meningkatkan Produktivitas Lahan Rawa(Balittra, 2019) Simatupang, Smith; Karolionerita, Vicca; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLahan rawa pasang surut luasnya mencapai 11,68 juta hektar sehingga lahan ini sangat potensial untuk pembangunan pertanian. Alasan utama pentingnya lahan rawa pasang surut dalam pembangunan pertanian adalah: konversi lahan terus berlangsung menyebabkan lahan-lahan produktif semakin menyempit luasnya, terjadinya degradasi lahan dan pelandaian produksi (levelling off) di lahan-lahan pemasok pangan utama khususnya di Jawa, kebutuhan pangan nasional terus meningkat sejalan dengan laju pertambahan jumlah penduduk, dan terjadinya ketidakpastian iklim atau terjadinya perubahan iklim yang mempengaruhi sistem pertanian menyebabkan menurunnya produksi pangan
- ItemSumberdaya Lokal: POC dan Asap Cair Sekam Padi Meningkatkan Produktivitas Lahan Rawa(Balittra, 2021) Simatupang, Smith; Karolionerita, Vicca; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLahan rawa pasang surut luasnya mencapai 11,68 juta hektar sehingga lahan ini sangat potensial untuk pembangunan pertanian. Alasan utama pentingnya lahan rawa pasang surut dalam pembangunan pertanian adalah: konversi lahan terus berlangsung menyebabkan lahan-lahan produktif semakin menyempit luasnya, terjadinya degradasi lahan dan pelandaian produksi (levelling off) di lahan-lahan pemasok pangan utama khususnya di Jawa, kebutuhan pangan nasional terus meningkat sejalan dengan laju pertambahan jumlah penduduk, dan terjadinya ketidakpastian iklim atau terjadinya perubahan iklim yang mempengaruhi sistem pertanian menyebabkan menurunnya produksi pangan. Adalah sesuatu hal yang wajar apabila pembangunan pertanian diarahkan kepada pemanfaatan lahan rawa pasang surut. Namun, persoalan yang dihadapi dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pembangunan pertanian, khususnya untuk pertanian pangan adalah kesiapan inovasi teknologi yang adaptif dan bersifat spesifik lokasi. Melalui penerapan inovasi teknologi yang adaptif dan spesifik lokasi tentunya optimalisasi pemanfaatan lahan rawa pasang surut khususnya pada lahan-lahan yang sudah eksisting lebih berhasil dan akan memberikan hasil yang maksimal, teknologi tersebut sudah tersedia saat ini.
- ItemTanam Cabai Merah di Lahan Rawa Lebak Prospektif dan Menguntungkan(Balittra, 2021) Khairiyanti, A.Md; Simatupang, Smith; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaCabai salah satu komoditas tanaman hortikultura yang termasuk dalam kelompok jenis tanaman sayur-sayuran. Bahasa ilmiah cabai adalah Capsicum annuum L, tanaman ini berasal dari Benua Amerika. Berdasarkan karakter buahnya yang namanya spesies Capsicum Annuum L digolongkan dalam empat tipe, yaitu cabai besar, cabai keriting, cabai rawit (hijau), dan paprika. Tanaman cabai merupakan kelompok tanaman perdu dengan rasa buahnya pedas disebabkan oleh kandungan capsaicin, dan cabai banyak digunakan untuk bumbu masakan yang biasanya diburu dan menjadi masalah bagi ibu rumah tangga.
- ItemTANAMAN BUAH EKSOTIK LAHAN RAWA(Balittra, 2017) Saleh, Muhammad; Simatupang, Smith; Koesrini; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaIndonesia memiliki lahan rawa yang luas. Lahan rawa merupakan ekosistem yang spesifik yang dicirikan dengan sifat hidrologi dan tanah yang khas. Secara alamiah, lahan rawa merupakan salah satu ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi dan kompleks meliputi beragam tanaman, pohon komersial, ikan dan ternak khas rawa. Keberadaan tanaman buah eksotik di lahan rawa cukup beragam, ditemukan beberapa kerabat, diantaranya (a) kerabat jeruk (Citrus), (b) kerabat rambutan (Nephelium), (c) kerabat manggis (Garcinia), (d) kerabat nangka (Artocarpus), (e) kerabat pisang (Musa), (f) kerabat mangga (Mengifera), (g) Kerabat durian (Durio), (h) kerabat duku (Lansium), (i) kerabat nanas (Ananas), (j) kerabat ramania (Bouea), (k) kerabat rambai (Baccaures), dan (l) kelompok buah eksotik lainnya, seperti kalangkala, balangkasua (Ginalun) dan ketapi. Tanaman buah eksotik di lahan rawa pada umumnya belum diusahakan secara intensif, para petani hanya mengambil hasil dari tanaman yang tumbuhnya secara alamiah. Ada beberapa buah eksotik lahan rawa mempunyai keunggulan tertentu dan bahkan sudah ditetapkan sebagai varietas unggul oleh Mentari Pertanian seperti Kuini Anjir Batola, Nanas varietas Tamban, Durian Mantuala, varietas Batu Benawa, jeruk manis siam varietas Banjar dan beberapa macam varietas rambutan seperti Antalagi, Sibatuk, Batuk Ganal, Garuda dan Sitimbul.