Browsing by Author "Dharmawan, Rama"
Now showing 1 - 5 of 5
Results Per Page
Sort Options
- ItemAplikasi Kuning Telur untuk Mendeteksi Antibodi Penyakit pada Unggas(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Dharmawan, Rama; Rahayu, Rina AstutiPada peternakan ayam layer umumnya memiliki riwayat vaksinasi yang panjang, dan beberapa vaksin tentu telah mengalami boster beberapa kali, namun dalam beberapa kasus peternak tidak mengijinkan ayamnya untuk diambil sampel darahnya, oleh karena itu harus ada solusi untuk mendapatkan serum tanpa harus mengambil darah unggas, metode ini bertujuan untuk memisahkan antibodi (IgY) dari kuning telur melalui prosedur presipitasi (Polson et al.; 1980). Ada dua langkah penting dalam memisahkan IgY. yang pertama adalah pengangkatan lipid dan yang kedua adalah presipitasi total IgY dari supernatan. Setelah dialisis terhadap buffer (biasanya PBS), Kemurnian ekstrak kuning telur sekitar 80% dan tergantung pada umur ayam petelur (Diana Pauly et al ; 2011). Hasil ekstraksi kuning telur akan diperoleh serum yang dapat diaplikasikan untuk pengujian HI test titer virus, pada pengujian kali ini menggunakan 45 telur ayam layer dari 9 peternak atau setiap peternak memberikan 5 butir telur untuk dilakukan Empat jenis pengujian antibodi penyakit terhadap AI H5 clade 2.1.3 dan 2.3.2 , ND dan AI H9N2., dari pengujian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut dari perternak 1-9 semua terdeteksi antibodinya, dan variasi titer antibodi yang di peroleh adalah 0 – 256 untuk AI H5 calde 2.1.3 ; 0 – 128 untuk AI H5 clade 2.3.2; 8 – 2048 untuk AI H9N2 dan 2 - 512 untuk penyakit ND, namun rata-rata diperoleh umumnya memiliki titer antibodi tinggi atau ≥ 16 pada ke empat pengujian. Kesimpulan dari hasil tersebut maka penggunaan serum dari kuning telur untuk deteksi antibodi penyakit penyakit AI dan ND dan dapat dikembang untuk penyakit lain seperti pulorum, EDS dan IB
- ItemHasil Investigasi Kasus Kematian dan Penurunan Produksi Telur pada Sentra Peternakan Unggas Komersial di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Tahun 2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Wibawa, Hendra; Apriliana, Ully Indah; Dharmawan, Rama; Pratamasari, Dewi; Suryanto, Basuki Rochmat; Susanta, Dwi Hari; Farhani, Nur Rohmi; Suhardi; Sari, Desi Puspita; Kumorowati, Enggar; Poermadjaja, BagoesBerbagai permasalahan pernyakit unggas terjadi pada tahun 2017. Walaupun virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) H9N2 berhasil diisolasi dari outbreak penyakit penurunan produksi telur pada peternakan layer di awal 2017, terdapat keraguan apakah kasus ini diakibatkan infeksi tunggal virus H9N2 atau ko-infeksi dengan agen lainnya serta dipengaruhi masalah manajemen peternakan. Selain itu, dilaporkan adanya peningkatan kasus kematian pada broiler sejak pertengahan 2017. Investigasi kasus dilakukan Balai Besar Veteriner Wates dengan tujuan untuk mengetahui distribusi kasus di lapangan, penyebab penyakit, dan faktor resiko yang berkaitan dengan penurunan produksi telur dan kematian pada sentra peternakan unggas komersial di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Metodologi investigasi meliputi pemilihan daerah berdasarkan laporan kasus dan resiko penyakit di daerah populasi tinggi unggas komersial layer, broiler, dan ayam jawa super di 10 kabupaten (Kendal, Semarang, Karanganyar, Sleman, Bojonegoro, Lamongan, Tulungagung, Blitar, Kediri, dan Malang), pengambilan sampel, wawancara dengan peternak, dan uji laboratorium untuk diagnosis dan deteksi agen penyakit, serta identifikasi faktor resiko dengan pendekatan case-control study. Jumlah peternakan yang disurvei sebanyak 58 peternakan komersial Sektor-3, terdiri dari: 35 peternakan layer (550 ekor), 20 broiler (340 ekor), dan 3 jawa super (45 ekor). Definisi kasus ditetapkan berdasarkan tanda klinis: pada layer adalah penurunan produksi telur > 40% dengan atau tanpa disertai kematian; pada broiler dan jawa super adalah gangguan pernafasan, pencernaan, motorik, atau pertumbuhan diikuti kematian > 10%. Teridentifikasi 27 peternakan kasus (case) dan 31 peternakan non-kasus (control). Kasus pada layer terjadi sejak Maret 2017; kematian sporadik pada broiler terjadi pada Juli, September, Desember 2017 dan Januari 2018; dan kematian pada Jawa super terjadi pada November-Desember 2017. Kasus penurunan produksi telur > 40% ditemukan di semua kabupaten, dimana 14 dari 19 kasus pada layer (73.7%) memiliki tanda klinis gangguan pernafasan dan penurunan produksi. Pada broiler dan jawa super, 6 dari 8 kasus penyakit (75.0%) memiliki tanda klinis berak putih, stunting, kesusahan berjalan, dan kematian. Lebih dari 69% unggas layer menunjukkan respon antibodi tinggi (titer HI > 16) terhadap virus ND, AI subtipe H5 (AI-H5), dan AI subtipe H9 (AI-H9). Sebaliknya, proporsi antibodi tinggi terhadap ND, AI-H5, AIH9 pada unggas broiler dan jawa super bervariasi dari 7-51%. Virus AI-H9 tidak terdeteksi di semua peternakan, tetapi virus AI-H5, virus ND, bakteri Mycoplasma gallisepticum, parasit Eimeria sp., perubahan histopatologis inclusion body hepatitis (IBH), kadar protein kasar yang rendah (<18%), dan kandungan aflatoxin yang tinggi (>50 µg/Kg) berhasil dideteksi dari beberapa peternakan dengan tanda-tanda klinis di atas. Hasil ini mengindikasikan bahwa kasus penyakit pada unggas komersial tidak hanya disebabkan oleh infeksi tunggal agen, tetapi lebih bersifat multifaktor, melibatkan beberapa agen dan dipengaruhi kondisi lingkungan/manajemen peternakan. Investigasi lanjutan diperlukan untuk mengetahui apakah antibodi tinggi terhadap H9 disebabkan kekebalan vaksinasi atau akibat paparan infeksi virus AI H9 lapang. Biosekuriti dan manajemen, termasuk perbaikan mutu pakan dan peningkatan kekebalan unggas melalui vaksinasi, perlu ditingkatkan untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang.
- ItemHasil Monitoring Penyakit Rabies di Wilayah Kerja Balai Besar Veteriner Wates Tahun 2015-2018(Direktorat Kesehatan Hewan, 2019) Kumorowati, Enggar; W, Desi Eri; Dharmawan, Rama; Pratamasari, DewiWilayah kerja Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates meliputi Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur merupakan wilayah bebas penyakit Rabies. Namun wilayah tersebut berisiko tinggi terhadap penularan penyakit Rabies karena berbatasan dengan daerah tertular Rabies yaitu di sebelah timur dengan Propinsi Bali dan di sebelah barat dengan Propinsi Jawa Barat. Monitoring ini bertujuan untuk mendeteksi sedini mungkin kemungkinan keberadaan virus rabies pada anjing di wilayah kerja dalam rangka menjaga wilayah kerja BBVet Wates tetap berstatus bebas Rabies. Selain itu monitoring juga bertujuan untuk mengetahui status kekebalan hewan penular rabies (HPR) didaerah bebas terutama daerah-daerah terancam dan daerah berisiko tinggi serta mengidentifi kasi faktor – faktor resiko terhadap penularan penyakit rabies. Hasil pengujian Fluorescent Antibody Test (FAT) selama 4 (empat) tahun sebanyak 703 sampel otak hasilnya negatif Rabies. Sampel serum yang diambil dari wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah tertular sebanyak 381 sampel. Hasil uji secara serologis menunjukkan 45 (19,7%) sampel seropositif dan sebanyak 183 (80, 3%) sampel seronegatif. Hasil monitoring menunjukkan bahwa tidak ditemukan agen penyebab penyakit rabies wilayah kerja BBVet Wates. Pengawasan ketat terhadap lalu lintas hewan penular rabies, melakukan program vaksinasi secara rutin, menjalin kerjasama lintas sektoral serta melibatkan peran masyarakat untuk menjaga dari ancaman penularan penyakit rabies dan mempertahankan status bebas rabies di wilayah kerja BBVet Wates.
- ItemIdentifikasi Virus Reassortant H5N1 Clade 2.3.2.1C dari Outbreak Highly Pathogenic Avian Influenza pada Unggas di Indonesia Tahun 2015-2016(Direktorat Kesehatan Hewan, 2018) Wibawa, Hendra; Dharmawan, Rama; Mulyawan, Herdiyanto; Mahawan, Trian; Srihanto, Eko A; Miswati, Yuli; Hutagaol, Nensy M; Riyadi, Arif; Hartawan, Dinar H.W.; Hendrawati, Ferra; Deswarni; Zenal, Farida C; Hartaningsih, Nining; Poermadjaja, BagoesSalah satu sifat virus avian influenza (AI), termasuk virus dari kelompok ganas atau highly pathogenic AI (HPAI) subtipe H5N1, adalah kemampuan untuk terus berubah melalui mekanisme mutasi (mutation) dan persilangan/reasorsi (reassortment) genetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkharakterisasi virus-virus H5N1 terkini dengan pendekatan whole genome sequencing dan analisis bioinformatika virus AI. Teknik Next Generation Sequncing (NGS) digunakan untuk sekuensing sampel-sampel yang dikoleksi oleh Balai Besar Veteriner/Balai Veteriner di seluruh Indoesia dari kasus kematian unggas yang meningkat dari Desember 2015-April 2016. Hasil sekuens penuh (full-length) genom virus AI (terdiri dari 8 segmen: PB2, PB1, PA, HA, NP, NA, MP, NS) diblast dalam database genom influenza di Genbank, dilanjutkan analisa filogenetik, dan kharakterisasi asam-asam amino yang berperan dalam patogenesis virus HPAI. Hasil studi menunjukkan bahwa reassorsi genetik teridentifikasi pada beberapa segmen gen internal (PB2, M dan NS) dari virus H5N1 yang saat ini dominan ditemukan pada unggas di Indonesia (clade 2.3.2.1) dengan virus H5N1 yang dideteksi sebelumya (clade 2.1.3.2). Selain itu juga terdeteksi adanya virus-virus reassortant HPAI H5N1 Clade 2.3.2.1 yang memiliki segmen gen internal PB2 yang diduga berasal dari virus low pathogenic AI (LPAI). Hasil ini mengindikasikan adanya sirkulasi bersama beberapa virus AI dari jenis clade dan subtipe yang berbeda-beda sebelum terjadi peningkatan outbreak HPAI pada awal 2016, yang berdampak terjadinya infeksi campuran (co-infection) pada satu spesies inang sehingga menghasilkan virus-virus reassortant. Surveilans pada aras molekuler sangat dibutuhkan untuk terus memonitor perkembangan evolusi virus AI di Indonesia
- ItemPenyidikan Kasus Kencing Darah pada Sapi Perah di Kabupaten Boyolali(Direktorat Kesehatan Hewan, 2020) Imron, Koeswari; Dharmawan, Rama; Raditya, Danang; Barito, Elvan; Direktorat Kesehatan HewanPenyakit kencing darah merupakan bagian dari penyakit yang membuat khawatir para peternak sapi pada saat ini. penyakit sudah di laporkan sebelum di kabupaten Gunungkidul dan Sleman tahun 2019 dengan berbeda species sapi. penyakit ini muncul secara tiba-tiba dan menular pada satu farm saja jika ada sapi telah terinfeksi. penyakit kencing darah ini memiliki tingkat morbiditas 90 % dan mortalitas 80 % jika tidak diterapi dengan tepat. Penyakit ini disebabkan oleh parasit darah dan sering menimbulkan diagnosa banding yang lain seperti, Leptosphirosis, Brucellosis, dan Anthrax. Tujuan penyidikan ini adalah menemukan agent dan faktor risiko penyebab penyakit kencing darah di kabuapten Boyolali. Kajian penyidikan kasus ini adalah menggunakan Cros sectional dengan unit epidemiologi peternakan sapi terlapor kasus penyakit kencing darah. dan peternakan sapi disekitar peternakan terlapor. Pengambilan sampel secara klaster atau semua hewan di peternakan di ambil sebagai sampel. Jumlah sampel 73 berupa darah segar untuk pengujian PUD (Preparat ulas darah) dan serum darah untuk pengujian RBT/CFT dan MAT (Microscopic Aglutination Test). Definisi kasus penyidikan penyakit kencing darah adalah peternakan yang mempunyai riwayat sakit dengan gejala klinis kencing darah dan atau hewan terdiagnosa positif uji laboratorium.Hasil penyidikan kasus berdasarkan pengujian PUD, RBT/CFT dan MAT pada 73 sampel darah sapi maka pengujian PUD diperoleh 11 sapi dari 5 peternakan terifeksi Babesiosis atau terindikasi Babesioasis 15,06% (11/73) dan 50 sapi dari 10 peternakan sapi terinfeksi Theleria atau terindikasi Theleriosis 68,49%. (50/73). Sampel ternak yang terinfeksi parasit darah 84,93% (62/73) atau 91% (10/11) peternakan terinfeksi parasit darah. Sampel yang terinfeksi bakteri Leptospirosis 10% (2/20).Pengujian RBT/CFT semuanya negatif. Kesimpulan penyidikan penyakit kencing darah pada sapi di kabupaten Boyolali adalah sapi terinfeksi parasit darah dan bakteri Leptospirosisdan faktor risiko penyebab kasus adalah dekat dengan kebun rimbun, ternak sering dimandikan dan adanya ternak baru. sehingga disarankan untuk mengobati hewan dengan antibotik anti parasit dan memandikan hewanserta membersihkan dan penyemprotan kandang untuk mencegah caplak berkembang biak.