Repository logo
  • English
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Gàidhlig
  • Latviešu
  • Magyar
  • Nederlands
  • Polski
  • Português
  • Português do Brasil
  • Suomi
  • Svenska
  • Türkçe
  • Қазақ
  • বাংলা
  • हिंदी
  • Ελληνικά
  • Yкраї́нська
  • Log In
    New user? Click here to register.Have you forgotten your password?
Repository logo
  • Communities & Collections
  • All of Repositori
  • English
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Gàidhlig
  • Latviešu
  • Magyar
  • Nederlands
  • Polski
  • Português
  • Português do Brasil
  • Suomi
  • Svenska
  • Türkçe
  • Қазақ
  • বাংলা
  • हिंदी
  • Ελληνικά
  • Yкраї́нська
  • Log In
    New user? Click here to register.Have you forgotten your password?
  1. Home
  2. Browse by Author

Browsing by Author "Lalu Muhamad Zarwazi"

Now showing 1 - 2 of 2
Results Per Page
Sort Options
  • No Thumbnail Available
    Item
    Keragaan Galur dan Varietas Padi Gogo Sebagai Tanaman Tumpangsari Hutan Jati Muda di Blora dan Indramayu
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) Lalu Muhamad Zarwazi; Widyantoro; Supartopo; Husin M. Toha
    Abstract Performance of Upland Rice Lines and Upland Rice Varieties as an Interculture at Young Teak Forest in Blora and Indramayu. There were about 55.6 million hectares of dry land available in Indonesia which can be utilized as an alternative of improving rice production in the country. One of the dry land available was those covered with young, forest plants in which rice crops still possible to be grown with considerable yield production. The experiment has been conducted at Ngliron Village, Randublatung Sub-district, Blora District, Central Java and at Bantarwaru Village, Gantar Sub-district, Indramayu District, West Java, during the WS of 2008/2009. The rice genotypes tested in Blora were TB409B-TB-14-3, B11602E-MR-1-2, and BP1351D-1-2-PK-3-1, while in Indramayu were TB490C-TB-1-21-MR-1-1, TB490C-TB-1-2-1, and TB409B-TB-14-3. In both locations, three rice varieties, Batutegi, Limboto, and Situ Patenggang, were grown as check. The trials were arranged in a Randomized Complete Design, with rice genotypes as the trial. Results of the trials indicated that the average yield of upland rice genotypes harvested were 4.21 t/ha of dry crop grains (DCG) or 3.941 kg/ha of dry milled grains (DMG) in Indramayu and 5.03 t/ha (DCG) or 4.56 t/ha (DMG) in Blora. In Indramayu, the lines of TB490C-TB-1-21-MR-1-1, TB490C-TB-1-2-1, dan TB409B-TB-14-3 yielded 4.81, 4.73, and 4.62 t/ha, respectively. In Blora, the lines of TB409B-TB-14-3, B11602E-MR-1-2, and BP1351D-1-2-PK-3-1 yielded 5.32, 5.26, and 4.99 t/ha, respectively. In both locations, the check varieties yielded lower than the tested genotypes. Abstrak Lahan kering yang tersedia untuk perluasan areal pertanian di Indonesia ada sekitar 22,4 juta ha. Areal ini perlu segera dimanfaatkan untuk meningkatkan cadangan pangan yang makin sulit dicapai. Salah satu lahan kering yang perlu lebih dimanfaatkan adalah lahan kosong di bawah tegakan tanaman perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) muda. Percobaan keragaan galur harapan dan varietas padi gogo sebagai tanaman tumpangsari hutan jati muda telah dilakukan di Desa Ngliron (Blora) dan Desa Bantarwara (Indramayu) pada MH 2008/2009. Percobaan dirancang mengacu pada pola rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuannya terdiri atas 17 galur harapan dan 3 varietas (limboto, Batutegi dan Situ Patenggang) sebagai pemlading. Hasil percobaan menunjukkan bahwa produksi rata-rata galur dan varietas padi gogo di dua lokasi masing-masing adalah: 3,94 t/ha GKG di Indramayu dan 4,56 t/ha GKG di Blora. Hasil yang tinggi pada lokasi Indramayu dicapai oleh galur-galur: TB490C-TB-1-21-MR-1-1, TB490C-TB-1-2-1, dan TB409B-TB-14-3 masing-masing mencapai 4,81; 4,73 dan 4,62 t/ha GKG. Varietas pembanding Batutegi. Limboto, dan Situ Patenggang berturut-turut menghasilkan 4,53; 4,48 dan 4,19 t/ha GKG. Hasil yang tinggi pada lokasi Blora dicapai oleh galur; TB409B-TB-14-3; B11602E-MR-1-2 dan BP1351D-1-2-PK-3-1 masing-masing mencapai: 5,32; 5,26 dan 4,99 t/ha GKG. Sementara tiga varietas pembanding, yaitu Batutegi, Limboto, dan Situ Patenggang masing-masing mencapai: 5,10; 4,33 dan 4,15 t/ha GKG.
  • No Thumbnail Available
    Item
    Keragaan Varietas Padi Gogo Pada Dua Lokasi Yang Berbeda di Indramayu
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) Lalu Muhamad Zarwazi; Husin M. Toha
    Abstract Performance of Upland Rice Varieties at Two Different Locations in Indramayu. As the stapple food for most of Indonesian, the enough availability, good quality, and good accessibility of rice must be maintained. It was predicted that in the year of 2030, the country will fall into the shortage of food, since the population growth rate was 1.7% per year and a number of productive rice areas were changed into non-agriculture function. It was time that Indonesia should utilize upland areas for the production of rice in the future. By such efforts, it was expected that upland areas will contribute significantly to the availability of quality rice for the people. The technology needed to support the efforts, such as superior varieties. fertilizer application, weed management, etc., are available. Experiment was conducted at Sanca and Bantarwaru Villages at Indramayu District during the wet season of 2008/2009. At Sanca Village, rice genotypes were planted under the shade of 3 years old teak plants and at Bantarwaru were under open land. Results of this experiment revealed that the rice yields were not statistically different among genotypes. At Sanca Village, rice yields were 4.70; 4.59; 4.51; 4.38 and 4.21 t/ha of milling dried grain for the variety of Selegreng. IR64, Cibogo, BP760F, and Jatiluhur, respectively. The Yield at Bantarwaru village were 4.82; 4.72; 4.63 and 4.13 t/ha of milling dried grain, for Situ Patenggang, Jatiluhur, Limboto, and Situ Bagendit, respectively. Abstrak Sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, beras harus tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, dan terjangkau. Pada tahun 2030 nanti, Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,7% per tahun dan luas areal panen yang terus mengalami alih fungsi untuk non-pertanian, diduga akan dihadapkan pada ancaman rawan pangan. Untuk ini, sudah seharusnya Indonesia memanfaatkan lahan-lahan baru, yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk produksi padi. Salah satunya adalah lahan kering yang di Indonesia tersedia sangat luas. Pengembangan padi di lahan lahan kering memerlukan teknologi baru, khususnya varietas unggul, pemupukan, pengendalian gulma, dan beberapa teknologi yang lain. Pengembangan padi gogo di lahan kering yang selama ini belum termanfaatkan diharapkan akan dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap upaya memenuhi ketersediaan beras berkualitas yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Percobaan telah dilakukan di Desa Sanca dan Desa Bantarwaru, Kabupaten Indramayu pada MH 2008/2009. Dua desa ini dipilih karena memiliki kondisi lahan yang berbeda. Pertanaman padi Gogo di Desa Sanca dilaksanakan di lahan tanaman hutan jati muda umur tiga tahun, sedangkan di Desa Bantarwaru, di lahan terbuka. Percobaan ditata dalam rancangan acak kelompok dengan varietas dan galur padi sebagai perlakuan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada kedua lokasi. Hasil yang tinggi pada pertanaman di Desa Sanca: 4,70; 4,59; 4,51; 4,38 dan 4.21 t/ha GKG, berturut-turut untuk varietas: Selegreng. IR64, Cibogo, BP760F, dan Jatiluhur. Sedangkan hasil yang tinggi pada pertanaman di Desa Bantarwaru mencapai: 4,82; 4,72; 4,63 dan 4,13 t/ha GKG, berturut-turut untuk varietas: Situ Patenggang, Jatiluhur. Limboto, dan Situ Bagendit.

Copyright © 2025 Kementerian Pertanian

Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian

  • Cookie settings
  • Privacy policy
  • End User Agreement
  • Send Feedback