Repository logo
  • English
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Gàidhlig
  • Latviešu
  • Magyar
  • Nederlands
  • Polski
  • Português
  • Português do Brasil
  • Suomi
  • Svenska
  • Türkçe
  • Қазақ
  • বাংলা
  • हिंदी
  • Ελληνικά
  • Yкраї́нська
  • Log In
    New user? Click here to register.Have you forgotten your password?
Repository logo
  • Communities & Collections
  • All of Repositori
  • English
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Gàidhlig
  • Latviešu
  • Magyar
  • Nederlands
  • Polski
  • Português
  • Português do Brasil
  • Suomi
  • Svenska
  • Türkçe
  • Қазақ
  • বাংলা
  • हिंदी
  • Ελληνικά
  • Yкраї́нська
  • Log In
    New user? Click here to register.Have you forgotten your password?
  1. Home
  2. Browse by Author

Browsing by Author "Priyanto, Dwi"

Now showing 1 - 1 of 1
Results Per Page
Sort Options
  • No Thumbnail Available
    Item
    Kasus Peredaran Daging “Glonggong” Ditinjau dari Aspek Bioetika dan Etika Perdagangan Produk Peternakan
    (BB Biogen, 2009-12) Priyanto, Dwi; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
    Kasus Peredaran Daging “Glonggong” Ditinjau dari Aspek Bioetika dan Etika Perdagangan Produk Peternakan. Pada saat menjelang lebaran Idul Fitri, kasus peredaran daging “glonggong” semakin mencuat, seiring dengan permintaan konsumen yang meningkat. Daging “glonggong” adalah produk daging (biasanya daging sapi) dari hewan yang akan disembelih diberi minum sebanyak-banyaknya sampai lemas. Sapi tersebut diikat dengan kaki depan diangkat ke atas, kemudian diberi minum dengan memasukkan air melalui corong bambu atau selang ke dalam perut sapi selama 6 jam. Hal ini tentu membuat sapi kesakitan, sehingga dapat dikategorikan dalam kasus penyiksaan hewan. Cara ini dilakukan sebagai akal-akalan untuk menambah bobot daging. Produk daging tersebut secara ekonomis memberikan kompensasi keuntungan bagi produsen hingga Rp 15.142/kg daging atau setara dengan Rp 1.059.940/ekor, tetapi juga sekaligus merugikan konsumen, karena melanggar hak konsumen. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa produk tersebut haram, karena diperoleh dari penyiksaan hewan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga mengindikasikan bahwa produk daging tersebut rawan terhadap kesehatan konsumen, karena lebih mudah terkontaminasi bakteri patogen. Dengan demikian, hal ini termasuk dalam kasus pelanggaran baik terhadap ternak maupun penipuan konsumen. Namun demikian, kasus ini masih menjadi kontroversi di antara para penentu kebijakan.

Copyright © 2025 Kementerian Pertanian

Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian

  • Cookie settings
  • Privacy policy
  • End User Agreement
  • Send Feedback