Browsing by Author "Bustaman, Sjahrul"
Now showing 1 - 9 of 9
Results Per Page
Sort Options
- ItemAgribisnis Sagu di Maluku : prospek dan Peluang Pengembangan(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Bustaman, Sjahrul; Alfons, Janes Berthy; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSagu (Metroxylon sp) adalah salah satu tumbuhan penghasil karbohidrat dan merupakan bahan makanan pokok masyarakat desa di Maluku, dimana dapat diposisiskan sebagai komponen dalam membangun ketahanan pangan daerah. Di Maluku terdapat lima jenis sagu yaitu Sagu Tuni (Metroxylon rumphi mart), Sagu Molat (Metroxylon sogos Mart), Sagu Makanaru (Metroxylon longisipinum Mart), Sagu Ihur ( Metroxylon silvestre Mart) dan Sagu Duri Rotan (Metroxylon microcothium Mart). Dari jenis-jenis sagu ini tiap pohonnya memproduksi tepung basah yang berbeda. Berdasakan jenis tanah tempat tumbuhnya dan dirujuk pada peta AEZ (Agoekologikal Zone) Maluku skala 1:250.000 diperkirakan luas areal sagu potensial di Maluku 31.360 ha, dan dengan adanya usaha pemeliharaan akan dihasilkan 30 pohon produktif/ha/tahun. Populasi tumbuhan sagu utama di Maluku tersebut di kabupaten Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Maluku tengah dan Buru. Selama ini tepung sagu hanya diolah untuk makanan pook pengganti nasi dan kue-kue yang diusahakan dalam skala rumah tangga sedangkan kearah industri yang menggunakan teknologi belum ada. Prosedur sagu saat ini kondisinya belum mencapai tingkat yang memadai. Oleh karena itu, peningkatan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan tanaman sagu harus sejalan dengan upaya pengembangan sistem agribisnisnya. Dalam usaha pengembangan sagu sebagai komoditas agribisnis perlu di tunjang oleh kebijaksanaan pemerintah, teknologi, partisipasi masyarakat dan faktor eksternal lainnya dan akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani sagu dan pendapatan Asli Daerah (PAD)
- ItemAnalisis Perhitungan Kebutuhan Pangan Pokok Penduduk Dalam Upaya Swasembada Pangan di Kabupaten Maluku Tenggara(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Hidayah, Ismatul; Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPenelitian ini dilakukan untuk menghitung kebutuhan pangan pokok penduduk Kabupaten kepulauan Maluku Tenggara dengan tujuan swasembada, dengan skenario swasembada pangan pokok dicapai pada tahun 2010 melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. Dari hasil perhitungan diperoleh kebutuhan pangan pokok penduduk Kabupaten Maluku Tenggara untuk masing masing Komoditas yaitu 10.138,67 ton beras, 1.490,98 ton jagung, 26.506,34 ton ubi kayu, 3.699,84 ton umbi-umbian. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan tambahan luas panen untuk masing masing komoditas yaitu padi gogo 7.570,81 ha, jagung 63,49 ha, ubikayu 168,86 ha, ubi ubian 199,98 ha. Alternatif kebijakan yang dilakukan yaitu penambahan luas panen dan peningkatan produktivitas padi gogo sebesar 1.177 ha dan 4 ton/ha, Meningkatkan produktivitas ubikayu sebesar 23 ton/ha, jagung 5 ton/ha dan ubu ubian 16 ton/ha, dengan skenario komposisi pangan pokok dirubah menjadi beras 11,37%, ubikayu 72,19%, jagung 10,29% dan ubi ubian 6,16%.
- ItemInovasi Teknologi Sistem Usahatani Padi Gogo di Maluku(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Pesireron, Marietje; Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuBeras sebagai bahan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia karena merupakan unsur penting dalam sistem ketahanan pangan nasional. Usahatani padi masih merupakan tulang punggung ekonomi pedesaan, oleh karena itu beras masih menjadi sektor strategis secara ekonomi, sosial dan polotik produksi padi sawah merupakan sumbangan terbesar terhadap beras Indonesia, namun dalam periode 1985-1999 laju pertumbuhan produksi beras menurun secara drastis sampai hanya sekitar 2% per tahun. Hal ini disebabkan karena terjadi kemarau panjang pada tahun 1997, pengurangan/penghapusan subsidi sarana produksi, mahalnya fasilitas irigasi pada lahan sawah bukaan baru kecenderungan penyusutan lahan sawah produkstif terutama derah pertanian di pulau Jawa mencapai 20.000 sampai 30.000 hektar setiap tahunnya sebagai dampak keberhasilan pembangunan di sector pemukiman, industry, dan infrastruktur. Sehingga produksi menurun dengan demikian Indonesia menjadi pengimpor beras terbesar sekitar 5,8 juta ton pada tahun 1998. Upaya peningkatan produksi padi selain dapat dilakukan pada lahan sawah, juga pada lahan kering dengan budidaya padi gogo. Di Maluku, potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk tanaman pangan seluas 2.966.195 ha dan baru digunakan seluas 126.15 ha, ditinjau dai luasnya, lahan kering di Maluku merupakan sumberdaya potensial untuk pengembangan usahatani padi gogo. Sumbangan padi gogo terhadap padi di Maluku masih relative rendah 7-8 % dengan luas panen tahun 2002 sekitar 1065 ha, tersebar di kabupaten Maluku Tenggara Barat 316 ha, kabupaten Maluku Tenggara 19 ha, kabupaten Maluku Tengah 421 ha, dan Buru 309 ha, dengan rata-rata produksi 1.857 ton/ha lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produksi nasional 2,05 t/ha
- ItemKajian Penggunaan Agrisimba pada Usahatani Padi Sawah Sistem Tabelo di desa Savanajaya. Provinsi Maluku(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Sirappa, Marthen P; Susanto, Andriko Noto; Rieuwpassa, Alexander J; Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuKajian penggunaan Agrisimba dilaksanaan pada lahan sawah irigasi di desa Savanajaya, kabupaten Buru pada MT 2004, berlangsung dari Juli sampai Nopember 2004. Pengkajian bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan Agrisimba terhadap hasil gabah dan pendapatan petani. Penggunaan Agrisimba dikombinasikan dengan setengah dosis rekomendasi pupuk NPK. Luas lahan yang digunakan sekitar 5 ha dengan melibatkan 9 petani koperator dan sebagai pembanding adalah 6 petani non koperator. Hasil kajian menunjukkan bahwa penggunaan Agrisimba memberikan hasil gabah dan pendapatan petani yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa Agrisimba. Rata-rata hasil gabah kering panen petani koperator yang menggunakan Agrisimba adalah 7,48 t sedangkan petani non koperator 5,30 t/ha. Pendapatan (keuntungan bersih) petani koperator juga lebih tinggi (Rp. 5.003.500/ha) dibandingkan dengan petani non koperator (Rp. 2.676.000/ha) dengan Gross B/C ratio berturut-turut sebesar 2,26 dan 1,73 dan MBCR 9,07
- ItemKeamanan Pangan dan Cemaran Residu Antibiotika dalam Bahan Pangan Asal Ternak(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005-11-22) Bustaman, Sjahrul; Matitaputty, Procula Rudlof; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPersoalan keamanan pangan sementara ini menjadi issu global, lebih khusus lagi untuk produk peternakan sebab menyangkut kesehatan masyarakat konsumen untuk itu diperlukan penangan sedini mungkin. Dalam mendukung produk-produk asal ternak yang sesuai dengan strandar keaman dan daya awet yang ditetapkan, maka diperlukan pengawasan dan pengamanan dimulai dari fase pre produksi sampai ke tangan konsumen. Terdapat beberapa aspek penting yang dipakai sebagai standar keaman bahan pangan salah satu diantaranya adalah cemaran residu antibiotika. Makalah ini membahas tentang penggunaan obat-obatan kimiawi seperti penggunaan antibiotika yang mempengaruhi daya awet dan keamanan produk asal ternak. Dalam upaya menerapkan system jaminan keamanan pangan berbagai penjelasan dan daya menyangkut penggunaan antibiotika residu maupun segi negatifnya yang dapat membahayakan konsumen akan dijelaskan. Upaya menghasilkan produk peternakan yang berdaya awet dan aman untuk dikomsumsi dapat dilakukan dengan menerapkan system Hazard Analysis Critical Control Point (HCCP) pada setiap mata rantai. Sementara untuk produk yang berasal dari luar negeri dan beredar di Indonesia, perlu dilakukan pengawasan sebelumnya ditunjang dengan sarana, prasarana dan hokum yang berlaku. Tulisan ini merupakan review, dalam mempersiapkan sub sector peternakan memasuki era perdagangan bebas
- ItemKebijakan Pengkajian Mendukung Ketahanan Pangan Maluku(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008) Hutuely, Lutfie; Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuIndikator kerja dalam membangun ketahanan pangan adalah terwujudnya peningkatan pendapatan masyarakat desa dan peningkatan produktivitas. Maluku masih memiliki areal pengembangan lahan kering, lahan untuk sagu dan lahan basah. Inovasi teknologi spesifik lokasi sebagai produk BPTP Maluku diperlukan untuk mengantisipasi permasalahan masih rendahnya produktivitas pertanian. Salah satu strategi yang ditempuh untuk mempercepat inovasi teknologi adalah melalui program Prima Tani yang merupakan pembangunan pertanian pedasaan Dengan keterbatasan dana yang dialokasikan pada BPTP Maluku, pengkajian dari tahun 2006 sampai dengan 2009 lebih diarahkan pada agroekosistem lahan kering. Komoditas yang dikembangkan dalam kaitannya dengan ketahanan pangan lebih disesuaikan dengan pola konsumsi masyarakat desa yaitu aneka umbi, jagung, padi dan aneka kacang. Sedangkan lokasi pengkajian lebih diupayakan pada kabupaten/kota yang belum ada Prima Tani. Diharapkan Pemda Kabupaten/Kota dapat memfasilitasi dan pengkajian, agar ketahanan pangan dapat dibangun pada 12 gugus pulau dengan pendekatan Prima Tani dengan prinsip “ bangun, operasikan, dan serahkan “ ( Build, Operate, Transfer ).
- ItemKonsepsi Pembentukan Alternatif Model UKM Pertanian Mendukung Akselerasi Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2007) Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuTingkat pemanfaatan inovasi teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan oleh BPTP Maluku cenderung lambat bahkan dapat dikatakan kurang diadopsi oleh petani. Salah satu penyebabnya adalah dibutuhkan modal kerja yang lebih besar bila menggunakan inovasi teknologi walaupun produksi hasil yang lebih menjanjikan. Untuk itu diperlukan lembaga pembiayaan usahatani. Model LKM Pertanian dianggap cocok dan perlu dibentuk. Sebagai unti percontohan lokasi LKM sebaiknya berada pada desa kegiatan Prima Tani. Hal ini dimaksud agar tenaga BPTP yang ada di lapangan dapat membantu dalam pendampingan teknologi dan operasional LKM. Agar mudah diakses petani, skim kredit dibuat sesuai karakteristik petani sebagai pengguna. Pengajuan dan penyaluran kredit dilakukan secara kelompok untuk itu perlu ditumbuh kembangkan kelompok tani atau Gapoktan, sedangkan pengembalian kredit mempertimbangkan jenis usaha. LKM Pertanian perlu melakukan kegiatan seleksi calon nasabah untuk menghindari kemacetan pinjaman terutama dalam aspek kejujuran, nasabah dan kelayakana usaha termasuk teknologi yang dipakai. Besarnya kredit yang diberikan sebanyak 60-70 % dari jumlah kredit yang diminta kelompok tani. Untuk itu kelompok harus memiliki modal terlebih dahulu melalui pengumpulan iuran pokok dan iuran wajib. Model LKM Pertanian diharapkan dapat digunakan sebagai model pembiayaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) thn 2008, dimana Deptan akan memberikan dana Rp 100 juta per desa kepada 10.000 desa.
- ItemMembangun Ketahanan Pangan Maluku Berawal dari Desa(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008) Bustaman, Sjahrul; Hutuely, Lutfie; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuSaat ini di Maluku ada 815 desa (93 %) dengan pendapatan penduduknya berasal dari pertanian, dengan penduduk miskin di tahun 2003 masih ada 399.900 jiwa (32,85%). Pembangunan ketahanan pangan daerah diawali dengan membangun ketahanan pangan rumah tangga di desa melalui peningkatan kesejahteraan dan diversifikasi pangan. Sumber pangan lokal seperti sagu, aneka umbi, jagung, serelia dan padi selama ini dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat sedangkan sumber protein adalah ikan dan kacang-kacangan. Tersediannya areal pengembangan pertanian di 8 kabupaten/kota (12 gugus pulau) dapat dijadikan modal dasar dalam penyediaan bahan pangan ke depan. Indikator tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP) dan Tingkat Ketahanan Pangan (TKP) rumah tangga petani. Upaya membangun ketahanan pangan dilakukan melalui peningkatan produktivitas dengan penerapan inovasi teknologi spesifik lokasi dan peningkatan pemanfaatan lahan. Untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan diperlukan empat program pokok yaitu : (1) Peningkatan Kapasitas Ekonomi Masyarakat, (2) Peningkatan Kapasitas Produksi Pangan, (3) Pengelolaan Distribusi dan Pasar Pangan, dan (4) Peningkatan Mutu Konsumsi Pangan. Partisipasi Pemerintah Daerah (Bappeda, Dinas Pertanian Kabupaten/kota), BPTP, dan Masyarakat desa/petani secara aktif dan mempunyai rasa memeliki diperlukan dalam membangun ketahanan pangan mulai dari perencanaannya hingga pelaksanaannya. Kelembagaan penguatan modal kerja dan kelompok tani sedapat mungkin difasilitasi oleh pemerintah daerah. Institusi seperti Pekerjaan Umum, Koperasi, Bulog dan Perdagangan juga mempunyai tanggungjawab bersama atas keberhasilannya ketahanan pangan desa.
- ItemPeranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam Pengembangan Pertanian Wilayah Kepulauan Maluku(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005) Bustaman, Sjahrul; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPerencanaan pembangunan pertanian membutuhkan analis yang akurat terhadap data base sumberdaya lingkungan biofisik, social budaya dan ekonomi agar sasaran yang ingin di capai dapat terpenuhi dengan baik. Dukungan hasil pengkajian dan diseminasi harus sampai kepada pengguna dan sesuai dengan keinginannya dimana program litkaji sinkron dengan program pembangunan pertanian Maluku. Keberhasilan pembangunan pertanian di provinsi Maluku sangat tergantung kepada seberapa dalam para pengambil kebijakan memakai karakteristik wilayah dan menganalisis dengan teliti apa yang dibutuhkan petani