Browsing by Author "Hutapea, Yanter"
Now showing 1 - 15 of 15
Results Per Page
Sort Options
- ItemANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PENANGKARAN BENIH PADI PADA TIGA AGROEKOSISTEM DI SUMATERA SELATAN(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018-03-27) Hutapea, Yanter; Suparwoto, nFN; Waluyo, nFN
- ItemKarakterisasi Tanaman Duku di Sentra Produksi Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan(BPTP Jambi, 2003) Suparwoto; Hutapea, Yanter; Waluyo; Hidayanti, Dedeh; BPTP JambiTanaman duku (Lansium domesticum Corr.) merupakan salah satu komoditas unggulan dan spesifik daerah Sumatera Selatan. Kabupaten OKU merupakan salah satu sentra produksi duku yang dikenal duku Komering atau Palembang dengan produktivitas rata-rata 7, 10 ton.ha.
- ItemKELAYAKAN BERBAGAI POLA TANAM BERBASIS PADI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN KABUPATEN OKI, SUMATERA SELATAN(BB Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Thamrin, Tumarlan; Hutapea, Yanter; Ratmini, Putu Sri; BPTP JambiLahan tadah hujan sebagai lahan sub optimal adalah salah satu potensi untuk pengembangan komoditas pertanian. Di Sumatera Selatan baru sebagian kecil lahan ini yang dimanfaatkan lebih dari satu kali dalam satu tahun. Upaya untuk meningkatkan lahan sawah tadah hujan dengan menerapkan indeks pertanaman 200 dalam satu kajian dilakukan di Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten OKI tahun 2012/2013. Lokasi pengkajian seluas 4 ha dengan melibatkan delapan kooperator. Pola tanam yang diterapkan adalah padi-padi; kacang tanah-padi; kacang hijau-padi dan jagung manis-padi. Sebagai pembandingnya adalah cara petani setempat yaitu penanaman padi satu kali dalam satu tahun. Hasil kajian menunjukkan bahwa penanaman tanaman pangan dua kali dalam satu tahun layak dilakukan di lahan sawah tadah hujan. Pola tanam jagung manis-padi relative lebih layak dibanding pola lain dengan tingkat efisiensi (R/C) sebesar 2,32; tingkat produktivitas modal 132,62% dan produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 197.285/HOK. Pola jagung manis-padi ini dengan pembanding pola petani, memberikan nilai tambah tertinggi yang besarnya Rp 16.173.000/ha. Kata kunci: Sawah tadah hujan, pola tanam, padi
- ItemKELAYAKAN BERBAGAI POLA TANAM BERBASIS PADI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN KABUPATEN OKI, SUMATERA SELATAN(BB Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Thamrin, Tumarlan; Hutapea, Yanter; Ratmini, Putu Sri; BPTP JambiLahan tadah hujan sebagai lahan sub optimal adalah salah satu potensi untuk pengembangan komoditas pertanian. Di Sumatera Selatan baru sebagian kecil lahan ini yang dimanfaatkan lebih dari satu kali dalam satu tahun. Upaya untuk meningkatkan lahan sawah tadah hujan dengan menerapkan indeks pertanaman 200 dalam satu kajian dilakukan di Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten OKI tahun 2012/2013. Lokasi pengkajian seluas 4 ha dengan melibatkan delapan kooperator. Pola tanam yang diterapkan adalah padi-padi; kacang tanah-padi; kacang hijau-padi dan jagung manis-padi. Sebagai pembandingnya adalah cara petani setempat yaitu penanaman padi satu kali dalam satu tahun. Hasil kajian menunjukkan bahwa penanaman tanaman pangan dua kali dalam satu tahun layak dilakukan di lahan sawah tadah hujan. Pola tanam jagung manis-padi relative lebih layak dibanding pola lain dengan tingkat efisiensi (R/C) sebesar 2,32; tingkat produktivitas modal 132,62% dan produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 197.285/HOK. Pola jagung manis-padi ini dengan pembanding pola petani, memberikan nilai tambah tertinggi yang besarnya Rp 16.173.000/ha. Kata kunci: Sawah tadah hujan, pola tanam, padi
- ItemLumbung Pangan dan Penggilingan Padi Sebagai Sumber Permodalan Alternatif di Pedesaan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hendayana, Rahmat; Siagian, Viktor; Hutapea, Yanter; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPengembangan kelembagaan permodalan seperti lumbung pangan dan usaha penggilingan padi di pedesaan Sumatera Selatan mempunyai arti penting dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dan permasalahan lumbung pangan dan penggilingan padi dalam melayani permodalan usahatani. Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2006 di Kabupaten OKU Timur, Oku Selatan, OKI, Muara Enim, Lahat, Musi Rawas, Musi Banyuasin dan Banyuasin. Hasil Pengkajian menunjukan bahwa penggilingan padi meskipun dimiliki secara perorangan, selain berfungsi sebagai lembaga produksi, juga menjalankan perannya sebagai lembaga yang menyediakan modal kerja bagi petani. Dalam kiprah usahanya dengan keterbatasan yang ada, dirasakan sebagai penolong karena kemudahan-kemudahan yang diberikan untuk melayani petani. Lumbung pangan sebagai lembaga pembentukan pemerintah, dalam melayani kebutuhan modal petani, belum mampu berperan penuh, karena keterbatasan kemampuannya, sehingga lumbung ini perlu didukung oleh pemodal-pemodal baik formal (Bank) maupun informal (perorangan) di pedesaaan guna melayani kebutuhan petani
- ItemPendapatan Usahatani dan Upaya Perbaikannya di Lokasi Primatani Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hutapea, Yanter; Thamrin, T; Pramudyati, Y S; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuMelalui Prima Tani diharapkan sejumlah teknologi tepat guna mampu8 menjadi pendorong perkembangan agribisnis beberapa komoditas pertanian. Di desa S. Kertosari Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan, komoditas yang utama diusahakan adalah padi sedangkan penunjang diantaranya adalah ikan dan sapi. Untuk meliput kondisi awal telag dilakukan survey pendasaran pada tahun 2005 dan sebagai hasil perkembangan akibat penerapan teknologi inovasi, informasinya diliput pada tahun 2006. Dengan penerapan teknologi, melalui penggunaan varietas unggul dan efisiensi pemupukan maka terjadi peningkatan produksi pada komoditas padi dari 4,78 ton gkp/ha (M’L’ 2004/2005) menjadi 6,62 ton gkp/ha (MH 2005) ton gkp/ha (MK 2006. Produksi ikan mas sebagai penyelang diantara 134,4 kg/petak dengan rata-rata ukuran petak 0,07 ha. Penerapan teknologi inovasi pada komoditi padi dan ikan penyelang ini lebih efisien dibanding cara yang biasa dilakukan petani. Sedangkan upaya perbaikan teknologi pada ternak sapi (penggemukan), pertambahan berat badannya tidak mencapai target dan efisiensi usahanya lebih rendah dibanding cara yang biasa dilakukan petani (Pengembangan). Masing-masing komoditi ini mempunyai keterkaitan fungsional yang erat antara yang satu dengan lainnya
- ItemPengaruh Pemupukan NPK (15.15.15) Terhadap Pertumbuhan Batang Bawah \bibit Duku(BPTP Jambi, 2006) Suparwoto; Hutapea, Yanter; Waluyo; BPTP JambiBibit duku yang berasal dari biji digunakan sebagai batang bawah maka untuk mempercepat pertumbuhannya diperlukan pemupukan, dengan harapan bibit cepat disambung. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Kayuagung, Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan pada bulan Agustus sampai bulan November 2004.
- ItemPERAN DAN KINERJA KELEMBAGAAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN “BAKTI KARYA PETANI” DI KAWASAN KOTA TERPADU MANDIRI TELANG(BB Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2016-03-31) Hutapea, Yanter; Thamrin, Tumarlan; Marpaung, Imelda S; BPTP JambiKeberadaan lembaga Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA) menjadi demikian penting untuk mendukung pengembangan pertanian, khususnya untuk mencapai swasembada pangan. Keterbatasan kemampuan petani untuk memiliki alsintan membuka peluang berkembangnya penyewaan alsintan. Kepemilikan alsintan secara perorangan pada usahatani kecil tidak akan memberikan keuntungan, bahkan akan menimbulkan kerugian pada pemilknya. Lembaga UPJA Bakti Karya Petani yang dibentuk pada bulan Agustus 2012 merupakan upaya yang semakin dilirik petani untuk mengefisiensikan usahanya. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan peran kelembagaan alsin di Kawasan Kota Terpadu Mandiri Telang. Dilakukan pada bulan Pebruari tahun 2016 dengan fokus kajian pada UPJA Bakti Karya Petani yang beroperasi di wilayah pasang surut. Analisis data dilakukan dengan membandingkan kondisi saat awal keberadaannya dan saat kajian. Hasil kajian menunjukkan bahwa kemampuan kelompok UPJA ini mengalami peningkatan jika dilihat dari: 1. Aspek organisasi (adanya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga UPJA), 2. Aspek teknis ( peningkatan jenis pengelolaan alsin dari delapan menjadi sebelas jenis, 3. Aspek Ekonomi (penghasilan dari operasional alsin tahun 1 Rp 18.610.000, tahun 2 Rp 37.690.000 dan tahun ke 3 Rp 75.380.000) dan 4. Aspek Penunjang (bersinergi dengan koperasi simpan pinjam). Berkembangnya kemampuan UPJA ini menunjukkan semakin optimalnya pengelolaan alsintan kearah pertanian yang modern dan berkelanjutan. Dengan adanya UPJA ini dampak yang dirasakan di wilayah KTM Telang adalah: pengolahan lahan menjadi lebih cepat 15 hari, meningkatnya penerapan pola padi-jagung dari 5% menjadi 88% petani, kehilangan hasil panen padi berkurang 5-6%, penghematan biaya panen Rp 1.000.000/ha dan curahan kerja berkurang 32 HOK disertai penggunaan combine harvester.
- ItemPERAN DAN KINERJA KELEMBAGAAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN “BAKTI KARYA PETANI” DI KAWASAN KOTA TERPADU MANDIRI TELANG(BB Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2016-05-31) Hutapea, Yanter; Thamrin, Tumarlan; Marpaung, Imelda S; BPTP JambiKeberadaan lembaga Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA) menjadi demikian penting untuk mendukung pengembangan pertanian, khususnya untuk mencapai swasembada pangan. Keterbatasan kemampuan petani untuk memiliki alsintan membuka peluang berkembangnya penyewaan alsintan. Kepemilikan alsintan secara perorangan pada usahatani kecil tidak akan memberikan keuntungan, bahkan akan menimbulkan kerugian pada pemilknya. Lembaga UPJA Bakti Karya Petani yang dibentuk pada bulan Agustus 2012 merupakan upaya yang semakin dilirik petani untuk mengefisiensikan usahanya. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan peran kelembagaan alsin di Kawasan Kota Terpadu Mandiri Telang. Dilakukan pada bulan Pebruari tahun 2016 dengan fokus kajian pada UPJA Bakti Karya Petani yang beroperasi di wilayah pasang surut. Analisis data dilakukan dengan membandingkan kondisi saat awal keberadaannya dan saat kajian. Hasil kajian menunjukkan bahwa kemampuan kelompok UPJA ini mengalami peningkatan jika dilihat dari: 1. Aspek organisasi (adanya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga UPJA), 2. Aspek teknis ( peningkatan jenis pengelolaan alsin dari delapan menjadi sebelas jenis, 3. Aspek Ekonomi (penghasilan dari operasional alsin tahun 1 Rp 18.610.000, tahun 2 Rp 37.690.000 dan tahun ke 3 Rp 75.380.000) dan 4. Aspek Penunjang (bersinergi dengan koperasi simpan pinjam). Berkembangnya kemampuan UPJA ini menunjukkan semakin optimalnya pengelolaan alsintan kearah pertanian yang modern dan berkelanjutan. Dengan adanya UPJA ini dampak yang dirasakan di wilayah KTM Telang adalah: pengolahan lahan menjadi lebih cepat 15 hari, meningkatnya penerapan pola padi-jagung dari 5% menjadi 88% petani, kehilangan hasil panen padi berkurang 5-6%, penghematan biaya panen Rp 1.000.000/ha dan curahan kerja berkurang 32 HOK disertai penggunaan combine harvester.
- ItemPerbedaan Tebal Tumpukan Gabah Terhadap Tingkat Keseragaman Kadar Air Pada Pengeringan Gabah Menggunakan Box Dryer(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Sutrisno; Raharjo, Budi; Hutapea, Yanter; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuMesin pengering padi “box Dryer” dikenal mempunyai konstruksi yang sederhana serta mudah dalam pengoperasiannya. Petani dapat membuatnya sendiri dengan bantuan bengkel setempat. Hal ini sangat berbeda dengan mesin pengering padi model lainnya yang umumnya berkonstruksi lebih rumit. Mengeringkan padi dengan menggunakan box driyer tidak memerlukan pembalikan jika tebal tumpukan ≤ 50 cm. Kelemahan utama dari box driyer adalah kadar air gabah yang dikeringkan tidak seragam antar lapisan bawah sampai atas. Namun demikian kelemahan ini dapat diatasi dengan jalan meningkatkan kecepatan aliran udara pengering menembus tumpukan gabah. Semakin cepat aliran udara pengering menembuas tumpukan gabah, maka variasi kadar air antara lapisan atas dan lapisan bawah mnejadi berkurang. Perbedaan kecepatan aliran udara pengering yang dimaksud untuk box dryer dengan blower digerakkan oleh motor listrik, diperoleh dengan cara pengoperasian pengeringan gabah dengan kapasitas kerja yang berbeda-beda atau ketebalan tumpukan gabah yang berbeda-beda. Penelitian dilakukan di bagian Prosessing Balai Besar padi pada bulan Maret 2004. Bahan yang digunakan adalah gabah kering panen (GKP) varietas Fatmawati hasil panen musim hujan 2003/2004. Pengeringan gabah dilakukan dengan tujuan untuk memproduksi benih. Kapasitas kerja mesin terdiri dari 3 macam yaitu 1,672 kg; 1,301 kg; dan 466,5 kg GKP. Mesin pengering yang digunakan adalah box dryer dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan blower digerakkan oleh motor listrik, sehingga kecepatan putarnya konstan. Bak pengering berukuran (p x l x t) 360 x 182 x 100 cm sehingga tebal tumpukan gabah dari ketiga macam kapasitas kerja diatas adalah berturut-turut 48 cm; 38 cm dan 12 cm. Hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan aliran udara pengering menembus tumpukan gabag pada akhir pengeringan adalah berturut-turut : 79 %; 88,3 % dan 91,4 %; pada level kadar air pengering benih berturut-turut : 10,93 % ; 10,43 %; waktu yang diperlukan untuk pengeringan adalah berturut-turut 12 jam; 10 jam dan 8 jam.
- ItemPersepsi Petani Terhadap Bibit Duku Sambung Pucuk(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hutapea, Yanter; Suparwoto, T; Waluyo; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPerbanyakan duku secara vegetatif dengan metode sambung pucuk (grafting) lebih disukai oleh petani penangkar karena lebih efisien dari segi pemanfaatan waktu dan biaya produksi. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui persepsi terhadap bibit sambung pucuk . Kegiatan dilaksanakan di desa Sukaraja Baru Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Metoda yang digunakan studi kasus pada penangkar bibit duku dengan melakukan survey secara berulang dalam bulan oktober-Nopember 2006. Hasil pengkajian menunjukan bahwa para penangkar bibit duku sekitar 60 % masih menggunakan batang bawah berasal dari bibit sapuan yang tumbuh disekitar pohon duku dan 40 % penangkar telah menggunakan batang bawah asal semaian. Keuntungan penggunaan bibit duku asal semaian yaitu bibit tumbuh seragam, persentase hidupnya lebih banyak. Dengan melakukan sambung pucuk, maka pada umur 6-7 tahun tanaman duku sudah berbuah, sedangkan bibit asal biji baru berbuah setelah berumur 15-20 tahun.
- ItemPotensi Aktual dan Komersialisasi Tanaman Duku di Sumatera Selatan(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, 2007) Suparwoto; Hutapea, Yanter; Subowo; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuTanaman duku memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditas komersial. Komoditas tersebut telah populer di masyarakat dan umumnya dimanfaatkan sebagai buah segar. Di Sumatera Selatan, tanaman duku sebagian besar merupakan warisan keluarga, tumbuh secara alami tanpa pemeliharaan yang intensif sehingga produksinya kurang memuaskan. Dalam upaya memperbaiki produktivitasnya, para penangkar bibit telah menyediakan bibit bermutu melalui perbanyakan secara sambung pucuk sehingga masa berbuahnya lebih cepat. Perbanyakan bibit secara sambung pucuk dengan penerapan teknologi persemaian biji, pemupukan bibit dan perbaikan media dapat menghasilkan bibit bermutu.
- ItemPotensi dan Efisiensi Usahatani Semangka pada Rumah Tangga Petani di Desa Keman Kabupaten OKI(BPTP Jambi, 2006) Hutapea, Yanter; Suparwoto; BPTP JambiKajian ini bertujuan memberikan informasi mengenai kelayakan usahatani semangka, kontribusi dan hubungannya dengan pendapatan rumah tangga petani serta efisiensi penggunaan input produksi. Survei dilakukan di desa Keman Kecamatan Pampangan Kabupaten OKI pada bulan Juni - September 2004.
- ItemTingkat Adopsi Teknologi dan Manfaat Finansial pada Usahatani Padi Sawah Pasang Surut di Desa Mulya Sari Kabupaten Banyu Asin(BPTP Jambi, 2006) Hutapea, Yanter; Rahardjo, Budi; Setiawan, Usman; BPTP JambiThis study was conducted on tidal swamp rice farming in Mulya Sari Village, Banyuasin Regency from February to Juny 2005. Data collection was done through mutiple visit survey method and consisted of farmers characteristics, technology applied, productivity and farm incomes.
- ItemTinjauan Terhadap Kelayakan Harga Beras Di Sumatera Selatan(BPTP Jambi, 2003) Hutapea, Yanter; Arif, Triyandar; Thamrin, Tumarlan; BPTP JambiHarga jual beras haruslah layak agar petani dapat mengelola kelangsungan usahatani padi, yang berarti suatu harga di atas harga pokok produksinya. Tulisan ini membahas layak tidaknya harga beras yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2001 yang lalu di tiga agroekosistem yakni irigasi, lebak dan pasang surut.