Browsing by Author "Hasibuan, Abdul Muis"
Now showing 1 - 10 of 10
Results Per Page
Sort Options
- ItemANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BENIH GRAFTING, BIJI DAN BIODIESEL KEMIRI MINYAK(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2013-04) Listyati, Dewi; Sayekti, Apri Laila; Hasibuan, Abdul MuisKemiri minyak (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan salah tanaman penghasil biodiesel dengan potensi yang sangat besar disamping pemanfaatannya sebagai tanaman konservasi serta penggunaannya tidak bersaing dengan pemanfaatan sebagai bahan pangan. Sebelum dilakukan pengembangan secara luas, aspek keekonomian dan kelayakan perlu dilihat sehingga semua pihak yang terlibat dalam pengembangan kemiri minyak dapat memperoleh manfaat. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung harga pokok produksi benih grafting, biji dan biodiesel kemiri minyak. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga pokok produksi benih grafting kemiri minyak adalah sebesar Rp. Rp. 2.965,- per polybag, harga pokok produksi biji sebesar Rp. 374,60 per kg dan harga pokok produksi biodiesel sebesar Rp. 2.620,40 per liter. Hasil analisis kelayakan yang dilakukan untuk melihat aspek kelayakan usaha dari produksi benih grafting, biji dan biodiesel kemiri minyak menunjukkan bahwa usaha ini cukup layak untuk diusahakan. Dalam pengembangannya ke depan, perlu didorong pembangunan industry perbenihan sebagai awal pengembangan kemiri minyak.
- ItemArah Pengembangan Kemiri Sunan(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Hasibuan, Abdul Muis; Ammatillah, Chery Soraya; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarBahan bakar nabati merupakan salah satu alternatif penyediaan sumber energi pada masa yang akan datang mengingat cadangan minyak bumi yang semakin menipis serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh bahan bakar fosil. Kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan salah satu komoditas yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber penghasil bahan bakar nabati. Tanaman ini memiliki produktivitas dan kadar minyak dalam biji yang tinggi. Buah kemiri sunan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biofuel dan biogas disamping produk turunan lainnya yang bernilai ekonomi seperti pernis, cat, sabun, resin, dan pelumas. Pengembangan komoditas ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan proyek clean development mechanism (CDM) sesuai dengan yang tertuang dalam protokol Kyoto. Dalam upaya pengembangannya, sebaiknya diarahkan pada upaya rehabilitasi dan konservasi lahan serta pemanfaatan lahan yang tidak produktif. Untuk itu, peran pemerintah dengan menciptakan kebijakan yang mendukung sistem agribisnis kemiri sunan sangat diperlukan.
- ItemMANAJEMEN RANTAI PASOK BENIH UNGGUL KARET(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2015-04) Sudjarmoko, Bedy; Hasibuan, Abdul MuisSebagai komoditas perkebunan penghasil devisa negara, perkebunan karet di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat yang menggunakan benih asalan. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman karet, maka penggunaan benih unggul menjadi syarat mutlak. Masalahnya adalah akses petani terhadap benih unggul karet tersebut masih sangat terbatas. Untuk mengatasi masalah tersebut, penyediaan dan distribusi benih unggul karet dapat menggunakan model Supply Chain Management (SCM). SCM adalah proses dimana suatu produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dan di negara-negara maju model ini sudah banyak diterapkan pada bidang industri termasuk industri pertanian. SCM diakui sebagai pendekatan strategis untuk mencapai keunggulan kompetitif termasuk pada benih unggul karet. SCM benih unggul karet yang ada di Kabupaten Sarolangun, Jambi pada tahun 2012 dapat dijadikan sebagai contoh model. Ada lima elemen yang terlibat dalam rantai pasok benih unggul karet di daerah tersebut, yaitu chain 1 (dengan pelaku Balai Penelitian Karet Sembawa dan Medan sebagai penyedia biji karet untuk batang bawah; kebun entres Dinas Perkebunan dan asosiasi penangkar sebagai pemasok entres karet; bertindak sebagai suplier); chain 1-2 (Balai Penelitian Karet dan kebun entres dinas perkebunan/asosiasi penangkar/suplier - penangkar ); chain 1-2-3 (suplier – penangkar – petani; suplier – penangkar – asosiasi penangkar); chain 1-2-3-4 (suplier - penangkar - asosiasi penangkar - Dinas Perkebunan Kabupaten dan Provinsi); dan chain 1-2-3-4-5 (suplier - penangkar - asosiasi penangkar - Dinas Perkebunan Kabupaten dan Provinsi – petani). Sistem komunikasi dipersepsikan berjalan lebih baik dibandingkan dengan elemen-elemen lainnya (hubungan baik antar anggota yang terlibat dalam rantai pasok, shared value, dan focus terhadap pelanggan). Sedangkan elemen yang dianggap paling tidak optimal adalah sistem logistik. Agar pasokan benih unggul karet dapat berjalan lebih baik dan mudah diadopsi oleh petani karet, maka perbaikan sarana transportasi penangkar benih karet perlu diprioritaskan.
- ItemMODEL SIMULASI PEMANFAATAN EMPAT KOMODITAS PERKEBUNAN SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIODIESEL UNTUK PEMENUHAN TARGET KONSUMSI BIODIESEL NASIONAL(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2013-04) Hasibuan, Abdul Muis; Sayekti, Apri LailaIndonesia memiliki sumberdaya yang sangat besar sebagai penghasil biodiesel untuk mengatasi krisis energi yang bersumber dari bahan bakar fosil. Makalah ini disusun untuk menyusun simulasi skenario pemenuhan kebutuhan biodiesel dari empat komoditas perkebunan (kelapa sawit, kemiri minyak, jarak pagar dan nyamplung). Data yang digunakan dalam penyusunan artikel ini adalah data sekunder dan dianalisis dengan model sistem dinamis. Hasil analisis menunjukkan bahwa target penggunaan biodiesel sebesar 5 persen dari konsumsi solar dapat dipenuhi dari komoditas jarak pagar, kelapa sawit, kemiri minyak dan nyamplung. Simulasi kebijakan pengurangan laju pertumbuhan penduduk menjadi 0,5 persen per tahun dan penghematan energi sebesar 10 persen dapat mengurangi kebutuhan energi secara signifikan, termasuk jumlah biodiesel yang harus dipenuhi untuk memenuhi target konsumsi tersebut. Penerapan kebijakan yang disimulasikan tersebut juga berpotensi untuk meningkatkan proporsi biodiesel dalam pemenuhan konsumsi solar.
- ItemPROSPEK DAN KELAYAKAN USAHATANI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum LINN.)(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Hasibuan, Abdul Muis; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarPenggunaan bahan bakar nabati untuk memenuhi konsumsi energi merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam upaya menghadapi krisis energi dan lingkungan yang terjadi belakangan ini. Nyamplung merupakan salah satu tanaman yang banyak tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dan memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber bahan bakar nabati. Nyamplung memiliki potensi produksi biji 20 ton/ha dengan rendemen minyak 40 – 73 persen. Tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia, regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan kemampuan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan, tanaman ini relatif mudah dibudidayakan baik melalui hutan tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran (mixedforest), cocok tumbuh di daerah beriklim kering, permudaan alami banyak, dan berbuah sepanjang tahun, hampir seluruh bagian tanaman nyamplung berdayaguna dan menghasilkan bermacam produk yang memiliki nilai ekonomi, tegakan hutan nyamplung berfungsi sebagai 3 wind breaker/perlindungan untuk tanaman pertanian dan konservasi sempadan pantai, Pemanfaatan biofuel nyamplung dapat menekan laju penebangan pohon hutan sebagai kayu bakar. Indonesia memiliki lahan yang potensial untuk ditanami nyamplung seluas 480.700. Jika dilihat dari aspek kalayakan, usahatani nyamplung yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dengan kacang tanah sangat layak dan menguntungkan untuk diusahakan sesuai dengan kriteria – kriteria kelayakan investasi. Demikian juga dengan pengolahan biodiesel dari minyak nyamplung sangat layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Berbagai keunggulan dan prospek nyamplung sebagai sumber biodiesel dalam upaya mengatasi krisis energi dan lingkungan yang terjadi perlu mendapat dukungan dan aksi nyata dari pihak – pihak terkait sehingga pengembangan nyamplung bisa berjalan dengan baik.
- ItemProspek Ekonomi Budidaya Ganyong (Canna edulis KERR) Sebagai Sumber Pangan Dan Bahan Bakar Nabati(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Ammatillah, Chery Soraya; Hasibuan, Abdul Muis; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarGanyong merupakan umbi‐umbian yang berprospek cerah untuk dikembangkan, baik sebagai tanaman pangan maupun sebagai sumber biodiesel. Tanaman ini memiliki kegunaan yang cukup banyak, yaitu dapat dijadikan sebagai bahan pangan dengan mengolahnya lebih dulu atau untuk diambil patinya. Sisa umbinya yang tertinggal setelah diambil patinya dapat digunakan sebagai kompos. Sedangkan pucuk dan tangkai daun muda dapat dipakai untuk pakan ternak. Bunga daunnya yang cukup indah juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Selain itu, ganyong juga sangat prospektif untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Tanaman memiliki kandungan kadar pati yang tinggi berkisar 39,36 ‐ 52,25%, dimana pati tersebut memiliki kadar karbohidrat 80% yang dapat difermentasi menjadi etanol. Namun, pengembangan ganyong sebagai bahan baku bioetanol memiliki kendala antara lain persaingan dengan fungsinya sebagai bahan diversifikasi pangan. Namun demikian, tanaman ini memiliki prospek yang cukup cerah untuk diusahakan baik untuk bahan sumber diversivikasi pangan, maupun sumber bahan bakar nabati bioetanol. Tanaman ini juga berpeluang sebagai sumber penghasilan tambahan bagi petani dan untuk meningkatkan ekonomi warga pedesaan. Untuk itu, pengembangan tanaman ini layak menjadi perhatian para pengambil kebijakan.
- ItemSTUDI MODEL KELEMBAGAAN DALAM SISTEM AGRIBISNIS KARET(PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, 2013-08) Hasibuan, Abdul Muis; Listyati, Dewi; Pranowo, DibyoKaret merupakan salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia dari subsektor perkebunan yang sebagian besar diusahakan oleh perkebunan rakyat. Salah satu permasalahan yang terjadi dalam agribisnis karet adalah lemahnya sistem kelembagaan. Kelembagaan dalam agribisnis karet memegang peranan yang sangat penting dalam upaya pengembangan agribisnis karet terutama dalam upaya peningkatan taraf hidup petani. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui model-model kelembagaan yang dapat diterapkan untuk pengembangan agribisnis karet. Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk mempererat interaksi antar subsistem dalam sistem agribisnis karet adalah dengan pola kemitraan sehingga aktivitas dari masing-masing pelaku yang ada dalam sistem agribisnis karet mengarah kepada “simbiosis mutualisme”, seperti yang tertuang dalam model agroestate dan koperasi petani. Selain itu, dinamika yang terjadi dalam kelembagaan harus ditata dengan baik agar setiap pelaku dapat berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing sehingga tujuan kelembagaan dalam sistem agribisnis karet dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
- ItemTAKSASI PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM PERCABANGAN(Unit Penerbitan dan Publikasi, 2019) Ferry, Yulius; Herman, Maman; Hasibuan, Abdul Muis; Balai Penelitian Tanaman Industri dan PenyegarHasil taksasi produksi kemiri sunan Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw yang dilakukan di Kabupaten Majalengka, Sumedang dan Garut, dengan menggunakan observasi percabangan, yang dilaksanakan pada bulan April dan Mei 2009, menunjuKkan bahwa produksi kemiri sunan mencapai 257,34 kg/pohon biji, bila populasi per hektar 150 pohon (jarak tanam 8 x 8 m) produktivtas akan mencapai 38,60 ton per hektar biji, setara dengan 13,57 ton minyak mentah setara dengan 11,88 ton biodiesel atau 14 850 liter biodiesel.
- ItemTeknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kopi(IAARD Press, 2015) Harni, Rita; Samsudin, Samsudin; Amaria, Widi; Indriati, Gusti; Soesanthy, Funny; Khaerati, Khaerati; Taufiq, Efi; Hasibuan, Abdul Muis; Hapsari, Arlia Dwi
- ItemTeknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kopi(IAARD Press, 2018) Harni, Rita; Samsudin, Samsudin; Amaria, Widi; Indriati, Gusti; Soesanthy, Funny; Khaerari, Khaerati; Taufik, Efi; Hasibuan, Abdul Muis; Hapsari, Arlia Dwi; Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianHama dan penyakit tanaman kopi merupakan salah satu penyebab menurunnya produksi dan produktivitas kopi di Indonesia. Upaya pengendalian hama dan penyakit kopi umumnya masih tergantung pada penggunaan pestisida kimia sintetik. Seiring dengan kesadaran akan bahaya residu racun pada produk kopi dan cemaran logam berat terhadap ekosistem pertanian, maka tuntutan akan teknologi pengendalian yang ramah lingkungan semakin meningkat. Buku ini memberikan informasi tentang biologi, morfologi, gejala serangan, faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan hama dan penyakit pada tanaman kopi, serta teknologi pengendaliannya secara terperinci.