Browsing by Author "Lukman Hakim"
Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
- ItemPengelolaan Lahan Sawah dan Reorientasi Target Alih Teknologi Usahatani Padi di Jawa(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2010-12-16) Sumarno; U.G. Kartasasmita; Lukman HakimPemilik lahan tidak selalu harus melakukan pengelolaan usahatani padi sendiri, apabila memiliki kesempatan usaha di luar pertanian. Untuk memperoleh informasi perubahan status penguasaan lahan dan pengelolaan usahatani padi sawah di sentra produksi padi di Jawa dilakukan penelitian di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, pada tahun 2009, masing-masing mengambil sampel dua kabupaten sentra produksi padi sawah, di ketiga provinsi tersebut, yakni Karawang dan Subang di Jawa Barat, Klaten dan Boyolali di Jawa Tengah, dan Ngawi dan Pasuruan di Jawa Timur. Setiap kabupaten diwakili oleh dua kecamatan, dan di setiap kecamatan diwawancarai minimal dua kelompok tani responden. Luas pemilikan lahan sawah dari 70% petani responden di tiga provinsi tersebut berkisar antara 0,2-0,4 ha/RTP (rumah tangga petani), yang mengindikasikan kecilnya skala usahatani sebagian besar petani padi di Jawa. Sebanyak 45% petani pemilik lahan menyakapkan lahan sawahnya, dan 55% pemilik lahan berfungsi sebagai petani operator. Tingkat penyakapan lebih dari 50% pemilik lahan terdapat di Klaten dan Boyolali, tetapi hanya 15% di Subang. Di Karawang, Ngawi, dan Pasuruan, penyakapan lahan mencapai 40-48%. Alasan utama pemilik lahan menyakapkan lahan adalah kecilnya pendapatan usahatani padi yang diperoleh dari lahan sempit, sehingga petani pemilik lahan memilih usaha di bidang nonpertanian. Penyakap adalah petani penggarap tanpa lahan, yang memperoleh bagian 25-35% dari hasil panen bersih. Penguasaan teknologi oleh petani penyakap pada umumnya masih rendah, rata-rata 63%. Intensitas kontak antara petani penyakap dengan penyuluh pertanian pada umumnya rendah, informasi teknologi lebih sering diperoleh dari petugas sales atau petani tetangga. Oleh karena itu, penyuluhan perlu lebih memprioritaskan kepada petani penyakap dan petani yang memiliki lahan sempit, kurang dari 0,34 ha/RTP, yang merupakan bagian terbesar dari pelaku usahatani padi di Jawa. Masih rendahnya penguasaan teknologi oleh petani memberikan implikasi perlunya peningkatan penguasaan teknologi oleh penyuluh pertanian, dengan meningkatkan hubungan kerja fungsional yang lebih intensif antara penyuluh dengan peneliti. Penyakapan diperkirakan akan terus meningkat porsinya karena banyaknya petani yang tidak mempunyai lahan. Diperlukan ketentuan baku pembagian hasil panen yang saling menguntungkan antara pemilik lahan dan petani penyakap, dan secara keseluruhan perlu dibangun sistem insentif ekonomi bagi petani padi dalam sistem produksi pangan nasional.
- ItemSenjang Adopsi Teknologi dan Senjang Hasil Padi Sawah(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009-12-16) Sumarno; Unang G. Kartasasmita; Zulkifli Zaini; Lukman HakimKeragaman produktivitas padi sawah dalam satu hamparan diduga disebabkan oleh senjang adopsi teknologi budi daya. Untuk mengetahui penyebab senjang adopsi teknologi dan senjang hasil padi sawah dilakukan studi dengan pendekatan participatory rural appraisal (PRA) di Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Purwakarta, dan Majalengka, Jawa Barat, pada tahun 2008. Hasil studi menunjukkan komponen teknologi budi daya padi yang sudah diadopsi secara mantap oleh petani adalah (a) varietas unggul baru adaptif, (b) tanam bibit umur muda (15-20 hari), (c) penyiapan lahan secara optimal, dan (d) pengendalian gulma. Komponen teknologi yang belum diadopsi secara optimal adalah (a) penggunaan benih berlabel, (b) pengayaan kandungan bahan organik tanah, (c) dosis pupuk berdasarkan status hara tanah, (d) pengendalian OPT berdasarkan prinsip PHT, dan (e) panen-pascapanen mencegah kehilangan hasil kurang dari 10%. Komponen teknologi yang hanya diadopsi oleh sebagian kecil petani adalah (a) persemaian hemat waktu dan hemat benih (25 kg/ha), (b) tanam bibit jajar legowo, (c) tanam bibit dua batang per rumpun, dan (d) pengairan berselang (intermittent irrigation). Efisiensi penggunaan waktu juga masih rendah, sehingga menghambat peningkatan intensitas tanam, disebabkan oleh keterbatasan jumlah traktor. Tingkat adopsi teknologi adalah sbb.: Kabupaten Ciamis 66,4%, Tasikmalaya 70,7%, Purwakarta 65,7%, dan Majalengka 75,7%. Belum optimalnya adopsi teknologi menunjukkan adanya peluang untuk memperbaiki tingkat adopsi, guna mengurangi senjang adopsi teknologi. Senjang hasil padi antarpetani, antarmusim, dan antarkabupaten masih cukup besar, berkisar antara 1-3 t/ha. Perbaikan senjang adopsi teknologi disarankan untuk dijadikan program strategis Pemerintah dalam upaya peningkatan produksi padi di tingkat daerah dan nasional. Peran Pemerintah dalam program perbaikan senjang adopsi teknologi antara lain dalam (1) penyediaan kredit modal usaha/modal kerja kepada individu petani, (2) penyediaan kredit untuk pembelian/pengadaan traktor, (3) penyediaan kredit pembuatan dam dan embung air perdesaan, dan (4) peningkatan kualitas dan intensitas penyuluhan dalam hal PHT, pengayaan bahan organik tanah atau pengomposan, efisiensi penggunaan air, dan efisiensi penggunaan waktu dalam pengolahan tanah. Pengurangan senjang adopsi teknologi diharapkan akan mengurangi senjang hasil, yang berarti meningkatkan produksi padi petani, produksi padi di tingkat kabupaten dan provinsi, yang akan berdampak terhadap peningkatan produksi beras nasional dalam waktu cepat dengan biaya yang relatif murah