Browsing by Author "Nazemi, Dahkyar"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemGULMA PADA TANAMAN KEDELAI PASANG SURUT DAN UPAYA PENGENDALIANNYA(Balittra, 1996) Nazemi, Dahkyar; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawațahan yang relatif luas berkisar antara 1,0-2,5 ha dan ketersediaan Wia yang relatif terbatas merupakan salah satu penyebab pengendalian gulma dŔaĂan. Pada tanaman kedelai apabila guîma tidak dikendalikan dapat hasil antara 18-68% akibat persaingannya dalam mendapatkan air, hara, snar matahari sena ruang tumbuh. Di lahan pasang surut penurunan hasil antała 30-62%ț Oleh karena iłu pengendalian gulma mutlak dilakukan untuk r.tôhankanpotensi hasilyang tinggi. Dominansijenis gulma dipengaruhi olehjenis Pada tanah sulfat masam gulma yang dominan adalah dari golongan sedangkan pada tanah gambut gulma yang dominan adalah dari golongan Pengendalian gulma pada pertanaman kedelai di lahan pasang surut betum dilaksanakan dengan baik karena terbatasnya tenaga, biaya dan Pengetahuan tentang jenis gulma, kerugian hasil akibat gangguan gulma, dan pengerdaliannya pada tanaman kedelai di lahan pasang surut dipertukan agar -e-•š-dalian gulma dapat dilaksanakan dengan baik dan efisien dengan mempertimbagkan sumberdaya yang ada. Pemanfaatan mulsa jerami padi untuk mengendali gutna dapat dipertimbangkan terutama pada pemilikan lahan yang relatif sempit @3-0.5 ha) dan pada lahan petani yang menerapkan pola tanam padi-kedelai. Untuk pemžkan lahan yang relatif luas (1,0 ha), pengendalian gulma dengan herbisida rș•pakan attematif yang baik untuk mengurangi curahan tenaga kerja.
- ItemJeruk Siam di Lahan Rawa Pasang Surut Pengelolaan dan Pengembanngannya(Balittra, 2021) Noor, Muhammad; Koesrini; Nazemi, Dahkyar; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaDalam lima tahun terakhir ini perkembangan tanaman jeruk Siam (Citrus suhuensis) di lahan rawa pasang surut meningkat pesat. Pasar jeruk Siam dalam negeri sendiri cukup baik dan populer di petani karena produksinya paling tinggi di antara jenis jeruk yang lain, disukai konsumen, serta nilai ekonominya cukup baik. Budidaya jeruk di lahan rawa pasang surut sudah lama dikenal masyarakat setempat, khususnya di Kalimantan Selatan sejak ratusan tahun silam. Budidaya jeruk di lahan rawa pasang surut dapat dengan sistem tukungan (gundukan) atau Surjan (sistem baluran). Secara bertahap petani membuat tukungan di lahan sawahnya. Sistem tukungan mi dianjurkan hanya untuk lahan rawa dengan jenis tanah mineral atau bergambut, tetapi juga mulai merambat ke lahan gambut dengan berbagai ketebalan dan dangkal sampai sedang
- ItemPERSPEKTIF PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK(Balittra, 2017) Susilawati, Ani; Nazemi, Dahkyar; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLuas lahan rawa lebak di Indonesia sekitar 13,28 juta hektare, atau sekitar sepertiga dari luas total lahan rawa. Secara umum tingkat kesuburan lahan rawa lebak lebih baik dibandingkan dengan lahan rawa pasang surut, karena tanah di lahan rawa lebak tersusun dari endapan sungai (fluviatil) yang tidak mengandung bahan sulfidik atau pirit. Kecuali pada zona peralihan antara lahan rawa lebak dan lahan rawa pasang surut di lapisan bawah pada kedalaman lebih dari satu meter umumnya ditemukan lapisan bahan sulfidik yang merupakan endapan marin. Lahan rawa lebak merupakan salah satu lahan sub-optimal yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan berbagai komoditas, baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, maupun peternakan. Lahan rawa lebak dangkal merupakan bagian yang paling potensial untuk pertanian dibandingkan dengan lahan rawa lebak tengahan dan dalam. Lahan rawa lebak dangkal dan tengahan umumnya dijadikan lahan persawahan dengan pertanaman palawija dan sayuran di bagian guludan/bedengan pada sistem surjan. Sementara lebak dalam, karena bentuknya mirip cekungan kondisi airnya relatif masih dalam walaupun pada musim kemarau, sehingga lebih sesuai untuk budidaya perikanan air tawar. Kendala utama dalam pengelolaan lahan rawa lebak adalah tingginya air selama musim hujan dan sebaliknya pada musim kemarau genangan air berangsur turun menjadi hampir kering. Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan pemanfaatan lahan rawa lebak untuk pertanian. Penegasan kembali tentang potensi dan peluang pemanfaatan lahan rawa lebak sebagai lahan alternatif masa kini dan masa depan diperlukan. Optimalisasi sumberdaya lahan dilakukan dengan menggunakan input/masukan teknologi varietas, pupuk, air, alsintan, managemen budidaya dan kelembagaan yang sesuai, inovatif, terpadu, agribisnis dan berkelanjutan dengan konsep eco-farming estate system.
- ItemTEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG DAN PEMANFAATAN BAHAN AMELIORAN Dl LAMAN PASANG SURUT(Balai Standar Pengujian Instrumen (BPSI) Pertanian Lahan Rawa, 2005) Nazemi, Dahkyar; ARIFIN, ZAINAL; Balai Standar Pengujian Instrumen (BPSI) Pertanian Lahan RawaJagung merupakan bahan pangan penting sumber karbohidral kedua selelah beras. Disamping im, jagungjuga digunakan sebagai bahan makanan ternak (pakmn) dan bahan baku industri. Penggunaan sebagai bahan pakan yang sebagian beşar unluk ternak ayam ras menunjukkan tendensi makin meningkat seliap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20%. Sebaliknya, penggunaan sebagai bahan pangan menurun. Sejalan dengan telah digalakkannya Gema Palagung 2001 (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai, dan Jagung tahun 2001) maka sudah sewajarnya bila upaya perbaikan tebıologi budidaya dan peningkatan prodüksi jagung harus diusahakan dengm perioritas tinggi. Dalanı upaya peningkatan prodüktivitas jagung di lahan pasang surut terutama di lahan gambut, menghadapi beberapa kendala. Kendala utama yang sering dihadapi diantaranya PH tanah masam, kahat hara NPK, kahat hara miho (Cu, Zn, Fe) danporos air. Salah satu upayapeningkatan prodüktivitasjagung di lahan pasang surul yaitu pada lahan gambut dan sulfat masam, diperlukan perbaikan tehıologi budidayajagung dan pemanfaatan bahan amelioran namun in situ sebagai sumber hara organik Hasil penelitian yang telah dilakukan deh Balitfra Bmıjarbaru pada lahan pasang surut sulfat masam di Inlittra Balandean, Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa dengan pemberian Ipomea aquatica 3,2 Üha dapat menghasilkan jagung pipilan kering 5,41 t/ha dan pemberian Eceng gondok 3,2 Üha diperoleh hasiljagung pipilan kering 5,10 t/ha (MK. 2000). Hasil penelitian di lahan gambut yang dilaksanakan di Deşa Pangkoh Kalimantan Tengah, menunjukkan bahwa dengan pemberian abu sekam 600 kg/ha diperoleh hasil pipilan keringjagung 5,20 t/ha. Demikian juga hasil penelitian pengapuran (NIT. 2000) dengan menggunakan kapur dolomit 0,5 Üha di lahan gambut diperoleh hasiljagung 3,33 t/ha