Repository logo
  • English
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Gàidhlig
  • Latviešu
  • Magyar
  • Nederlands
  • Polski
  • Português
  • Português do Brasil
  • Suomi
  • Svenska
  • Türkçe
  • Қазақ
  • বাংলা
  • हिंदी
  • Ελληνικά
  • Yкраї́нська
  • Log In
    New user? Click here to register.Have you forgotten your password?
Repository logo
  • Communities & Collections
  • All of Repositori
  • English
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Gàidhlig
  • Latviešu
  • Magyar
  • Nederlands
  • Polski
  • Português
  • Português do Brasil
  • Suomi
  • Svenska
  • Türkçe
  • Қазақ
  • বাংলা
  • हिंदी
  • Ελληνικά
  • Yкраї́нська
  • Log In
    New user? Click here to register.Have you forgotten your password?
  1. Home
  2. Browse by Author

Browsing by Author "Khairil Anwar"

Now showing 1 - 6 of 6
Results Per Page
Sort Options
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    AMELIORASI DAN PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI DI LAHAN RAWA PASANG SURUT
    (Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2014) Khairil Anwar; Muhammad Alwi
    Pada lahan rawa pasang surut kedelai banyak ditanam pada lahan potensial. lahan sulfat masam potensial dan lahan gambut dengan tipe luapan B, C, dan D. Umumnya tanah pada tipologi lahan tersebut bersifat sangat masam dan kahat hara sehingga memerlukan pemberian bahan amelioran dan pupuk. Pada lahan sulfat masam potensial dengan pH < 4,0 perlu diberikan kapur sebesar 2-3 t/ha, tetapi apabila pH >4.0 maka cukup diberikan I tha. Pada lahan sulfat masam (pH > 4,0) dan belum pernah ditanami kedelai perlu diberikan rhizobium dan nitrogen sebanyak 22,5 kg N/ha. Pada lahan sulfat masam pH < 4,0 efektifitas rhizobium menurun sehingga diperlukan 45 kg N/ ha. Pada lahan tipe luapan C diperlukan 180 kg P,O/ha dan pada lahan tipe luapan B diperlukan 135 PO/ha. Efek residu P sampai pada musim tanam kelima. Pupuk P dapat diberikan dalam bentuk TSP SP36 atau fosfat alam, dengan cara larik, tugal atau sebar. Pada lahan dengan pH 24,0 diperlukan sebesar 30 kg K,O/ha, dan apabila pH < 4.0 diperlukan 60 kg K,O. Pada lahan gambut tanaman kedelai memerlukan kapur 1 ton CaO/ha, yang belum pernah ditanami kedelai perlu diberi rhizobium dan 11,25 kg N/ha, apabila tanpa rhizobium diperlukan 23 kg N/ha. Pupuk P diberikan 22,5-45.0 kg PO/ha dengan cara disebar, dan dalam bentuk SP26, SP36 atau fosfat alam Pemberian pupuk mikroba biofosfat dapat mengurangi kebutuhan pupuk P setara 45 kg P,O/ha. Pupuk K diperlukan 30 kg K,0/ha dengan cara sebar! tugal tetapi 60 kg K,O /ha apabila dengan cara larik.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    PENGEOLAAN AIR UNTUK TANAMAN KEDELA DI LAHAN RAWA PASANG SURUT
    (Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2014) Khairil Anwar; Muhammad Noor
    Pengelolaan air bertujuan untuk mengatur ketersediaan air sesuai keperluan tanaman. Pada lahan rawa pasang surut tipe luapan B, kedelai dapat ditanam di atas guludan pada musim hujan, sedangkan pada bagian tabukan (sawah) dapat ditanami kedelai pada musim kemarau. Jika kedelai ditanam pada hamparan sawah perlu diterapkan sistem tabat untuk menghambat masuknya air pasang, dan dibuatkan drainase dangkal agar drainase lancar saat hujan. Tinggi muka air saluran kuarter dan tersier diatur dengan tabat terkendali agar tinggi muka air maksimal -30 cm di bawah permukaan guludan sehingga tanah selalu lembap. Kerapatan saluran disesuaikan dengan potensi kelancaran drainase berkisar 6 sampai 12 m. Pada lahan tipe luapan C kedelai dapat ditanam pada hamparan sawah. Pada musim kemarau, dapat dilakukan penerapan sistem tabat, pemberian mulsa, pompanisasi, dan penggunaan varietas toleran kekeringan berumur genjah.
  • No Thumbnail Available
    Item
    Penggunaan Fosfat Alam Sebagai Pupuk Alternatif Untuk Meningkatkan Produksi Padi Pada Tanah Masam di Kalimantan Selatan
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) Khairil Anwar; Ani Susilawati
    Abstract Rock Phosphate as Alternative Fertilizer to Increase Rice Production in Acid Soil in South Kalimantan. Phosphor is the second most essential macro nutrient for rice however expensive price of phosphor and it is availability should be concerned. Rock phosphate (natural phosphate) is prospective as one of alternatives to replace the existing P fertilizer, such as TSP and SP36, as the natural phosphate is cheaper. Natural phosphate is expected to be suitable for the acid soil in South Kalimantan. Results of several experiments that have been done in South Kalimantan indicated that: (1) rock of phosphate (RAE) was relatively as effective as the TSP and SP36 fertilizers, (2) natural phosphate should be applied based on the status of soil P the P should only applied for rice when the status of soil P land was <20 mg P₂O,/100 g. (3) the rate of P applied should be based on result of specific location and crops, and (4) quality of the natural phosphate should meet the Indonesian national standard (INS). Abstrak Hara fosfat merupakan hara utama kedua yang dibutuhkan paling banyak oleh tanaman padi, dilain pihak harga pupuk fosfat semakin mahal dan langka, karena itu dibutuhkan pengetahuan tentang hara fosfat agar efesiensinya dapat ditingkatkan sehingga pendapatan petani dapat meningkat. Fosfat alam (rock phosphate) merupakan salah satu alternatif untuk mengganti pupuk P yang banyak beredar seperti TSP atau SP36, karena harganya yang lebih murah. Pupuk tersebut cocok untuk diaplikasikan di Kalimantan Selatan, karena sebagian besar lahannya didominasi oleh tanah-tanah masam, seperti tanah podsolik merah kuning dan lahan rawa sulfat masam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) fosfat alam efektifitasnya (RAE) relatif sama dengan pupuk TSP, (2) pemberian fosfat alam harus memperhatikan status P tanah, pemberian pupuk P untuk padi sawah hanya dilakukan bila status P tanah termasuk rendah atau mempunyai nilai, <20 mg P,O,/100g, (3) takaran pupuk P yang diberikan hendaknya berdasarkan pada hasil penelitian spesifik lokasi dan tanaman, dan (4) pemilihan mutu pupuk fosfat alam hendaknya berdasarkan pada ketentuan SNI yang telah ditetapkan.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    REKONSTRUKSI MINIPOLDER DALAM AREA POLDER ALABIO UNTUK PENGELOLAAN AIR DI LAHAN RAWA LEBAK
    (Balai Pengunjian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2019) Khairil Anwar; A. Rifqi Hidayat; Hendri Sosiawan
    Program swasembada beras yang dicanangkan pemerintah perlu didukung dengan optimalisasi pemanfaatan lahan pada berbagai agroekologi lahan, salah satunya lahan rawa lebak. Pembuatan minipolder atau tanggul keliling skala 70-100 hektar merupakan salah satu upaya agar tinggi muka air lahan dapat dikendalikan sehingga indeks pertanaman (IP) bisa ditingkatkan. Salah satu contoh pembuatan minipolder Hambuku yang terletak dalam area polder Alabio (6.000 hektar), di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan karakteristik polder induk (Alabio) dan perlunya pembentukan minipolder serta upaya rekonstruksinya agar minipolder dapat berfungsi mengendalikan tinggi muka air yang diperlukan untuk optimalisasi lahan tersebut. Hasil karakteristik minipolder Hambuku menunjukkan bahwa area tersebut memiliki luas sekitar 82 hektar yang dikelilingi tanggul, berupa jalan desa, Jalan Inspeksi Polder Alabio dan Jalan Usahatani, berada di wilayah tiga desa (Desa Hambuku Raya, Hambuku Pasar, dan Hambuku Hulu), memiliki keragaman topografi membentuk lebak dangkal dan lebak tengahan, sumber air berasal dari curah hujan setempat, air irigasi polder Alabio, dan air irigasi Sungai Nagara, memiliki tanah mineral dengan dominasi fraksi liat, petani bertanam sekali setahun menjelang musim kemarau. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kondisi infrastruktur masih belum membentuk minipolder yang dapat difungsikan dalam mengendalikan tinggi muka air. Untuk bisa difungsikan dalam pengendalian muka air lahan dibutuhkan rekonstruksi bangunan air/tanggul yang sudah ada, berupa (1) meninggikan tanggul yang masih rendah di bawah tinggi genangan maksimal, (2) normalisasi pintu-pintu air yang bocor pada tanggul keliling minipolder, (3) menutup lubang-lubang tanggul keliling yang bocor, dan (4) membuat tanggul untuk membentuk sub minipolder dalam minipolder tersebut berdasarkan perbedaan topografi.
  • No Thumbnail Available
    Item
    Respons Tanaman Padi Terhadap Pupuk Nitrogen di Lahan Sawah Irigasi
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) Ani Susilawati; Khairil Anwar
    Abstract Effect of Nitrogen Fertilizer on Irrigated Rice. Nitrogen represents the main nutrient needed by the rice plant and most farmers apply urea fertilizer as source of nitrogen for their crops. The efficiency of urea was very low, and therefore, it required a correct rate to be applied at particular growth stages in a particular location. An experiment to evaluate the response of irrigated rice crops to urea fertilizer has been carried out in Penggalaman, Banjar District, South Kalimantan. Treatments were urea fertilizer applied at the rates of: 0, 30, 60, 90, and 120 kg N/ha, arranged in a Randomized Block Design with five replications. Results of the experiment indicated that the urea prill improved plant height, numbers of tillers/hill, numbers of panicle/hill, numbers of filled grains/panicle. 1,000 grains weight, dry matter weight, the content of N in dried biomass and grains, and the content NH, 'soil. Application of urea at the rate of 90 kg N/ha was appropriate to produce a total of 5,26 t/ha of rice grain. Abstrak Nitrogen merupakan hara utama yang diperlukan tanaman padi, dan sebagian besar petani menggunakan pupuk urea pril sebagai sumber utama hara nitrogen. Efisiensi fisiensi pupuk pupuk tersebut sangat rendah, karena itu dibutuhkan takaran yang tepat sesuai respons tanaman padi pada tiap tipologi lahan spesifik. Penelitian untuk mengevaluasi respons tanaman padi terhadap pupuk urea pril di lahan sawah irigasi telah dilakukan di Desa Penggalaman, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Perlakuan berupa dosis pupuk urea pril 0 kg, 30 kg, 60 kg. 90 kg, dan 120 kg N/ha, disusun dalam rancangan acak kelompok dengan lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk urea pril meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan/rumpun, jumlah malai/rumpun, jumlah gabah/malai, gabah isi, bobot 1.000 butir gabah, berat brangkasan kering, bobot gabah, kandungan N brangkasan dan gabah, serta kandungan NH tanah tanah setelah panen. Pupuk urea dengan dosis 90 kg N/ha menghasilkan gabah sebesar 5,26 t/ha. Di antara komponen hasil, jumlah malai/rumpun sangat berperan terhadap hasil gabah kering. Makin tinggi takaran pupuk N yang diberikan, makin tinggi kandungan N dalam brangkasan, sedangkan terhadap kandungan N dalam gabah bersifat kuadratik. Urea pril juga meningkatkan klorofil daun, NH, dalam tanah, dan menurunkan pH tanah.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    TEKNOLOGI AMELIORASI DAN PEMUPUKAN PADI DI LAHAN GAMBUT
    (Balai Pengujian Standar Instrumen Pertanian Lahan Rawa, 2022) Masganti; Khairil Anwar; Andin Muhammad Abduh
    Beras menjadi komoditas utama karena bersifat strategis, ekonomis, dan politis. Oleh karena itu, produksi padi harus terus digenjot di tengah meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan energi individu serta tekad menjadi lumbung pangan dunia (LPD). Luas lahan gambut Indonesia diperkirakan mencapai 14,93 juta hektare, 10,27 juta hektare sesuai untuk pengembangan pertanian dan 5,90 juta hektare di antaranya sesuai untuk budi daya padi. Pengelolaan lahan gambut untuk budi daya padi harus memperhatikan karakteristik gambut terkait dengan: (a) sifat-sifat fisik seperti tingkat dekomposisi, ketebalan/ kedalaman, bulk density, kering tak balik, laju subsidensi, daya retensi air, porositas, dan lapisan bawah/substratum; (b) sifat-sifat kimia meliputi kemasaman tanah, kejenuhan basa, kadar abu, kapasitas tukar kation, P-tersedia, C-organik, N-total, dan unsur mikro; dan (c) sifat biologis tanah gambut seperti flora dan fauna. Pemanfaatan lahan gambut untuk budi daya padi terkendala di antaranya oleh ketersediaan hara yang rendah, kemasaman tanah yang tinggi, efisiensi pemupukan yang rendah, dan risiko keracunan unsur hara tertentu

Copyright © 2025 Kementerian Pertanian

Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian

  • Cookie settings
  • Privacy policy
  • End User Agreement
  • Send Feedback