Browsing by Author "Khairil Anwar"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemAMELIORASI DAN PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI DI LAHAN RAWA PASANG SURUT(Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2014) Khairil Anwar; Muhammad AlwiPada lahan rawa pasang surut kedelai banyak ditanam pada lahan potensial. lahan sulfat masam potensial dan lahan gambut dengan tipe luapan B, C, dan D. Umumnya tanah pada tipologi lahan tersebut bersifat sangat masam dan kahat hara sehingga memerlukan pemberian bahan amelioran dan pupuk. Pada lahan sulfat masam potensial dengan pH < 4,0 perlu diberikan kapur sebesar 2-3 t/ha, tetapi apabila pH >4.0 maka cukup diberikan I tha. Pada lahan sulfat masam (pH > 4,0) dan belum pernah ditanami kedelai perlu diberikan rhizobium dan nitrogen sebanyak 22,5 kg N/ha. Pada lahan sulfat masam pH < 4,0 efektifitas rhizobium menurun sehingga diperlukan 45 kg N/ ha. Pada lahan tipe luapan C diperlukan 180 kg P,O/ha dan pada lahan tipe luapan B diperlukan 135 PO/ha. Efek residu P sampai pada musim tanam kelima. Pupuk P dapat diberikan dalam bentuk TSP SP36 atau fosfat alam, dengan cara larik, tugal atau sebar. Pada lahan dengan pH 24,0 diperlukan sebesar 30 kg K,O/ha, dan apabila pH < 4.0 diperlukan 60 kg K,O. Pada lahan gambut tanaman kedelai memerlukan kapur 1 ton CaO/ha, yang belum pernah ditanami kedelai perlu diberi rhizobium dan 11,25 kg N/ha, apabila tanpa rhizobium diperlukan 23 kg N/ha. Pupuk P diberikan 22,5-45.0 kg PO/ha dengan cara disebar, dan dalam bentuk SP26, SP36 atau fosfat alam Pemberian pupuk mikroba biofosfat dapat mengurangi kebutuhan pupuk P setara 45 kg P,O/ha. Pupuk K diperlukan 30 kg K,0/ha dengan cara sebar! tugal tetapi 60 kg K,O /ha apabila dengan cara larik.
- ItemPENGEOLAAN AIR UNTUK TANAMAN KEDELA DI LAHAN RAWA PASANG SURUT(Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2014) Khairil Anwar; Muhammad NoorPengelolaan air bertujuan untuk mengatur ketersediaan air sesuai keperluan tanaman. Pada lahan rawa pasang surut tipe luapan B, kedelai dapat ditanam di atas guludan pada musim hujan, sedangkan pada bagian tabukan (sawah) dapat ditanami kedelai pada musim kemarau. Jika kedelai ditanam pada hamparan sawah perlu diterapkan sistem tabat untuk menghambat masuknya air pasang, dan dibuatkan drainase dangkal agar drainase lancar saat hujan. Tinggi muka air saluran kuarter dan tersier diatur dengan tabat terkendali agar tinggi muka air maksimal -30 cm di bawah permukaan guludan sehingga tanah selalu lembap. Kerapatan saluran disesuaikan dengan potensi kelancaran drainase berkisar 6 sampai 12 m. Pada lahan tipe luapan C kedelai dapat ditanam pada hamparan sawah. Pada musim kemarau, dapat dilakukan penerapan sistem tabat, pemberian mulsa, pompanisasi, dan penggunaan varietas toleran kekeringan berumur genjah.
- ItemREKONSTRUKSI MINIPOLDER DALAM AREA POLDER ALABIO UNTUK PENGELOLAAN AIR DI LAHAN RAWA LEBAK(Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2019) Khairil Anwar; A. Rifqi Hidayat; Hendri SosiawanProgram swasembada beras yang dicanangkan pemerintah perlu didukung dengan optimalisasi pemanfaatan lahan pada berbagai agroekologi lahan, salah satunya lahan rawa lebak. Pembuatan minipolder atau tanggul keliling skala 70-100 hektar merupakan salah satu upaya agar tinggi muka air lahan dapat dikendalikan sehingga indeks pertanaman (IP) bisa ditingkatkan. Salah satu contoh pembuatan minipolder Hambuku yang terletak dalam area polder Alabio (6.000 hektar), di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan karakteristik polder induk (Alabio) dan perlunya pembentukan minipolder serta upaya rekonstruksinya agar minipolder dapat berfungsi mengendalikan tinggi muka air yang diperlukan untuk optimalisasi lahan tersebut. Hasil karakteristik minipolder Hambuku menunjukkan bahwa area tersebut memiliki luas sekitar 82 hektar yang dikelilingi tanggul, berupa jalan desa, Jalan Inspeksi Polder Alabio dan Jalan Usahatani, berada di wilayah tiga desa (Desa Hambuku Raya, Hambuku Pasar, dan Hambuku Hulu), memiliki keragaman topografi membentuk lebak dangkal dan lebak tengahan, sumber air berasal dari curah hujan setempat, air irigasi polder Alabio, dan air irigasi Sungai Nagara, memiliki tanah mineral dengan dominasi fraksi liat, petani bertanam sekali setahun menjelang musim kemarau. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kondisi infrastruktur masih belum membentuk minipolder yang dapat difungsikan dalam mengendalikan tinggi muka air. Untuk bisa difungsikan dalam pengendalian muka air lahan dibutuhkan rekonstruksi bangunan air/tanggul yang sudah ada, berupa (1) meninggikan tanggul yang masih rendah di bawah tinggi genangan maksimal, (2) normalisasi pintu-pintu air yang bocor pada tanggul keliling minipolder, (3) menutup lubang-lubang tanggul keliling yang bocor, dan (4) membuat tanggul untuk membentuk sub minipolder dalam minipolder tersebut berdasarkan perbedaan topografi.
- ItemTEKNOLOGI AMELIORASI DAN PEMUPUKAN PADI DI LAHAN GAMBUT(Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2022) Masganti; Khairil Anwar; Andin Muhammad AbduhBeras menjadi komoditas utama karena bersifat strategis, ekonomis, dan politis. Oleh karena itu, produksi padi harus terus digenjot di tengah meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan energi individu serta tekad menjadi lumbung pangan dunia (LPD). Luas lahan gambut Indonesia diperkirakan mencapai 14,93 juta hektare, 10,27 juta hektare sesuai untuk pengembangan pertanian dan 5,90 juta hektare di antaranya sesuai untuk budi daya padi. Pengelolaan lahan gambut untuk budi daya padi harus memperhatikan karakteristik gambut terkait dengan: (a) sifat-sifat fisik seperti tingkat dekomposisi, ketebalan/ kedalaman, bulk density, kering tak balik, laju subsidensi, daya retensi air, porositas, dan lapisan bawah/substratum; (b) sifat-sifat kimia meliputi kemasaman tanah, kejenuhan basa, kadar abu, kapasitas tukar kation, P-tersedia, C-organik, N-total, dan unsur mikro; dan (c) sifat biologis tanah gambut seperti flora dan fauna. Pemanfaatan lahan gambut untuk budi daya padi terkendala di antaranya oleh ketersediaan hara yang rendah, kemasaman tanah yang tinggi, efisiensi pemupukan yang rendah, dan risiko keracunan unsur hara tertentu