Browsing by Author "Ernawati"
Now showing 1 - 8 of 8
Results Per Page
Sort Options
- Item313 Kreasi Inspiratif Masyarakat Karomah Pari (Kawasan Rumah Pangan Lestari) di Jawa Tengah(BPTP Jateng / KAN, 2013) Hermawan, Agus; Pramono, Joko; hartoyo, Budi; Dyah Ariani, Forita; Prayudi, Bambang; Ambarsari, Indrie; Jauhari, Sodiq; Subiharta; Qanytah; Sarjana; Sularno; Muryanto; Bahri, Syamsul; Maharso Yuwono, Dian; Suhendra, Tota; Aryana, Citra; Kormalawati; Dewi Anomsari, Selvia; Prasetianti, Dwinta; Kumianto, Heri; Khosiyah, Parti; Fitriana, Nur; Ernawati; Iswanto; Susila, Arif; Anwar, Hairil; Oelviani, Reni; E, Herwinarni Mumpuni; BPTP JatengKaromah Pari merupakan salah satu program strategis Kementerian Pertanian untuk mendorong terciptanya Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan memanfaatkan halaman atau pekarangan secara intensif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga. RPL dapat diterapkan pada rumah dengan pekarangan sempit, sedang maupun luas. RPL diupayakan dapat diterapkan bersama-sama dalam satu kawasan, baik RT, RW, dusun, atau desa. Tujuan ideal dari Karomah Pari meliputi: 1)peningkatan keterampilan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman, ternak dan ikan, serta melaksanakan diversifikasi pangan, pengolahan hasil dan pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos, 2) pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari. 3) pengembangan kegiatan ekonomi produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga, 4) pengembangan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan, pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan, serta 5) penciptaan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.
- ItemBudidaya Ternak Itik Petelur(BPTP Jateng / FETI, 2012) Sudaryono, Tri; Maharso Yuwono, Dian; Joko Paryono, Trie; Ernawati; Rudi Prasetyo Hantoro, F.; BPTP JatengUsaha peternakan itik petelur semakin banyak diminati sebagai salah satu alternatif usaha peternakan unggas penghasil telur yang cukup menguntungkan, khususnya dengan pemeliharaan secara intensif. Dalam meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha peternakan itik, pemeliharaannya perlu ditingkatkan dari cara tradisional ke arah yang lebih intensif dengan menerapkan teknologi yang terkait dengan budidaya itik, meliputi pemilihan bibit, pencegahan penyakit, perkandangan, dan pemberian pakan dengan gizi seimbang. Oleh karena itu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah melalui Program Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information (FEATI) menyusun Buku Budidaya Ternak Itik Petelur yang memuat informasi mengenai perbibitan, pemeliharaan, pakan, penanganan penyakit, dan analisis kelayakan usaha itik petelur.
- ItemPedoman Teknis Budidaya Sapi Potong(BPTP Jateng, 2013) Ernawati; Nuschati, Ulin; Subiharta; Ernawati, Yuni; Nur Hayati, Rini; BPTP JatengPeningkatan produktivitas ternak sapi potong di tingkat petani perlu pendampingan penerapan inovasi teknologi tepat guna agar diperoleh hasil yang optimal. Untuk itu informasi teknologi ini perlu disebarluaskan, dipahami dan diterapkan oleh peternak maupun pengguna teknologi lainnya. Secara khusus buku ini dibuat dalam rangka mendukung keberhasilan Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) tahun 2014.
- ItemPenggemukan Sapi Potong(BPTP Jateng/FEATI, 2012) Sudaryono, Tri; Joko Paryono, Trie; Ernawati; Maharso Yuwono, Dian; BPTP JatengPEMBELAJARAN PENERAPAN INOVASI TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI POTONG MELALUI ARF (ACTION RESEARCH FACILI TY) TELAH DILAKSANAKAN DI U P- FMA DESA JOGONAYAN KECAMATAN NGABLAK KABUPATEN MAGELANG. TUJUANNYA AGAR PARA PETANI MEMAHAMI DAN MENERAPKAN INOVASI TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI POTONG SESUAI ANJURAN. HAL INI SANGAT PENTING AGAR PENINGKATAN BOBOT BADAN SAPI YANG DIPELIHARA DAPAT LEBIH OPTIMAL DAN PADA GILIRANNYA DAPAT MENINGKATKAN PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN PETANI.
- ItemPeran Bhabinkamtibmas dan Karang Taruna dalam Pelaksanaan Vaksinasi Rabies di Provinsi Kalimantan Barat(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Hidayatullah, Nur; ErnawatiProvinsi Kalimantan Barat dinyatakan bebas dari rabies pada Agustus 2014. Namun pada akhir tahun 2014 ditemukan kembali kasus lyssa di Kabupaten Ketapang. Hingga saat ini dilaporkan bahwa kasus rabies ditemukan telah pada 11 dari 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Wilayah yang masih belum ditemukan kasus positif baik pada manusia maupun hewan adalah Kabupaten Sambas, Kota Pontianak dan Singkawang. Cepatnya penyebaran rabies merupakan imbas dari kondisi yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Dengan luas wilayah sekitar 147.307 km2 (lebih luas dari Pulau Jawa), populasi HPR berpemilik yang diliarkan + 190.000 ekor, sedangkan jumlah vaksinator yang sangat terbatas, maka berdampak pada rendahnya cakupan vaksinasi dan kekebalan kelompok yang terbentuk. Sejak tahun 2017, Dinas Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat dengan dukungan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI melakukan sebuah terobosan baru dengan melakukan pelatihan tehadap 180 orang yang terdiri dari anggota Bhabinkamtibmas dan Karang Taruna. Untuk mendukung program pencegahan dan pemberantasan penyakit rabies, mereka berperan sebagai kader rabies dengan tugas utama melakukan pendataan HPR, vaksinasi dan sosialisasi di masing-masing wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan cakupan vaksinasi dan sosialisasi terutama untuk wilayah yang sulit dijangkau. Pelatihan dilaksanakan menggunakan metode partisipatif dengan materi tentang pengetahuan dasar rabies, pencegahan dan penanganannya. Selain itu, dilakukan praktek vaksinasi ke lapangan dengan tujuan untuk implementasi materi yang disampaikan, simulasi pelaksanaan vaksinasi serta membantu peningkatan cakupan vaksinasi di lokasi praktek. Dengan penambahan jumlah petugas melalui kader vaksinator tersebut berdampak pada meningkatnya cakupan vaksinasi rabies di Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 2016 jumlah realisasi vaksinasi rabies mencakup 45.896 dari 184.950 ekor populasi HPR (24,8%). Sedangkan pada tahun 2017 setelah adanya penambahan kader vaksinator rabies, jumlah vaksinasi HPR mencakup 81.970 dari 188.518 ekor (43,4%). Melihat terobosan tersebut berdampak signifikan terhadap cakupan vaksinasi di Kalimantan Barat, program ini akan dilanjutkan untuk tahun-tahun berikutnya.
- ItemPertumbuhan dan Hasil Tigavarietas Padi Hibrid(BPTP Jambi, 2008) Barus, Junita; Ernawati; Irawati, Arfi; BPTP JambiJumlah permintaan terhadap beras terus meningkat, sementara pada sisi lain kemampuan lahan-lahan sawah kita dalam memproduksi padi terus menurun, belum lagi penciutan areal sawah dari tahun ketahun. Hal ini membuat kita berpikir langkah apa yang cepat untuk meningkatkan produksi beras dan mengatasi problem pangan nasional. Kini pemerintah mulai melirik penggunaan varietas padi hibrida yang sudah banyak diadopsi di sejumlah negara.
- ItemSebaran Sirkulasi Virus Rabies pada Hewan Beserta Faktor Risiko Peningkatan Kasus di Kota Banjarbaru Periode 2018-Mei 2019(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Pujiatmoko, Widodo; Ernawati; Fuady, Aziz AhmadSebagai salah satu wilayah endemis terhadap rabies di Indonesia, terdapat kasus positif rabies yang dilaporkan dari Kota Banjarbaru. Kabar baik dari semua kasus yang dilaporkan ini adalah ‘hanya’ kasus positif pada hewan, tanpa kasus positif rabies pada manusia (lyssa). Estimasi populasi Hewan Penular Rabies di Kota Banjarbaru pada tahun 2019 lebih dari 16.000 ekor dengan 15.000 ekor diantaranya adalah kucing. Berdasarkan data hasil positif pemeriksaan Fluorescent Antibody Technique (FAT) yang dilakukan oleh Balai Veteriner Banjarbaru, pada tahun 2013-2017 kasus positif rabies yang ditemukan berkisar antara 1-2 kasus per tahun. Namun pada tahun 2018 terdapat lonjakan kasus menjadi 14 kasus sedangkan selama periode Januari-27 Mei 2019 telah dilaporkan 24 kasus rabies. Dengan peningkatan kasus tersebut, diperoleh titik lokasi kejadian, terutama sejak tahun 2018. Kota Banjarbaru memiliki 20 kelurahan yang tersebar di 5 kecamatan. Lokasi 14 kasus yang ditemukan pada tahun 2018 berlokasi di Kelurahan Sungai Ulin (2), Komet (2), Guntung Manggis (4), Mentaos (1), Syamsudin Noor (1), Sungai Besar (2), Loktabat Utara (1), dan Kemuning (1). Sedangkan 24 kasus yang ditemukan pada Januari – Mei 2019 berlokasi di Kelurahan Sungai Ulin (2), Sungai Besar (2), Kemuning (6), Landasan Ulin Utara (2), Landasan Ulin Timur (4), Guntung Payung (1), Loktabat Selatan (1), Loktabat Utara (2), Syamsudin Noor (2), Landasan Ulin Selatan (1) dan Palam (1). Dari periode tahun 2018 hingga Mei 2019 ditemukan kasus dengan lokasi yang sama ataupun berulang, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sirkulasi virus diwilayah tersebut. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko penyebaran rabies dalam periode tersebut yaitu rendahnya cakupan vaksinasi, alih fungsi lahan, pemeliharaan HPR dengan diliarkan, populasi HPR (terutama kucing) yang tidak terkontrol, tata kelola sampah yang kurang baik, kurangnya petugas keswan, kurangnya kesadaran pemangku kepentingan maupun masyarakat.
- ItemStatus Pelaporan Kasus Gigitan, Vaksinasi dan Kekebalan Kelompok yang Terbentuk pada Hewan Penular Rabies (HPR) di Provinsi Kalimantan Barat Bersama Kader Rabies Tahun 2017 & 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Hidayatullah, Nur; ErnawatiSetelah kembali menemukan kasus positif rabies setelah dinyatakan bebas dari rabies pada tahun 2014, Provinsi Kalimantan Barat terus berupaya mengendalikan rabies di wilayahnya. Untuk memutus sirkulasi dan penyebaran virus rabies, Provinsi Kalimantan Barat fokus terhadap program pengebalan pada populasi HPR melalui vaksinasi. Selain kurangnya ketersediaan vaksin, tantangan utama dalam melaksanakan program tersebut adalah kurangnya Sumber Daya Manusia. Pada Tahun 2017 dan 2018 dilakukan terobosan untuk menambah jumlah vaksinator dengan membentuk kader rabies yang berasal dari Bhabinkamtibmas dan Karang Taruna. Sebelum bertugas, para kader rabies telah mendapatkan pelatihan terkait vaksinasi rabies. Berdasarkan data dari Dinas Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat, pada tahun 2016 sebelum adanya kader rabies jumlah realisasi vaksinasi rabies mencakup 45.896 dari 184.950 ekor populasi HPR (24,8%). Kasus gigitan HPR yang terlaporkan sebanyak 1.189 kasus. Berdasarkan hasil pemeriksaan paska vaksinasi pada tahun 2016 dengan 302 sampel, 156 sampel diantaranya mendapatkan hasil sero positif (52%). Sedangkan pada tahun 2017 dan 2018 setelah adanya penambahan kader rabies, terdapat perubahan data yang diterima. Hal ini dikarenakan dengan penambahan SDM tersebut, sebaran petugas dan sosialisasi yang dilakukan meningkat sehingga meningkatkan sensitifi tas surveilans berbasis kasus gigitan. Selain itu, cakupan vaksinasi juga mengalami peningkatan. Menurut laporan tahun 2017 jumlah vaksinasi HPR mencakup 81.970 dari 188.518 ekor (43,4%). Kasus gigitan HPR yang terdeteksi sebanyak 2.091 kasus. Sebanyak 700 sampel darah diperiksa paska pelaksanaan vaksinasi memiliki hasil seropositive sebanyak 332 sampel (rata-rata seropositive 47% dengan kisaran 15-77% di masing-masing kabupaten/kota). Sedangkan pada tahun 2018, jumlah vaksinasi HPR mencakup 54.243 dari 189.122 ekor (29%). Kasus gigitan HPR yang terdeteksi sebanyak 3.584 kasus. Sebanyak 320 sampel darah diperiksa paska pelaksanaan vaksinasi memiliki hasil seropositive sebanyak 203 sampel (rata-rata seropositive 63% dengan kisaran 23-83% di masing-masing kabupaten/ kota). Sedangkan pada tahun 2018, jumlah vaksinasi HPR mencakup 54.243 dari 189.122 ekor (29%). Kasus gigitan HPR yang terdeteksi sebanyak 3.584 kasus. Sebanyak 320 sampel darah diperiksa paska pelaksanaan vaksinasi memiliki hasil seropositive sebanyak 203 sampel (rata-rata seropositive 63% dengan kisaran 23-83% di masing-masing kabupaten/kota).