Browsing by Author "Masganti"
Now showing 1 - 9 of 9
Results Per Page
Sort Options
- ItemDEGRADASI LAHAN GAMBUT(Balittra, 2017) Masganti; Eni Maftu’ah; Nur Wakhid; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLahan gambut mempunyai multi fungsi sebagai pengendali banjir dan kekeringan, pengonservasi berbagai sumber daya genetik, dan penghasil bahan pangan. Lahan gambut telah lama dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh petani. Pemilihan lahan gambut sebagai pemasok bahan pangan didasarkan atas pertimbangan (1) produktivitas masih rendah, (2) lahan potensial masih luas, (3) indeks pertanaman (IP) masih rendah, (4) lahan terdegradasi yang potensial masih luas, (5) pola produksi bahan pangan bersifat komplementer dengan pola produksi bahan pangan di pulau Jawa, (6) kompetisi pemanfaatan lahan untuk tujuan non-pertanian relatif rendah, dan (7) tersedianya teknologi produksi berbagai komoditas. Kesalahan dalam pemanfaatan lahan gambut seperti pembakaran lahan, pengelolaan air yang salah, penambangan, dan penebangan pohon menyebabkan lahan gambut terdegradasi. Kriteria lahan gambut terdegradasi meliputi (a) bila penutupan vegetasinya didominasi oleh semak belukar, kadar karbon permukaan tanah gambut < 35 t/ha, atau (b) merupakan lahan terbuka bekas tambang. Sedangkan indikatornya meliputi (1) sudah ada penebangan pohon, (2) ada jalan logging, (3) ada bekas kebakaran, (4) kondisi lahan kering/tidak tergenang, dan (5) adanya bekas penambangan. Degradasi lahan gambut menyebabkan penurunan kesuburan tanah, produktivitas lahan, jenis tanaman yang dibudidayakan, daya konservasi kawasan air, jumlah dan populasi mikroorganisme, dan meningkatnya pencemaran air, udara, dan tanah, sehingga kapasitas fungsi hidrologi, fungsi konservasi, dan fungsi produksi menjadi berkurang menyebabkan lahan gambut terlantar. Dari 14,95 juta hektar lahan gambut Indonesia, 6,66 juta hektar diantaranya terdegradasi. Angka tersebut akan terus bertambah akibat aktivitas manusia. Remediasi perlu dilakukan untuk memulihkan atau memperbaiki sifat gambut. Remediasi dapat dilakukan melalui (1) pengelolaan air, (2) penggunaan pupuk kandang dan Pugam, (3) penggunaan abu gambut dan lumpur laut, dan (4) pemanfaatan limbah kelapa sawit.
- ItemLahan Gambut Indonesia: Pembentukan, Karakteristik, dan Potensi Mendukung Ketahanan Pangan(IAARD Press, 2014) Agus, Fahmuddin; Anda, Markus; Jamil, Ali; Masganti
- ItemLAHAN RAWA PASANG SURUT: PERTANIAN MASA DEPAN INDONESIA(Balittra, 2017) Hairani, Anna; Raihana, Yulia; Masganti; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLahan rawa pasang surut merupakan lahan yang dipengaruhi oleh pergerakan air di permukaan sungai akibat pergerakan bulan, terdiri dari lahan sulfat masam dan lahan gambut. Upaya meningkatkan produksi pangan bersifat mutlak mengingat kebutuhan pangan yang terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kesadaran untuk diversifikasi pangan, tuntutan kualitas bahan pangan, dan keinginan untuk menjadi lumbung pangan dunia. Lahan rawa pasang surut sangat potensial dikembangkan sebagai lumbung pangan dan pertanian masa depan Indonesia mengingat (1) produktivitas masih rendah, (2) ketersediaan lahan masih luas, (3) indeks pertanaman (IP) masih rendah, (4) lahan terdegradasi yang potensial masih luas, (5) pola produksi bersifat komplementer dengan pulau Jawa, (6) kompetisi pemanfaatan lahan untuk tujuan nonpertanian relatif rendah, dan (7) teknologi produksi berbagai komoditas cukup tersedia. Lahan rawa pasang surut telah dimanfaatkan petani sebagai penghasil bahan pangan sejak awal abad XIX dengan luas terbatas, kemudian dibuka melalui beberapa proyek penelitian : (1) P4S pada tahun1968-1980, (2) SWAMP - I pada tahun 1982-1986, (3) SWAMP - II pada tahun 1986-1992, (4) ISDP pada tahun 1993-2000, (5) SUP pada tahun 1998-2000,serta proyek pembukaan lahan seperti Mega Proyek Sejuta Hektare di Kalimantan Tengah pada tahun 1996 dan revitalisasi Ex PLG pada tahun 2006. Permasalahan dalam menjadikan lahan rawa pasang surut sebagai pertanian masa depan Indonesia adalah rendahnya produktivitas lahan, rendahnya pendapatan petani, dan penurunan kualitas lingkungan. Strategi menjadikan lahan rawa pasang surut sebagai pertanian masa depan Indonesia adalah (1) peningkatan produktivitas lahan, (2) peningkatan pendapatan petani, dan (3) perbaikan kualitas lingkungan dengan persyaratan secara teknis bisa dilaksanakan dan diterima masyarakat, secara ekonomi layak dan menguntungkan dan tidak merusak lingkungan. Pengembangan pertanian masa depan Indonesia harus mengembangkan pertanian yang integratif, ramah lingkungan, modern, dan hemat tenaga kerja. Selain itu juga harus mengembangkan komoditas spesifik seperti tanaman obat (farmaka), tanaman untuk kosmetik, dan tanaman untuk pestisida nabati.
- ItemPENGAPURAN DAN PEMUPUKAN P PADA PERTANAMAN PADI Dl LAHAN PASANG SURUT(Balittra, 1996) Masganti; Fauziati; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPenyediaan beras pada mosa mondatang harus dapat menfaatkan lahan pasang surut yang cukup besar. Akan tetapi lahan ini mengandunqkendata kimia untuk budidaya padi. Kendala tersebut adalah pH tanah vang rendah unsur P. Keadaan ini menyebabkan ketersediaan unsur hara menjadi teriatas unusur-unsur toksik seperti Fe, A dan S04 berada dalarn tingkat yarg tanaman padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengapuran meningkatkan padi dan kemampuan tanaman padi memanfaatkan residu pupuk P. CaOha pada pertanaman pertama, dapat dimanfaatkan residunya hingga ketigat sedang pemberian 1 t CaO/ha residunya hanya dapat dimanfaatkan pada pertanaman kedua. Pada tanah sulfat masam aktual dan tanah pemupukan P memerlukan dosis 90 kg P205/ha, sedang tanah sulfat masam pctensal hanya 60 kg P205/ha. Pada tanah sulfat masam, fosfatyang bersumber dan batuan alam lebih nyata dalam meningkatkan hasil padi dibandingkan dengan ISP 'Pemu pukan 135 kg P20gfia, residunya dapat dimanfaatkan tanaman hingga pe±aman ketiga, pemupukan 90 kg P205/ha hanya memberikan efek residu pada pertaraman kedua, sedang pemberian 45 kg P205/ha tidak memberikan efek residu
- ItemPENGARUH MACAM SENYAWA PENJERAP DAN SUMBER PUPUK P TERHADAP DAYA PENYEDIAAN HARA BAHAN GAMBUT(Balai Standar Pengujian Instrumen (BPSI) Pertanian Lahan Rawa, 2005) Masganti; Balai Standar Pengujian Instrumen (BPSI) Pertanian Lahan RawaPertumbuhan tanaman pangan di tanah gambut berkaitan erat dengan kemampuan tanah gambut menyediakan hara. Semakin tinggi kemampuan tanah gambut menyediakan hara, semakin baik pertumbuhan tanaman. Sebuah penelitian berskala laboratorium telah dilaksanakan untuk menentukan macam senyawa penjerap fosfat dan sumber pupuk P yang efektif meningkatkan daya penyediaan hara bahan gambut saprik yang diperoleh dari Bereng Bengkel, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dari bulan September hingga November 2001. Perlakuan yang diuji dalam penelitian ini meliputi (l) macam senyawa penjerapfosfat.• CaC03; CaS04,• CaC12,• MgCOf MgSOg; MgC12,• K2C03,• 1<2SO,; KCI; Na2COs; Na2S04,: dan NaCl, dan (2) sumber pupuk P yakni SP36 dan fosfat alam Perlakuan ditata dalam Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap si/at bahan gambut dan kadar Ca, Mg, K, dan Na dalam bahan gambut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Ca, Mg, K, dan Na dalam bahan gambut sangat dipengaruhi oleh macam senyawa penjerapfosfat dan sumber pupuk P yang digunakan serta interaksinya. Daya penyediaan hara bahan gambutyang tertinggi dicapai dengan penggunaan CaC03 danfosfat alam.
- ItemPENGELOLAAN LAHAN BERPIRIT DI RAWA PASANG SURUT UNTUK OPTIMASI PADI(Balittra, 2021) Anwar, Khairil; Masganti; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
- ItemPENGELOLAAN LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SWADAYA PETANI(Balittra, 2021) Sosiawan, Hendri; Masganti; Susilawati, Ani; Hartatik, Wiwik; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
- ItemPROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN PADI SEBAR LANGSUNG Dl LAHAN PASANG SURUT(Balittra, 1996) Masganti; Fauziati; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaSalah satu kendala produksi padl di Iahon pasang surut adatah bolum tersedianya teknologi sistem produksi yang homat tenaga, sohingga ponanaman padi dua kali setahun hanya dapat dilakukan sokltar 13% dari luns Iahan yang torsodia, Teknologi padi sebar langsung dapat menurunkan jumlah tonaga korja. kuhususnya pada kegiatan persemaian dan tanam. Selain itu teknologi ini juga dapat mempetpen• dek masa produksi padi dan hasilnya Iebih tinggi dari tanam pindah. Beborapa kondata pengembangan padi sebar langsung di Iahan pasang surut adalah : (1) jumlah benih dan pupuk yang diperlukan Iebih banyak, (2) tanaman mudah rebah. (3) portumbuhan gulma dan serangan tikus Iebih intensif, (4) benih yang disebar dimakan burung/terbawa getakan pasang surut air, (5) pertumbuhan tidak merata dan (6) pomeliharaan Iebih sulit. Teknologi padi sebar langsung di Iahan pasang surut dapat dikembangkan apabila komponen-komponen teknologi diterapkan secara tepati meliputi : (a) persiapan Iahan dengan pengolahan tanah semputna dan rata, (b) benih direndam dengan air selama 24 jam. kemudian ditiriskan dan dilapisi dengan 100 g CaO/kg benih. (c) menggunakan varietas IR66 pada musim hujan dan IR64 pada musim kemarau, (d) kepadatan benih 150-200 kglha, (e) pemupukan NPK 135-90-90, (O pengapuran sebanyak t CaOma, (g) tanam dilakukan pada saat pasang ganda, (h) gulma dikenda!ikan dengan herbisida pratumbuh tiga hari sebelum sebar dan herbisida puma tumbuh tujuh hari sesudah sebar dan (i) tikus dikendalikan melatui pengumpanan dini dengan klerat
- ItemTEKNOLOGI AMELIORASI DAN PEMUPUKAN PADI DI LAHAN GAMBUT(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2022) Masganti; Khairil Anwar; Andin Muhammad AbduhBeras menjadi komoditas utama karena bersifat strategis, ekonomis, dan politis. Oleh karena itu, produksi padi harus terus digenjot di tengah meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan energi individu serta tekad menjadi lumbung pangan dunia (LPD). Luas lahan gambut Indonesia diperkirakan mencapai 14,93 juta hektare, 10,27 juta hektare sesuai untuk pengembangan pertanian dan 5,90 juta hektare di antaranya sesuai untuk budi daya padi. Pengelolaan lahan gambut untuk budi daya padi harus memperhatikan karakteristik gambut terkait dengan: (a) sifat-sifat fisik seperti tingkat dekomposisi, ketebalan/ kedalaman, bulk density, kering tak balik, laju subsidensi, daya retensi air, porositas, dan lapisan bawah/substratum; (b) sifat-sifat kimia meliputi kemasaman tanah, kejenuhan basa, kadar abu, kapasitas tukar kation, P-tersedia, C-organik, N-total, dan unsur mikro; dan (c) sifat biologis tanah gambut seperti flora dan fauna. Pemanfaatan lahan gambut untuk budi daya padi terkendala di antaranya oleh ketersediaan hara yang rendah, kemasaman tanah yang tinggi, efisiensi pemupukan yang rendah, dan risiko keracunan unsur hara tertentu