Repository logo
  • English
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Gàidhlig
  • Latviešu
  • Magyar
  • Nederlands
  • Polski
  • Português
  • Português do Brasil
  • Suomi
  • Svenska
  • Türkçe
  • Қазақ
  • বাংলা
  • हिंदी
  • Ελληνικά
  • Yкраї́нська
  • Log In
    New user? Click here to register.Have you forgotten your password?
Repository logo
  • Communities & Collections
  • All of Repositori
  • English
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Gàidhlig
  • Latviešu
  • Magyar
  • Nederlands
  • Polski
  • Português
  • Português do Brasil
  • Suomi
  • Svenska
  • Türkçe
  • Қазақ
  • বাংলা
  • हिंदी
  • Ελληνικά
  • Yкраї́нська
  • Log In
    New user? Click here to register.Have you forgotten your password?
  1. Home
  2. Browse by Author

Browsing by Author "I Nyoman Widiarta"

Now showing 1 - 10 of 10
Results Per Page
Sort Options
  • No Thumbnail Available
    Item
    Keberlanjutan Sistem Intensifikasi Padi di Indonesia Ditinjau Dari Indikator Hayati Studi Kasus di Jawa Barat dan Bali
    (2010-11-10) I Nyoman Widiarta; Made Subiksa; M. Oka A. Manikmas
    Abstract (Bhs. Inggris) Sustainability of System of Rice Intensification in Indonesia as Considered through Biological Indicator: A Case Study in West Java and Bali, Green Revolution has been practiced in Indonesia as Indonesian's System of Rice Intensification. The rice intensification itself has been initiated since the launch of mass guidance (BIMAS) program. Recently, the BIMAS was improved and renamed as National Rice Improvement Program (P2BN). Through such program the country was successfully attained the rice self sufficiency state in 1984 and 2008. In order to evaluate sustainability of rice intensification in Indonesia, survey was conducted in Tabanan and Badung Districts of Bali Province and in Karawang and Cianjur Districts of West Java Province. During the surveys in these two provinces, four indicators were observed, i.e.: (1) chemical input, (2) soil, (3) biological diversity, and (4) agricultural waste water. Sustainability of rice intensification was evaluated on the combination of sustainability-value of these four indicators. Results of these surveys indicated that rice intensification in Tabanan was classified as sustainable enough, in Cianjur was less sustainable, while in both Badung and Karawang were not sustainable. These results indicated that rice intensification practices in Tabanan shoud be maintained and while those in the other three districts, i.e. Badung, Cianjur, and Karawang, to prevent further environmental deterioration, the rice intensification should be improved. Abstrak Sistem intesifikasi padi (SIP) yang dimulai dari BIMAS sampai dengan P2BN yang merupakan adaptasi dari Revolusi Hijau telah berhasil mengantarkan Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan tahun 2008. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan, membawa perhatian pada keberlanjutan sistem intensifiaksi padi. Untuk mengetahui keberlanjutan sistem intensifikasi padi diteliti indikator faktor produksi-input dan biologi serta indikator faktor yang terkait dengan faktor hayati. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tabanan dan Badung, Provinsi Bali serta di Kabupaten Karawang dan Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Indikator yang diamati meliputi: (1) input kimiawi, (2) tanah, (3) keragaman hayati, dan (4) air limbah pertanian. Keberlanjűtan sistem intensifikasi ditentukan dari gabungan nilai keberlajutan dari keempat indikator tersebut. Dilihat dari nilai keberlanjutan hanya di Tabanan yang masuk kategori cukup terlanjutkan, sedangkan di Cianjur termasuk kurang terlanjutkan, dan di Karawang dan Badung sudah termasuk kategori tidak terlanjutkan. Implikasinya adalah pengelolaan di Tabanan perlu dipertahankan dan di tiga kabupaten lainnya perlu ditingkatkan supaya keragaman hayati tidak terganggu dan intensifikasi padi terlanjutkan.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Keragaman Genetik dan Virulensi Virus Tungro pada Tanaman Padi di Indonesia
    (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2017-10-19) R. Heru Praptana; I Nyoman Widiarta
    Insidensi penyakit tungro masih sering terjadi di beberapa sentra produksi padi di Indonesia sehingga menjadi salah satu kendala dalam peningkatan produksi padi nasional. Tungro disebabkan oleh dua zarah virus yang berbeda yaitu RTBV dan RTSV, yang keduanya hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau. Keragaman genetik dan virulensi virus tungro dapat terjadi dalam suatu daerah endemis dan diantara daerah endemis yang secara geografis berbeda. Keragaman genetik virus tungro tidak berkorelasi terhadap virulensinya. Virulensi virus tungro ditentukan oleh interaksi spesifik dari dua jenis virus tungro yang menginfeksi, vektor yang menularkannya dan ketahanan varietas. Informasi keragaman genetik dan virulensi virus tungro dari berbagai daerah endemis di Indonesia sangat diperlukan untuk mengetahui sebaran virus tungro berdasarkan virulensinya, sebagai pertimbangan dalam pengendalian tungro menggunakan varietas tahan yang sesuai atau varietas tahan spesifik isolat virus tungro, pemantauan epidemi dan deteksi dini keberadaan virus tungro di daerah endemis, serta menjadi dasar dalam perakitan varietas tahan virus tungro baik secara konvensional maupun melalui teknik rekayasa genetik.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Padi TIPE BARU
    (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2004-12-16) A.K. Makarim; Irsal Las; Achmad M. Fagi; I Nyoman Widiarta; Djuber Pasaribu
    Dalam beberapa tahun ke depan dikhawatirkan defisit antara produksi padi dan permintaan beras akan semakin besar. Hal ini dilatarbelakangi oleh masih tingginya laju peningkatan permintaan sementara konversi lahan sawah produktif makin pesat dan laju peningkatan produksi padi nasional mengecil. Sejak dua dekade lalu kurva produksi padi cenderung melandai. Pengalaman menunjukkan penggunaan varietas padi unggul dengan teknik budi daya yang tepat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan produksi padi. Meski demikian, varietas unggul yang telah dan sedang digunakan petani saat ini seperti IR64, Memberamo, Ciherang, Way Apoburu, Bondoyudo, Kalimas, dan Sintanur tidak mampu lagi berproduksi lebih tinggi karena kemampuan genetiknya terbatas. Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) yang bernaung di bawah Pusat Penelitian Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian) terus berupaya merakit varietas unggul berpotensi hasil tinggi. Salah satu terobosan yang dihasilkan adalah varietas unggul tipe baru (VUTB) yang dirakit dari plasma nutfah potensial yang dihimpun dari berbagai sumber, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa di antara sejumlah galur hasil persilangan itu memiliki harapan untuk dikembangkan, satu di antaranya telah dilepas pada tahun 2003 dengan nama VUTB Fatmawati. Uji adaptasi di berbagai lokasi yang cocok untuk VUTB menunjukkan bahwa VUTB Fatmawati mampu menghasilkan gabah 10-20% lebih tinggi dari IR64. Guna mendukung upaya peningkatan produksi padi nasional, penanaman VUTB diharapkan dapat segera meluas ke sentra-sentra produksi padi sawah irigasi. Pedoman ini disusun untuk digunakan dalam perluasan tanam VUTB dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT). Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan dan penerbitan Pedoman Pengembangan VUTB ini kami sampaikan penghargaan dan terima kasih.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Panduan Teknis Produksi Benih dan Pengembangan Padi Hibrida
    (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002-12-18) Suwarno; Bambang Suprihatno; Udin S. Nugraha; I Nyoman Widiarta
    Pelandaian produksi padi akhir-akhir ini disebabkan antara lain oleh degradasi lahan sawah, sementara program intensifikasi padi tidak banyak mengalami perbaikan. Selain itu, varietas unggul yang digunakan petani tidak dapat berproduksi lebih tinggi karena keterbatasan kemampuan genetik tanaman. Penggunaan pupuk dan pestisida secara tidak terkendali oleh sebagian petani tidak hanya menurunkan efisiensi usahatani padi tetapi juga merusak keseimbangan hara tanah dan mencemari lingkungan. Kalau keadaan ini terus dibiarkan, masalah yang dihadapi dalam berproduksi akan semakin kompleks. Kenyataan membuktikan pula bahwa sebagian besar petani tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk berproduksi sehingga keuntungan yang mereka peroleh dari usahatani padi relatif kecil. Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian yang lebih memfokuskan kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka program intensifikasi padi sudah selayaknya mendapat perbaikan dan penyempurnaan dari berbagai aspek, baik teknis maupun kelembagaan pendukung. Berangkat dari fenomena tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Produksi Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Produksi Peternakan akan mengimplementasikan Kegiatan Percontohan Peningkatan Produksi Padi Terpadu (P3T) di 14 propinsi di Indonesia. Merupakan perbaikan dari program intensifikasi padi yang berkembang di kalangan petani saat ini, Kegiatan Percontohan P3T diimplementasikan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah Irigasi, teknologi Produksi Benih dan Pengembangan Padi Hibrida, dan Sistem Integrasi Padi-Ternak yang didukung oleh Pengembangan Kelembagaan Usaha Agribisnis Terpadu. Kegiatan Percontohan P3T melibatkan berbagai institusi terkait, baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten. Panduan teknis ini berisikan penjelasan tentang pelaksanaan kegiatan Produksi Benih dan Pengembangan Padi Hibrida dalam Kegiatan Percontohan P3T. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan panduan ini.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Panduan Teknis Produksi Benih dan Pengembangan Padi Hibrida dan Padi Tipe Baru
    (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2003) Suwarno; Bambang Suprihatno; Satoto; Buang Abdullah; Udin S Nugraha; I Nyoman Widiarta
    Badan Litbang Pertanian juga telah merakit padi tipe baru (PTB) dengan memanfaatkan plasma nutfah yang ada. Padi tipe baru (PTB) dirancang agar fotosintat terdistribusikan secara lebih efektif ke malai/gabah. Potensi hasil PTB diharapkan 20-30% lebih tinggi dari varietas unggul baru (VUB) IR64 dan Ciherang. Peningkatan selanjutnya diharapkan dapat dicapai dengan memanfaatkan gejala heterosis melalui pengembangan padi hibrida dengan menggunakan padi tipe baru sebagai tetua.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Patosistem, Strategi, dan Komponen Teknologi Pengendalian Tungro pada Tanaman Padi
    (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009-12-16) Muhammad Muhsin; I Nyoman Widiarta
    Tungro merupakan penyakit padi yang kompleks ditinjau dari segi virus penyebabnya, hubungan virus-vektor-inang, maupun timbul atau kejadian penularan di lapang. Penyakit ini merupakan hasil interaksi virus batang tungro padi (VBTP) dan virus sferikal tungro padi (VSTP). Sinergi kedua virus itu menghasilkan gejala penyakit tungro yang lebih parah jika dibandingkan dengan infeksi tunggal VBTP yang menginduksi gejala tungro yang lebih ringan atau infeksi VSTP yang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman inangnya. Penularan VBTP dan VSTP oleh wereng hijau, Nephotettix virescens, dengan cara yang semi-persisten memberikan indikasi bahwa keberadaan kedua virus itu hanya menempel pada kutikula dari alat mulut vektornya. Virus-virus tersebut bersifat eksternal dan nonsirkulatif. Interaksi kedua jenis virus berlanjut dalam bentuk bantuan penularan vektor oleh VSTP untuk VBTP, karena VBTP sendiri tidak dapat secara langsung ditularkan oleh vektor. Berdasarkan pemahaman patosistem, dinamika populasi wereng hijau dan epidemiologi dapat disusun strategi pengendalian meliputi: (1) menghindari infeksi berdasarkan periode peka tanaman padi, (2) eliminasi peran virus helper, dan (3) menekan pemencaran vektor untuk menekan penyebaran virus. Beberapa teknik pengendalian selain penggunaan varietas tahan virus juga telah dikembangkan, di beberapa daerah telah berhasil diimplementasikan, seperti waktu tanam serempak, tanam sebelum puncak populasi vektor yang dapat dibaca berkaitan dengan puncak curah hujan, dan pergiliran tanam beberapa tipe varietas tahan vektor. Pengembangan teknik pengendalian ke depan perlu lebih memperhatikan dinamika populasi strain virus dan biotipe vektor tungro
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Petunjuk Teknis Pengendalian Terpadu Penyakit Tungro
    (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007) M. Yasin Said; I Nyoman Widiarta; M. Muhsin
    Bagi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan tersebar pada ribuan kepulauan, kemandirian pangan khususnya beras mutlak harus dicapai. Hal ini penting karena dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan sosial. Dalam upaya mewujudkan kemandirian pangan tersebut, pemerintah telah mentargetkan tahun 2007 meningkatkan produksi padi setara dengan 2 juta ton beras, dan tahun berikutnya meningkatkan produksi 5% per tahun sampai dengan tahun 2009. Untuk mencapai keberhasilan program tersebut, salah satu kendala yang perlu diantisipasi adalah serangan penyakit tungro yang merupakan penyakit endernis di beberapa sentra produksi padi di Indonesia. Tungro merupakan salah satu penyakit utama tanaman padi yang disebabkan oleh virus dan hanya bisa ditularkan oleh wereng hijau (Nephotettix sp.) yang dapat menyebabkan kegagalan panen atau puso. Komponen inovasi teknologi pengendalian tungro telah tersedia di Puslitbang Tanaman Pangan. Prinsip pengendalian tungro adalah pengendalian secara terpadu dengan beberapa komponen teknologi yang tersedia dengan memperhatikan ekologi, sosial, dan kebiasaan petani. Buku petunjuk teknis lapang ini disusun untuk memberikan pemahaman tentang tungro dan sistem pengendaliannya secara terpadu sesuai dengan kondisi setempat. Saran perbaikan dari pembaca untuk penyempurnaan buku ini sangat dinantikan.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Prosiding Simposium V Tanaman Pangan Inovasi Teknologi Tanaman Pangan
    (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008-12-16) A. Karim Makarim; Bambang Suprihatno; Zulkifli Zaini; Adi Widjono; I Nyoman Widiarta; Hermanto; Husni Kasim
    Tantangan dalam peningkatan produksi tanaman pangan makin beragam. Konversi lahan pertanian yang masih terus berlangsung di beberapa daerah, penurunan kualitas lahan dan lingkungan, organisme pengganggu tanaman yang terus berkembang, masih tingginya kehilangan hasil pada saat panen dan setelah panen, rendahnya gizi anak di beberapa daerah karena tidak mem- peroleh masukan yang memadai dari makanan yang dikonsumsi, dan tidak memadainya keuntungan yang diperoleh petani dari usahatani tanaman pangan adalah bagian penting dari tantangan perlu diatasi. Pengalaman selama ini membuktikan penerapan teknologi dapat memecahkan masalah teknis yang dihadapi dalam peningkatan produksi. Oleh karena itu Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan melalui unit pelaksana teknis penelitiannya senantiasa melakukan penelitian untuk menghasilkan inovasiteknologi yang mampu memberikankontribusi yang lebih besar bagi peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, perbaikan gizi masyarakat, dan peningkatan pendapatan petani. Untuk mengevaluasi inovasi teknologi yang dihasilkan melalui penelitian dalam beberapa tahun terakhir, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan menyelenggarakan Simposium V Penelitian Tanaman Pangan di Bogor pada 28-29 Agustus 2007. Informasi dari inovasi teknologi tersebut, yang diterbitkan dalam prosiding simposium ini, diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan tanaman pangan. Akhir kata, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam Simposium V Tanaman Pangan dan penerbitan prosiding ini.
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Tikus Sawah
    (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2018-12-21) Sudarmaji; I Nyoman Widiarta; Hermanto
    Hingga saat ini tikus sawah Rattus argentiventer masih menjadi hama utama tanaman padi yang merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Kenyataan di lapang menunjukkan tingkat kerusakan tanaman padi akibat serangan tikus sawah bervariasi dari ringan sampai berat dan bahkan dapat menyebabkan puso atau gagal panen, bergantung pada populasinya di suatu wilayah. Dalam periode 2011-2015, serangan hama tikus pada tanaman padi di Indonesia rata-rata 161.000 ha per tahun. Angka ini setara dengan kehilangan 620 juta kg beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 6 juta penduduk selama satu tahun. Di Asia Tenggara, kehilangan produksi padi akibat serangan tikus sawah diperkirakan mencapai 5-10% per tahun dan diperkirakan meningkat dalam beberapa dekade terakhir jika dikaitkan dengan upaya peningkatan indeks pertanaman dari satu kali menjadi dua atau tiga kali tanam padi dalam satu tahun Tikus sawah juga menularkan berbagai penyakit yang berbahaya bagi manusia dan ternak, di antaranya leptospirosis. Di Indonesia, kasus leptospirosis sering terjadi dan di beberapa daerah merupakan kejadian luar biasa (KLB). Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah tropis, termasuk Indonesia. Penyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksi Leptospira yang mencemari lingkungan. Gejala klinis penyakit ini sangat bervariasi dari ringan hingga berat, bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, tikus sawah vi 2 perlu dikendalikan dengan seksama agar tidak menimbulkan kerugian, baik pada pertanaman padi maupun kesehatan manusia dan ternak. Upaya pengendalian hama tikus pada lahan sawah belum menunjukkan hasil yang optimal dan tidak konsisten karena masih banyak petani yang belum memahami cara pengendalian yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Penelitian tikus sawah dari berbagai aspek, terutama aspek biologi dan ekologi, berperan penting untuk dijadikan dasar dalam menetapkan strategi pengendalian hama tikus secara terpadu. Berdasarkan penelitian secara komprehensif dan dalam jangka panjang telah dihasilkan inovasi teknologi pengendalian tikus sawah pada pertanaman padi. Teknologi ini telah berkembang di beberapa sentra produksi padi dan telah menjadi bagian dari program nasional Pengendalian Hama Tikus secara Terpadu (PHTT). Dalam hal ini, perangkap bubu tikus atau Trap Barrier System (TBS) dan perangkap linear bubu tikus atau Linear Trap Barrier System (LTBS) adalah teknologi sentral dari strategi pengendalian tikus sawah secara terpadu, yang diintegrasikan dengan teknologi konvensional seperti tanam serempak, sanitasi habitat, gropyokan massal, fumigasi sarang tikus, penggunaan rodentisida secara benar, serta pelestariaan musuh alami tikus sawah Buku ini adalah sintesis informasi hasil penelitian hama tikus sawah berdasarkan biologi, ekologi, dan kaitannya dengan upaya pengendalian yang efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan. Semoga buku ini dapat menjadi salah satu acuan dalam upaya pengendalian hama tikus pada pertanaman padi
  • Loading...
    Thumbnail Image
    Item
    Varietas Unggul Baru Padi untuk Mengantisipasi Ledakan Penyakit Tungro
    (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2012-10-16) Fausiah T. Ladja; I Nyoman Widiarta
    Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada padi yang disebabkan oleh virus. Penularan virus tungro dapat menurunkan hasil sampai 90%, bahkan tidak jarang terjadi puso jika tanaman terinfeksi pada fase vegetatif. Sampai saat ini penularan tungro masih sering terjadi di Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Barat, dan Jawa Tengah yang merupakan sentra produksi padi nasional. Ledakan tungro merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini. Perubahan iklim, dalam hal ini peningkatan suhu, berdampak terhadap penyebaran penyakit tungro, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semakin tinggi suhu, semakin singkat siklus hidup serangga vektor dan semakin cepat perkembangn virus, sehingga peluang penyebaran penyakit tungro semakin besar. Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu alternatif dalam pengendalian penyakit tungro. Varietas tahan dapat dikategorikan menjadi varietas tahan wereng hijau dan varietas tahan virus tungro. Di Indonesia, empat gen tahan wereng hijau yang telah dimanfaatkan adalah Glh 1, glh 4, Glh 5, dan Glh 6, sedangkan tetua tahan virus tungro yang telah dimanfaatkan adalah Balimau Putih, Utri Merah, dan TKM6. Penggunaan varietas unggul baru tahan tungro dapat digunakan untuk mengantisipasi outbreak penyakit tungro akibat dampak perubahan iklim. Varietas unggul baru tahan virus tungro meliputi Tukad Unda, Tukad Balian, Tukad Petanu, Kalimas, Bondoyudo, Inpari 7 Lanrang, Inpari 8, dan Inpari 9 Elo untuk padi inbrida, sedangkan untuk padi hibrida adalah Hipa 3 dan Hipa 4. Pergiliran varietas tahan tidak dapat lagi dilakukan di daerah yang populasi wereng hijau atau virus telah beradaptasi pada semua golongan varietas, sehingga rekomendasi penggunaan varietas tahan harus berdasarkan daerah kesesuaian varietas atau spesifik lokasi.

Copyright © 2025 Kementerian Pertanian

Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian

  • Cookie settings
  • Privacy policy
  • End User Agreement
  • Send Feedback