Browsing by Author "Koesrini"
Now showing 1 - 12 of 12
Results Per Page
Sort Options
- ItemGENOTIPE-.GENOTIPE HARAPAN KEDELAI Dl LAHAN PASANG SURUT(Balittra, 1996) SABRAN, Muhammad; Koesrini; WILLIAM, Muhammad; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaPada saat ini daerah-daerah sentra produksi kedelai ada di pulau Jawa. Hampir 6%dari total produksi kedelai nasional berasal dari Jawa (Sumarno dan Manwan, 1991 Egan semakin menciutnya areal pertanian di Jawa akibat pemukiman dan keperluan mpettanian Iainnya, pengembangan usahatani kedelai perlu diarahkan ke lahan mar di luar pulau Jawa, seperti lahan pasangsuru
- ItemHARAPAN UNTUK KOMODITAS KEDELAI DI BALANGAN ADA DI DESA BATU MERAH(Balittra, 2019) Koesrini; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaKedelai yang menjadi salah satu komoditas utama di Indonesia pada kenyataannya sangat kurang produktivitasnya di Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan. Hanya ada 2 daerah saja yang pernah ataupun masih bertanam kedelai hingga saat ini, seperti Desa Batu Mandi, Kecamatan Batu Mandi dan Desa Batu Merah. Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan. Hasil penelusuran yang dilakukan oleh Tim UPSUS Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) menyatakan bahwa ada dua perbedaan mendasar pada kedua desa tersebut.
- ItemJeruk Siam di Lahan Rawa Pasang Surut Pengelolaan dan Pengembanngannya(Balittra, 2021) Noor, Muhammad; Koesrini; Nazemi, Dahkyar; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaDalam lima tahun terakhir ini perkembangan tanaman jeruk Siam (Citrus suhuensis) di lahan rawa pasang surut meningkat pesat. Pasar jeruk Siam dalam negeri sendiri cukup baik dan populer di petani karena produksinya paling tinggi di antara jenis jeruk yang lain, disukai konsumen, serta nilai ekonominya cukup baik. Budidaya jeruk di lahan rawa pasang surut sudah lama dikenal masyarakat setempat, khususnya di Kalimantan Selatan sejak ratusan tahun silam. Budidaya jeruk di lahan rawa pasang surut dapat dengan sistem tukungan (gundukan) atau Surjan (sistem baluran). Secara bertahap petani membuat tukungan di lahan sawahnya. Sistem tukungan mi dianjurkan hanya untuk lahan rawa dengan jenis tanah mineral atau bergambut, tetapi juga mulai merambat ke lahan gambut dengan berbagai ketebalan dan dangkal sampai sedang
- ItemKajian Adaptasi Dan Pengembangan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Rawa Lebak Di Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Pesireron, Marietje; Riry, John; Koesrini; Waas, Edwen Donal; ; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKajian dilakukan di Maluku Tengah, seluas 4 ha, menggunakan 6 varietas unggul baru lahan rawa.Rancangan Acak Kelompok, ulangan 4. Takaran pupuk organic 1,5 t/ha dikombinasi dengan pupuk anorganik200 kg/ha NPK PHONSKA + 50 kg/ha Urea. Analisis data menggunakan analisis sidik ragam (Anova) dandilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. Analisis kelayakan usahatanimenggunakan B/C dan MBCR. Hasil kajian menunjukkan bahwa varietas Ciherang lebih tinggi (4,0 t/ha) dansangat berbeda nyata dengan varietas unggul baru padi rawa. Analisis usahatani menunjukkan bahwa, rata-rata biaya input petani kooperator dari tiap varietas unggul baru padi rawa maupun varietas Ciherang sebagai pembanding cukup tinggi karena penambahan biaya benih, tenaga kerja, pupuk organic dan pestisida yang digunakan. Biaya input dari masing-masing varietas yang lebih tinggi yaitu varietas Inpara 2 (Rp 12.555.000, ) kemudian diikuti varietas Inpara 1 Rp 12.505.000,- sedangkan Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5 dan Inpara 7 biaya input sama yaitu Rp 12.230.000; Ciherang Rp 12.317.500,- Pendapatan dipengaruhi oleh peningkatanhasil dan penekanan biaya input yang dikeluarkan. Besar penerimaan dan keuntungan dari ke enam varietas unggul baru sangat rendah bahkan minus dari varietas Ciherang hal ini sangat mempengaruhi nilai R/C ratiodan B/C ratio. Varietas Ciherang merupakan varietas existing nilai R/C ratio >1 sedangkan nilai R/C ratiovarietas unggul baru padi rawa rata-rata <1 berkisar antara 0,1 sampai 0,8 menurut kriteria bahwa jika R/Cratio <1 maka secara finansial tidak layak.
- ItemKeragaan Tanaman(Balittra, 2021) Koesrini; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
- ItemKERAGAAN TANAMAN PADI DAN PALAWIJA DI LAHAN RAWA(Balittra, 2017) Koesrini; Khairullah, Izhar; Saleh, Muhammad; Rosa, Helda orbani; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaLahan rawa merupakan lahan sub-optimal yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya tanaman padi dan palawija. Permasalahan utama yang dihadapi dalam budidaya tanaman di lahan rawa adalah kondisi biofisik lahan belum optimal untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi inilah yang menyebabkan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman masih rendah. Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan palawija di lahan rawa melalui (1) perbaikan kualitas lahan, (2) pengelolaan budidaya, dan (3) pemilihan jenis tanaman dan varietas adaptif. Beberapa varietas yang diidentifikasi memiliki adaptasi dan daya hasil tinggi di lahan rawa pasang surut adalah (1) padi varietas Inpara 3, 4, 6, 8, dan 9, (2) Jagung varietas Sukmaraga, (3) Kedelai varietas Anjasmoro, (4) kacang tanah varietas Jerapah. Varietas adaptif untuk lahan rawa lebak adalah : (1) padi varietas Inpara 1, (2) Jagung varietas Srikandi Kuning, (3) Kedelai varietas Anjasmoro, (4) kacang tanah varietas Singa, (5) kacang hijau varietas Kutilang, (6) kacang tunggak Nagara, dan (7) ubi jalar Nagara dan ubi Alabio.
- ItemPengkajian Sistim Usahatani Terpadu Padi-Kedelai / Sayuran-Ternak Di Lahan Pasang Surut(BPTP Jambi, 2005) Susilawati; M. Sabran; Rahmadi Ramli; Dedy Djauhari; Rukayah; Koesrini; BPTP JambiDalam rangka mendukung program pembangunan pertanian di Kabupaten Kapuas yaitu program pengembangan kawasan pertanian terpadu melalui pemberdayaan lahan dan petani serta menumbuhkan pasar rakyat untuk meningkatkan pendapatan petani, maka perlu dilakukan suatu pengkajian yang dapat membantu petani dalam mengelola lahannya sehingga sesuai dengan potensi lahan yang ada dan sumberdaya yang tersedia. Pengkajian usahatani terpadu padi kedelai/sayuran-ternak di lahan pasang surut tipe luapan B-C merupakan kegiatan lanjutan (tahun III), yang dilaksanakan di Desa Bungai Jaya, Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas, dengan luas arel 13 ha dan melibatkan 20 orang petani kooperator. Tujuan pengajian ini adalah (1) melakukan karakterisasi wilayah, petani dan sistem usahatani, (2) melakukan analisis terhadap kinerja teknologi usahatani, (3) melakukan analisis usahatani, (4) mempelajari struktur pendapatan usahatani terpadu, dan (5) melakukan analisis adopsi teknologi introduksi. Pendekatan pengkajian dilakukan secara on-farm research, dengan metode perbandingan berpasangan (pairly comparison) yaitu membandingkan model usahatani introduksi dengan model usahatani ditingkat petani. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa sesuai dengan karakteristik lahan dan petaninya, lahan pasang surut tipe B-C sebaiknya diusahakan secara terpadu dengan sistem surjan dengan pola tanam padi-palawija pada MH dan kedelai-sayuran pada MK serta ternak di perkarangan, Hasil analisa vinansial teknologi yang diintroduksikan, dapat meningkatkan kinerja usahatani dan memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 9.873.500 pada MK dan Rp. 8.887.000 pada MH, lebih besar dari pendapatan petani non kooperator, Rata-rata R/C semua komoditas yang diusahakan > 2,5, sehingga teknologi ini layak dikembangkan. Dengan rata-rata luas kepimilikan lahan yang sama, teknologi introduksi dapat meningkatkan luas garapan dan frekuensi usahatani, sehingga struktur pendapatan rumah tangga petani kooperator lebih besar dari pada petani non kooperator. Bila petani kooperator dapat mengadopsi teknologi yang dianjurkan 100% maka pendapatan petani akan merata dan meningkat.
- ItemREMEDIASI LAHAN RAWA DENGAN BAHAN ORGANIK(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2019) Wahida Annisa; Koesrini; Hendri SosiawanLahan rawa merupakan ekosistem yang unik dan rapuh, sehingga apabila ingin dikelola sebagai lahan pertanian perlu dilakukan dengan sangat hati-hati dengan tetap memerhatikan karakteristik tanah dan lingkungannya yang bersifat sangat spesifik. Tanah di lahan rawa ada yang berpotensi sulfat masam yang pengelolaannya sangat ditentukan oleh pengelolaan bahan organik. Sulfida dalam tanah sulfat masam dibentuk dari sulfat dalam air laut atau air tawar dalam kondisi anaerob oleh bakten pereduksi sulfat, yang membutuhkan bahan organik sebagai sumber energi yang bereaksi dengan Fe (II) terlarut untuk membentuk pirit. Oksidasi buhan sulfat melepaskan asam dan logam terlarut yang dapat memiliki efek merusak pada kualitas tanah dan air. Remediasi bahan sulfur dan pencegahan oksidasi bahan sulfida di tanah rawa perlu menjadi perhatian. Strategi perbaikan konvensional, seperti pengapuran dan menutupi bahan sulfida dengan air atau tanah non sulfat masam mahal atau tidak praktis Bahan organik adalah sumber energi untuk reduksi sulfat, yang memainkan peran penting dalam pembentukan bahan sulfida dan menghasilkan alkalinitas selama reduksi sulfat yang memengaruhi oksidasi pirit melalui konsumsi oksigen oleh bakteri pengurai bahan organik, kompleksasi bes dan pelapisan pirit. Permasalahan adalah ketersediaan bahan organik lokal di lahan sulfat masam masih sangat terbatas. Penggunaan bahan organik dapat menjadi pilihan yang ekonomis dan ramah lingkungan untuk pemulihan lahan rawa yang berpotensi sulfat masam
- ItemRESPONSITAS 12 GENOTIPE KEDELAI TERHADAP PENGAPURAN m LAHAN RAWA PASANG SURUT SULFAT MASAM(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2007) Koesrini; Eddy WilliamSalah satu kendala yang dihadapi di lahan rawa pasang surut sulfat masam adaiah reaksi tanah yang sangat masam, sehingga berdampak pada hasil yang sangat rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil kedelai di lahan tersebut adalah dengan pemberian kapur. Tujuan penelitian adalah mengetahui responsitas 12 genotipe kedelai terhadap pengapuran di lahan sulfat masam. Penelitian dilaksanakan di lahan sulfat masam di Barambai-Kabupaten Batola, Kalimantan Selatan pada MH 2002/03. Rancangan petak terpisah dengan 4 ulangan digunakan untuk menata perlakuan. Sebagai petak utama adalah perlakuan kapur, yaitu kapur I t/ha dan kapur 2 t'ha. Sedangkan sebagai anak petak adalah 12 genotipe kedelai yang terdiri dari S galur kedelai dan 4 varietas pembanding (Lawit, Menyapa, Wilis dan Slamet). Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi respon genotipe kedelai terhadap pengapuran. Genotipe MSC 9234-D-3 dikategorikan paling respon terhadap pengapuran, dengan nilai peningkatan hasil 21,7%.
- ItemTANAMAN BUAH EKSOTIK LAHAN RAWA(Balittra, 2017) Saleh, Muhammad; Simatupang, Smith; Koesrini; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaIndonesia memiliki lahan rawa yang luas. Lahan rawa merupakan ekosistem yang spesifik yang dicirikan dengan sifat hidrologi dan tanah yang khas. Secara alamiah, lahan rawa merupakan salah satu ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi dan kompleks meliputi beragam tanaman, pohon komersial, ikan dan ternak khas rawa. Keberadaan tanaman buah eksotik di lahan rawa cukup beragam, ditemukan beberapa kerabat, diantaranya (a) kerabat jeruk (Citrus), (b) kerabat rambutan (Nephelium), (c) kerabat manggis (Garcinia), (d) kerabat nangka (Artocarpus), (e) kerabat pisang (Musa), (f) kerabat mangga (Mengifera), (g) Kerabat durian (Durio), (h) kerabat duku (Lansium), (i) kerabat nanas (Ananas), (j) kerabat ramania (Bouea), (k) kerabat rambai (Baccaures), dan (l) kelompok buah eksotik lainnya, seperti kalangkala, balangkasua (Ginalun) dan ketapi. Tanaman buah eksotik di lahan rawa pada umumnya belum diusahakan secara intensif, para petani hanya mengambil hasil dari tanaman yang tumbuhnya secara alamiah. Ada beberapa buah eksotik lahan rawa mempunyai keunggulan tertentu dan bahkan sudah ditetapkan sebagai varietas unggul oleh Mentari Pertanian seperti Kuini Anjir Batola, Nanas varietas Tamban, Durian Mantuala, varietas Batu Benawa, jeruk manis siam varietas Banjar dan beberapa macam varietas rambutan seperti Antalagi, Sibatuk, Batuk Ganal, Garuda dan Sitimbul.
- ItemTEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN HORTIKULTURA DI LAHAN RAWA(Balittra, 2017) Raihana, Yulia; Koesrini; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaSayur-sayuran dan buah-buahan merupakan jenis komoditas sumber vitamin, garam mineral dan lain-lain yang dikonsumsi oleh manusia sehari-hari untuk pemenuhan gizi. Sejalan dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk yang diproyeksikan pada tahun 2035 akan mencapai 305,652 juta, maka Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat potensial untuk produk buah dan sayur-sayuran. Selama ini sebagian besar produk sayur-sayuran dan buah-buahan dipasok dari daerah Jawa. Sementara lahan-lahan pertanian di Jawa seiring dengan berjalannya waktu semakin menyempit disebabkan terjadinya alih fungsi lahan untuk berbagai kepentingan non pertanian, sehingga peningkatan produksi pertanian mau tidak mau akan merambah ke lahan-lahan suboptimal di luar Jawa, diantaranya adalah lahan rawa yang potensinya cukup luas yakni sekitar 33,4 juta hektar. Lahan rawa memiliki karakteristik yang spesifik dan berbeda dibandingkan dengan jenis lahan lainnya, baik lahan kering maupun lahan tadah hujan atau irigasi. Lahan rawa merupakan lahan yang sangat rapuh dan mudah rusak serta rentan tehadap terjadi penurunan produktivitasnya. Kesalahan dalam pengelolaan lahannya akan berakibat fatal, diantaranya hilangnya nutrisi tanah secara permanen, dan untuk memperbaikinya memerlukan waktu yang cukup lama dan biayanya mahal. Oleh karena itu, teknik pengelolaan lahan rawa tidak bisa disamakan dengan teknik pengelolaan lahan pada lahan kering ataupun jenis lahan lainnya. Beberapa faktor yang mendukung keberhasilan budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan di lahan rawa yang merupakan inovasi teknologi adalah: penyiapan dan penataan lahan, pengelolaan air, jenis dan komoditas yang adaptif, ameliorasi, pemupukan, pemeliharaan, dan pasca panen.
- ItemTUMBUHAN INDIKATOR(Balittra, 2021) Khairullah, Izhar; Koesrini; Balai Penelitian Pertanian Lahan RawaTumbuhan purun tikus merupakan tumbuhan liar yang beradaptasi secara in situ di lahan rawa pasang surut bertanah sulfat masam. Tumbuhan ini termasuk dalam famili Cyperaceae (golongan teki) dan genus Eleocharis serta spesies Eleocharis dulcis. Di lahan rawa Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dapat ditemukan beberapa jenis tumbuhan liar yang termasuk dalam 181 bangsa dalam 51 famili (suku), yang terdiri atas tumbuhan liar golongan berdaun lebar 110 spesies, rumput 40 spesies, dan teki 31 spesies (Rahmayanti, 2012).