Browsing by Author "Senewe, Rein Estefanus"
Now showing 1 - 11 of 11
Results Per Page
Sort Options
- ItemKajian Penggunaan Pestisida Biorasional Terhadap Serangan Hama Dan Penyakit Utama Serta Produktivitas Tomat Dan Cabai Di Desa Waihatu, Kabupaten Seram Bagian Barat(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Senewe, Rein Estefanus; Sirappa, Marthen P; Pesireron, Marietje; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuHama dan penyakit pada tanaman Cabai dan Tomat pada sentra produksi tanaman sayuran di Maluku merupakan factor pembatas dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman. Kajian Penggunaan Pestisida Biorasional terhadap Serangan Hama dan Penyakit Utama serta Produktivitas Tomat dan Cabai di Desa Waihatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, bertujuan untuk mendapatkan 1 (satu) paket teknologi pengendalian hama dan penyakit utama tomat dan cabai yang efektif dengan pestisida biorasional. Metode penelitian meliputi kegiatan di lapangan dengan menggunakan lahan petani sayuran di Desa Waehatu Kabupaten SBB. Varietas yang digunakan adalah Arthaloka untuk tomat dan Hero untuk cabai. Teknik budidaya lainnya, seperti pengolahan tanah, dosis pemupukan dan pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai rekomendasi secara PTT. Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok, terdiri atas 6 perlakuan dengan 3 kali ulangan, sehingga terdapat 18 unit perlakuan masing-masing untuk tomat dan cabai. Perlakuan yang dikaji adalah (A.) AG1 (perlakuan ekstrak kasar Alpinia galanga (lengkuas/laos) 1 bb), (B.) AN1 (perlakuan ekstrak kasar Andropogon nardus (serai wangi) 1 bb), (C.) AI1 (perlakuan ekstrak kasar Azadirachta indica (nimba) 1 bb), (D.) CM1 (perlakuan ekstrak kasar Cucurbita moschata (kalabasa) 1 bb), (E.) pestisida kimia Deltametrin 2,5 EC 0,2%, dan (F.) Kontrol (tidak diaplikasi biorasional ataupun pestisida kimia). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan pestisida biorasional mulai terlihat pengaruhnya pada umur tanaman 52 hari. Intensitas kerusakan tanaman tomat terendah diperoleh pada perlakuan ekstrak kasar Nimba (8,17%), menyusul Serai Wangi (10,53%), Lengkuas (14,04%), dan terbesar adalah kontrol (35,65%), sedangkan pada cabai belum ada kerusakan. Pestisida biorasional yang mempunyai persentase kerusakan tanaman tomat lebih rendah dari pembanding pestisida kimiawi, Deltametrin (15,02%) adalah Nimba, Serai Wangi dan Lengkuas, sedangkan Kalabasa lebih tinggi dari (15,21%), sehingga ketiga pestisida biorasional tersebut berpotensi untuk dikembangkan. Efikasi aplikasi pestisida biorasional pada tanaman tomat dilihat dari intensitas serangan hama penyakitnya dibandingkan dengan kontrol menunjukkan nilai diatas 50%. AG1 (perlakuan ekstrak kasar Alpinia galanga (lengkuas/laos) 1 bb) dengan tingkat efikasi tertinggi yaitu 79,6%, CM1 (perlakuan ekstrak kasar Cucurbita moschata (kalabasa) 1 bb) 74,67%, AI1 (perlakuan ekstrak kasar Azadirachta indica (nimba) 1 bb) 67,62%, dan AN1 (perlakuan ekstrak kasar Andropogon nardus (serai wangi) 1 bb) 53,22%. Sedangkan pada tanaman cabai menunjukkan nilai efikasi tertinggi diatas 50% hanya pada AG1 (perlakuan ekstrak kasar Alpinia galanga (lengkuas/laos) 1 bb) dengan tingkat efikasi tertinggi yaitu 71,12% dan AN1 (perlakuan ekstrak kasar Andropogon nardus (serai wangi) 1 bb) 52,41%.
- ItemPengaruh Ekstrak Biji dan Daun Keben (Barringtonia asiatica) terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Kutu Daun (Aphis croccivora)(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Latuny, Onisimus; Senewe, Rein Estefanus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKutu daun atau Aphis merupakan salah satu hama utama yang menyerang tanaman kacang-kacangan, dengan jenis yang banyak ragamnya dengan kisaran inang yang beragam pula. Salah satu jenis Aphis yang cukup penting adalah Aphis craccivora Koch, sangat polifag namun menyuai tanaman kacang-kacangan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui daya racun ekstrak bji dan daun keben terhadap Aphis craccivora Koch serta pengaruhnya terhadap musuh alami Aphis. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Entomologi Terapan Fakultas Pertanian UGM dari bulan Juli 2002 sampai Oktober 2002. Bahan aktif yang digunakan adalah ekstrak biji, daun keben, ekstrak biji mimba, Aphis instar ke IV turunan kedua (F2), larva Coccinellidae dan larva syrphid. Pengujian dilakukan dengan cara penyemprotan ekstrak bahan tanaman uji ke tanaman kacang tunggak berumur 2 minggu dan setelah dikering-anginkan selama ± 5 menit, pada tanaman kacang tunggak diivestasikan. Pengujian dilakukan terhadap jenis pelarut, konsentrasi ekstrak dan pengaruh terhadap serangga uji. Analis probit menunjukkan bahwa ekstrak biji keben dengan pelarut air maupun metanol berpengaruh nyata terhadap mortalitas Aphis dengan LC50 masing-masing 28,81 dan 14,81, sedangkan perlakuan ekstrak daun dengan pelarut air maupun metanol tidak terlalu efektif karena nlai LC50 sangat besar. Selain efektifitasnya terhadap Aphis tinggi, ekstrak biji keben tidak berpengaruh terhadap predator Aphis yakni larva Coccinellidae dan larva syrphid yang diberi makan Aphis yang telah diperlakukan dengan biji dan daun keben
- ItemPengaruh Serangan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) (Conopomorpha cramerella) terhadap Produksi dan Pendapatan Petani (Study Kasus di Desa Ameth, Waru dan Usliapan Kec. TNS, Kab. Maluku Tengah(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Rieuwpassa, Alexander J; Senewe, Rein Estefanus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKegiatan kajian kasus pengaruh serangan hama PBK (C. cramerella, S) terhadap produksi kakao, dilakukan di Desa Ameth, Waru, dan Usliapan Kecamatan Teon Nila Serua Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku pada bulan Nopember – Desember 2006. Penelitian menggunakan metode Rapid Rural Appraisal (PRA) dan observasi langsung di kebun kakao rakyat seluas 10 ha dengan melibatkan 10 petani responden, serta data sekunder dari Kecamtan dan Dinas Pertanian Kabupaten Maluku Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan hama PBK berpengaruh terhadap produksi kakao. Rerata produksi kakao petani responden sebesar 913 kg/ha. Intensitas serangan hama PBK mencapai 82% dan kehilangan hasil 72% atau petani mengalami kerugian sebesar Rp. 4.601.520 /ha/tahun (Harga kakao Rp. 7000/kg ; per Desember 2006). Pada tingkat serangan berat dan sedang, rerata berat kering biji kakao berkisar 42,03 gr/100 biji dan 62,03 gr/100 biji.
- ItemPengaruh Umur dan jumlah Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah Varietas Way Apo Buru di Waenetat Kab. Buru(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Sirappa, Marthen P; Senewe, Rein Estefanus; Watkaat, Florentina; Van Room, Maryke Jolanda; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSuatu pengkajian untuk mengetahui pengaruh umur bibit dan jumlah bibit/rumpun terhadap pertumbuhan dan hasil padi Wayapo Buru telah dilakukan di dataran Wayapo, kabupaten Buru pada tahun 2004. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan factorial dalam RAK dengan dua factor. Faktor pertama adalah umur bibit (U), yaitu 10 hari setelah sebar (U1), 15 hari (U2), 20 hari (U3), dan 25 hari (U4), dan factor kedua adalah jumlah bibit/rumpun (J), yaitu 1 batang/rumpun (J1), 2 batang/rumpun (J2), dan 3 batang/rumpun (J3). Parameter yang diukur adalah pertumbuhan dan hasil tanaman yang meliputi : tinggi tanaman, jumlah anakan/rumpun, jumlah malai/rumpun, panjang malai, jumlah gabah/malai, jumlah gabah isi/malai, persentase abah hampa/malai, bobot 1000 butir dan hasil gabah, serta data usahatani padi sawah. Hasil kajian menunjukkan bahwa umur bibit dan jumlah bibit/rumpun berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Penggunaan bibit umur 10 hari (U1) dan 15 hari setelah sebar/hss (U2) dan jumlah bibit 1 batang (J1) dan 2 batang/rumpun (J2) serta interaksinya, rata-rata memberikan pertumbuhan dan hasil gabah nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pertumbuhan tanaman tertinggi (88,33 cm) diperoleh pada ombinasi perlakuan U2J1 dan terendah (82,67 cm), pada kombinasi perlakuan U4J1. Rata-rata hasil gabah tertinggi (8,16 t GKP/ha) diperoleh pada perlakuan U1J1, menyusul U1J2 (8,00 t GKP/ha) sedangkan hasil terendah (6,56 t GKP/ha) diperoleh pada perlakuan U4J1
- ItemPengembangan Teknologi Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Senewe, Rein Estefanus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuHama, penyakit tanaman dan gulma (Organisme Pengganggu Tanaman) akan tetap menjadi tantangan dan merupakan salah satu resiko dalam usaha budidaya tanaman di masa yang akan datang. Oleh karena itu pendekatan pengendalian OPT harus mempertimbangkan kelestaraian produksi, kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan. Kehadiran dan keberadaan perlu diantisipasi dan diperhitungkan sejak dini, yaitu sejak melakukan perencanaan tanam. Perlindungan tanaman ke depan, yaitu terwujudnya kemandirian masyarakat petani dalam penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada system pembangunan pertanian berkelanjutan yang berbasis pedesaan dan berwawasan agribisnis. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pendekatan yang tepat, sejalan dengan usaha pertanian rama lingkungan. Komponen teknolgi pengendalian OPT terus dan senantiasa mengalami perkembangan dan perbaikan dalam upaya peningkatan produksi tanaman, mulai dari pengolahan tanah sampai pasca panen. Teknologi pengendalian dengan menggunakan agens hayati (musuh alami), parasit, predator dan pathogen untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman secara alami, terus mengalami peningkatan
- ItemPengendalian Hama Secara Terpadu Terhadap Hama dan Penyakit Utama Kakao di Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Pesireron, Marietje; Senewe, Rein Estefanus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPengendalian Hama Terpadu (PHT) bukan merupakan tujuan, tetapi suatu teknologi pengendalian hama yang memanfaatkan berbagai cabang ilmu dalam suatu ramuan yang serasi yang satu memperkuat yang lain. Hal ini karena masalah hama bukan hanya akibat interaksi antara tanaman - hama itu sendiri, tetapi juga disebabkan oleh berbagai faktor fisik dan biota disekitarnya seperti iklim, cuaca, tingkat kesuburan tanah, mutu benih, teknik-teknik agronomis, keragaman biota, dan ulah manusia sendiri sebagai pengelola. Rerata luas serangan hama dan penyakit utama kakao di Maluku sampai tahun 2006 adalah 3155,8 ha. Namun dari hama dan penyakit utama yang menyerang tanaman kakao, hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) lebih luas serangannya yaitu 2.009,3 ha; kemudian diikuti hama tikus 296,8 ha; penyakit busuk buah (Phytopthora palmivora Butl) 256,3 ha; dan kepik pengisap buah (Helopeltis antonii Sign) 121,9 ha. C. cramerella S merupakan hama utama kakao yang dikenal sebagai hama Penggerek Buah Kakao. Hama ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan dan kehilangna hasil hingga
- ItemPeranan Predator Kumbang Coccinella arcuata F terhadap Kutu Daun Aphis glycines M pada Tanaman kedelai (Glycine max Merr.)(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005-11-22) Latuny, Onisimus; Senewe, Rein Estefanus; Balai Pegkajian Teknologi MalukuSalah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia adalah serangan hama, diantaranya kutu daun (Aphis glycines M). Untuk itu petani selalu berusaha untuk mengendalikan hama kutu daun ini secara mekanik, kimia maupun dengan menggunakan musuh alami Coccinella arcuata F. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangannya misalnya pestisida merupakan salah satu komponen penting karena cepat terlihat hasilnya namun kelemahannya mempunyai pengaruh samping terhadap musuh alami dan lingkungan. Sedangkan pengendalian dengan menggunakan musuh alami berupa predator dapat mengurangi populasi hama. Keuntungan cara ini antara lain selektifitasnya tinggi, musuh alami sudah ada di lapangan, musuh alami mencari inangnya sendiri dan tidak mengandung resiko pencemaran lingkungan. Oleh karena serangga aphis termasuk serangga pemakan tumbuhan (phytopagus) untuk itu perlu di ketahui sifat biologi dan perilaku hama agar dapat mengetahui potensi dari pengendalian biologi dan peranan predator kumbang Coccinella arcuata F dalam memangsa aphis selama pertumbuhan dan perkembangan sejak instar pertama sampai instar terakhir
- ItemPermasalahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) (Conopomorpha cramerella) di Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Senewe, Rein Estefanus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuMaluku memiliki potensi lahan perkebunan seluas 1.398.672 ha, sedangkan luas areal perkebunan kakao baru mencapai 16.380,7 ha. Potensi pengembangan areal perkebunan kakao di Maluku masih sangat luas dan perlu dimbangi peningkatan produktivitas dari rerata 0,26 ton/ha (produktivitas nasional 1 – 1,4 ton/ha). Salah satu kendala utama terjadinya penurunan produksi kakao, diantaranya serangan hama penggerek buah kakao (PBK) (C. cramerella, S). Keberadaan hama PBK di Maluku mulai tahun 1890 dan bahkan sampai sekarang merupakan ancaman serius dalam upaya peningkatan produksi kakao. Luas serangan hama PBK di Maluku per Desember 2006 seluas 1.751,7 (ha), dengan rerata persentase serangan telah melebihi batas ambang ekonomi. Terdapat hubungan yang sangat erat antara persentase serangan, intensitas serangan dan kehilangan hasil. Tingkat kehilangan hasil naik secara tajam secara eksponensial pada tingkat kerusakan atau intensitas hama di atas 50%. Mutu biji kakao yang dihasilkan tidak normal sehingga mengakibatkan penurunan berat biji yang dihasilkan.
- ItemPotensi Limbah Jagung Sebagai Sumber Pakan Ternak Sapi Di Nusa Tenggara Timur(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Kario, Nelson Hasdy; Senewe, Rein Estefanus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuJagung dan sapi dikenal sebagai komoditas yang sangat penting bagi perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu maka daerah ini telah menjadi mitra pprodusen ternak sapi bagi provinsi DKI Jakarta. Hal ini sebagai dampak dari semakin berkembangnya program Pemda yang dikenal dengan program ―tanam jagung panen sapi‖. Oleh sebab itu perlu diketahui sejauh mana daya dukung tanaman jagung terhadap kecukupan pakan ternak sapi. Penelitian yang bertujuan : a. Mengetahui potensi tanaman jagung yang dihasilkan dari usahatani jagung, b. Mengkaji daya dukung limbah jagung sebagai sumber pakan ternak terhadap populasi ternak sapi. Penelitian ini dilakukan selama 3 (dua) bulan yaitu Juni – Agustus 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah Desk Study. Jenis daya yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran/pengumpulan data pada beberapa institusi terkait seperti luas areal tanam dan panen, produksi, produktivitas, harga jual, dan lainnya yang bersumber dari beberapa institusi seperti Badan Ketahanan dan Penyuluhan Provinsi, Dinas Pertanian Provinsi, Biro Pusat Statistik (BPS) serta sumber informasi yang terkait/berkompeten. dan lain-lain. Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan pendekatan ratio input-output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi tanaman jagung yang dihasilkan dari usahatani jagung mampu menghasilkan produksi jerami 1.712.592,86 ton (teknologi petani) dan 1.786.732,2 ton (Introduksi) dan Sebagai sumber pakan ternak sapi limbah dari hasil jagung mampu mendukung pengembangan ternak sapi sebanyak 176.920,75 UT (Teknologi petani) dan 223.341,5 UT.
- ItemSkrining Ketahanan Galur Harapan Padi Sawah Terhadap Penyakit Tungro(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Bastian, A; Praptana, R H; Senewe, Rein Estefanus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuTungro is one of an important rice diseases that becomes a problem in national rice production. Resistant variety was the effectif component to tungro disease management. Screening of rice lines for tungro disease resistance was conducted in the field of Rice Tungro Disease Research Station, Lanrang, South Sulawesi at dry season (DS) 2005. Rice lines were used originated from Rice Research Station, Sukamandi there were 166 new plants type (F1), 622 new plants type, 387 introgress lines and 133 red rice lines. IRTN IRRI methode was applied to evaluate the resistance level of rice lines. Resistance level of varieties were evaluated at 2, 4, 6 and 8 weeks after planting (WAP) to the level of tungro incidence and disease indexes (DI) then calculated according to Standard Evaluation System for Rice, IRRI. Results showed that it have obtained 170 rice lines were resistant to tungro disease included 58 new plants type (F1), 76 new plants type, 9 introgress lines and 27 red rice lines with level of tungro incidence as high as 0-10% and disease indexes in the ranges of 0-1.
- ItemStatus Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk di Makariki Kabupaten Maluku Tengah(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Senewe, Rein Estefanus; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuObservasi untuk mengetahui status hama dan penyakit jeruk di Makariki Kabupaten Maluku Tengah telah dilakukan. Metode yang digunakan adalah observasi langsung dengan penyajian secara deskriptif. Terdapat tiga kelompok tanaman yang menjadi objek penelitian, yaitu bibit JC yang belum diokulasi; bibit JC yang telah diokulasi dengan mata tunas (entres) jeruk keprok; dan tanaman produktif. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa bibit jeruk yang belum dan sudah di okulasi (belum transplanting) ditemukan 4 jenis hama dan 2 jenis penyakit. Terdapat 2 jenis hama (Aphis tavaresi dan Papilio sp) pada bibit JC yang memiliki tingkat serangan berat dan sedang. Sedangkan pada bibit okulasi, tingkat serangan hama dan penyakit sedang dan ringan. Pada tanaman produktif ditemukan 11 jenis hama dan 2 jenis penyakit, dimana 1 jenis penyakit (Capnodium citri) menunjukkan tingkat serangan berat, serta 2 jenis hama dengan tingkat serangan berat