Browsing by Author "R. Smith Simatupang"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemCARA PENGOLAHAN TANAH, PEMBERIAN MULSA DAN KOMPOS PADA TANAMAN MENTIMUN DI LAHAN RAWA LEBAK(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) R. Smith Simatupang; HIDAYAT DJ NOOR; Y. RAIHANASalah satu masalah yang menjadi faktor pembatas pada tanaman budidaya di lahan rawa łebak adalah kekeringan. Tananłan menjadi mati atau gagal panen sering terjadi, oleh karena iłu diperlukan teknologi yang dapat mengendalikan kelembaban tanah sehingga tanaman tidak kekeringan. Salah satu cara adalah melalui pemberian mulsa dan kompos atau dengan cara pengolahan tanah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pengolahan tanah dan pemberian mulsa serta kompos dałam hubungannya dengan kadar air tanah dan pertumbuhan tanaman mentimun di lahan rawa łebak. Penelitian telah dilakukan di lahan rawa łebak tengahan di Desa Tawar Kabupaten Hulu Sungai Selatan pada MK. 2006. Dua cara pengolahan tanah dan beberapa cara pengelolaan lengas tanah diteliti menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Tanaman mentimun verietas Hercules ditanam pada petak percobaan berukuran 1,5 m x 5,0 m dengan jarak tanam 50 cm x 100 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa olah tanah minimum (OTM) dan pemberian mulsa serasah sebanyak 6,0 t/ha mampu mempertahankan kadar air tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman mentimun. Kata kunci : pengolahan tanah, mulsa dan kompos, mentimun, rawa łebak
- ItemPEMBUKAAN DAN PENYIAPAN LAHAN UNTUK BUDI DAYA KEDELAI DI LAHAN RAWA PASANG SURUT(Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2014) R. Smith Simatupang; Muhammad Alwiembukaan lahan pada kawasan lahan rawa pasang surut selalu diikut dengan reklamasi lahan. Reklamasi dilakukan dengan membangun saluran saluran, yakni saluran primer, sekunder, dan tersier oleh Kementerian PU dengan beberapa sistem yakni sistem handil, anjir, garpu, dan siir Pengelolaan air dibagi dalam skala makro dan skala mikro. Pada sistem pertanian, kegiatan paling awal adalah pembersihan lahan (land clearing dilanjutkan dengan kegiatan penyiapan lahan (land preparation). Pembukaan lahan gambut/bergambut, potensial dan sulfat masam pada prinsipnya hampir sama yakni melakukan penebangan hutan kayu, pembersihan lahan dan pembuatan saluran. Hanya saja pada lahan gambut karena sifatnya rapuh dan rentan terhadap kebakaran maka perlu kehati-hatian agar lahan tidak mengalami degradasi. Hal yang sama juga untuk tanah sulfat masam karena adanya lapisan pirit (FeS) pada bagian lapisan bawah. Pembuka lahan harus dilakukan mengacu kepada konservasi sumber daya lahan untuk menghindari degradasi lahan. Tereksposenya pirit ke permukaan tanah akan mengakibatkan oksidasi pirit yang menghasilkan senyawa racun dan memasamkan tanah sehingga produktivitas lahan menjadi turun. Penyiapan lahan pada lahan bukaan baru maupun lahan yang telah lama dimanfaatkan harus mengacu kepada konservasi tanah. Hal ini bertujuan untuk menjamin keberlanjutan sistem budi daya yang dikembangkan pada kawasan tersebut Pada lahan gambut/bergambut, penerapan sistem olah tanah konservasi dapat mengendalikan subsidensi dan menunjukkan kinerja lebih baik dibanding dengan sistem olah tanah intensif (OTI). Pada lahan mineral khususnya lahan sulfat masam, sistem penyiapan lahan harus memperhatikan keberadaan pintu di dalam tanah. Olah tanah intensif bisa dilakukan tetapi kedalamannya tidak lebih dari 20 cm. Penerapan sistem olah tanah konservasi, yakni olah tanah minimum (OTM), olah tanah bermulsa (OTB) dan tanpa olah tanah (TOT) dengan menggunakan herbisida merupakan inovasi teknologi yang bisa dikembangkan dalam menyiapkan lahan untuk tanaman kedelai
- ItemTEKNOLOGI INOVATIF PENINGKATAN PRODUKTIV ITAS JAGUNG DI LAHAN RAWA PASANG SURUT(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2019) R. Smith Simatupang; Isri HayatiJagung merupakan salah satu komoditas strategis dan memiliki nilai penting dalam sistem perekonomian nasional. Oleh karena itu, produksi agung nasional terus ditingkatkan agar tercipta swasembada secara berkelanjutan. Upaya khusus peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi adalah mengupayakan untuk meningkatkan produktivitas jagung rata-rata dari 4,68 ton/ha menjadi 5,0 ton/ha bahkan lebih pada lahan eksisting maupun bukaan baru. Ekstensifikasi dilakukan selain pada lahan kering juga dilakukan di lahan rawa pasang surut yang sesuai untuk pengembangan jagung. Lahan rawa pasang surut yang sesuai dan potensial untuk pengembangan tanaman jagung cukup luas. Secara teknis agronomis pengembangan komoditas jagung di lahan rawa pasang surut dapat dilakukan, inovasi teknologi budi daya jagung sudah tersedia dan siap dikembangkan. Pengembangan jagung diarahkan pada lahan rawa pasang surut tipe luapan C dan B, diperkirakan luasnya mencapai 2,57 juta hektar terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Teknologi inovatif di antaranya penyiapan lahan dan pengolahan tanah, ameliorasi dan pemupukan, pengelolaan air, sistem tanam, pemeliharaan tanaman, penggunaan benih bermutu dan varietas
- ItemTeknologi Olah Tanah Konservasi Dan Implementasinya Dalam Peningkatan Produksi Padi di Lahan Rawa Pasang Surut(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) R. Smith Simatupang; NuritaAbstract The Conservation Technology of Tillage and Its Impact to Increasing of Rice Production in Tidal Swamp Land. A total of about 9.57 million ha of the tidal swamp land is potential to be developed into productive agriculture land. In such land, food crop development is limited by growth factors, such as physic-chemical soil characters, and soil biology, as well as socio-economic factors. The present of pyrite layers inside this land cause the rice crops suffered from iron toxicity, the land productivity is poor, and finally the land becomes neglect able. Labour availability in this area is very limited, causing the agriculture operations become difficult and slow. To establish rice production in such area, innovation technologies on rice cultivation are absolutely needed particularly those for pyrites conservation on soil, so it is expected that the rice crops save from the negative effect of pyrites. The no tillage technology, which is able to inhibit pyrite oxidation and iron toxicity of the rice crops, is considered to be the most suitable technology in such problem land, as it also saves labour up to about 28% and increases farmer's income due to the increase of the rice yields. In acid sulphate and peaty land, no tillage technology in combination with herbicides increased rice yields by 0.60-0.84 t/ha and by 0.61-0.92 t/ha of dried grains, respectively. The technology also supported a two-times cropping pattern a year and so called as 200% HI (harvest index). It is expected that through the adoption of rice technologies, particularly the no tillage technology, and the tidal swamp land would be able to contribute significantly to the national food security program. Abstrak Sekitar 9,57 juta ha lahan rawa pasang surut potensial untuk. pembangunan pertanian. Pengembangan untuk tanaman pangan dihadapkan pada faktor-faktor pembatas, seperti sifat fisiko-kimia tanah, biologi tanah, dan sosial ekonomi. Adanya lapisan pirit pada lahan ini, dapat mengakibatkan keracunan besi pada tanaman padi, Jika pirit mengalami oksidasi akan menyebabkan lahan mengalami degradasi sehingga produktivitas rendah, dan rendah, dan akhirnya lahan tidak menarik untuk dimanfaatkan dan terlantar. Tenaga kerja di daerah ini sangat terbatas menyebabkan kegiatan pertanian menjadi sulit dan lamban. Untuk ini, maka diperlukan inovasi teknologi budidaya padi teru terutama untuk mengkonservasi pirit yang terdapat di dalam tanah, sehingga pirit tersebut tidak tidak menimbulkan menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan tanaman padi. Teknologi konservasi tanpa olah tanah merupakan teknologi yang tepat untuk tujuan konservasi pirit tersebut, karena teknologi ini dapat menghambat oksidasi pirit dan keracunan besi pada tanaman padi, menekan tenaga kerja sampai sekitar 28%, dan meningkatkan pendapatan petani sebagai akibat dari hasil padi yang meningkat. Teknologi tanpa olah tanah yang diterapkan bersama dengan herbisida dapat meningkatkan hasil GKG padi 0,60-0,84 t dan 0,61-0,92 t/ha, berturut-turut pada lahan sulfat masam dan pada lahan bergambut. Teknologi ini juga dapat mendukung pola tanam dua kali setahun, sehingga tercapai IP 200. Implikasi dari penerapan teknologi tanpa olah tanah lahan rawa pasang surut ini ke depan, dapat memberikan sumbangan nyata terhadap program ketahanan pangan nasional.