Browsing by Author "Fuady, Aziz Ahmad"
Now showing 1 - 1 of 1
Results Per Page
Sort Options
- ItemSebaran Sirkulasi Virus Rabies pada Hewan Beserta Faktor Risiko Peningkatan Kasus di Kota Banjarbaru Periode 2018-Mei 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Pujiatmoko, Widodo; Ernawati; Fuady, Aziz AhmadSebagai salah satu wilayah endemis terhadap rabies di Indonesia, terdapat kasus positif rabies yang dilaporkan dari Kota Banjarbaru. Kabar baik dari semua kasus yang dilaporkan ini adalah ‘hanya’ kasus positif pada hewan, tanpa kasus positif rabies pada manusia (lyssa). Estimasi populasi Hewan Penular Rabies di Kota Banjarbaru pada tahun 2019 lebih dari 16.000 ekor dengan 15.000 ekor diantaranya adalah kucing. Berdasarkan data hasil positif pemeriksaan Fluorescent Antibody Technique (FAT) yang dilakukan oleh Balai Veteriner Banjarbaru, pada tahun 2013-2017 kasus positif rabies yang ditemukan berkisar antara 1-2 kasus per tahun. Namun pada tahun 2018 terdapat lonjakan kasus menjadi 14 kasus sedangkan selama periode Januari-27 Mei 2019 telah dilaporkan 24 kasus rabies. Dengan peningkatan kasus tersebut, diperoleh titik lokasi kejadian, terutama sejak tahun 2018. Kota Banjarbaru memiliki 20 kelurahan yang tersebar di 5 kecamatan. Lokasi 14 kasus yang ditemukan pada tahun 2018 berlokasi di Kelurahan Sungai Ulin (2), Komet (2), Guntung Manggis (4), Mentaos (1), Syamsudin Noor (1), Sungai Besar (2), Loktabat Utara (1), dan Kemuning (1). Sedangkan 24 kasus yang ditemukan pada Januari – Mei 2019 berlokasi di Kelurahan Sungai Ulin (2), Sungai Besar (2), Kemuning (6), Landasan Ulin Utara (2), Landasan Ulin Timur (4), Guntung Payung (1), Loktabat Selatan (1), Loktabat Utara (2), Syamsudin Noor (2), Landasan Ulin Selatan (1) dan Palam (1). Dari periode tahun 2018 hingga Mei 2019 ditemukan kasus dengan lokasi yang sama ataupun berulang, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sirkulasi virus diwilayah tersebut. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko penyebaran rabies dalam periode tersebut yaitu rendahnya cakupan vaksinasi, alih fungsi lahan, pemeliharaan HPR dengan diliarkan, populasi HPR (terutama kucing) yang tidak terkontrol, tata kelola sampah yang kurang baik, kurangnya petugas keswan, kurangnya kesadaran pemangku kepentingan maupun masyarakat.