Browsing by Author "Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang"
Now showing 1 - 7 of 7
Results Per Page
Sort Options
- ItemDUKUNGAN TEKNOLOGI PENGEMBANGAN WIJEN DI LAHAN KERING DAN LAHAN SAWAH SESUDAH PADI(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007) ROMLI, Moch.; Budi Hariyono; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, MalangWijen (Sesamum indicum L.) dibudidayakan di Indonesia terutama di daerah kering iklim kering. Namun akhir-akhir ini wijen mulai banyak dikembangkan di lahan sawah sesudah padi pada musim kemarau terutama di Kabupaten Nganjuk (Jawa Timur), Kabupaten Sragen dan Sukoharjo (Jawa Tengah). Rata-rata produktivitas wijen di Indonesia se-kitar 400 kg/ha, dengan umur panen antara 2,5–5 bulan. Selama pertumbuhannya wijen membutuhkan curah hujan an-tara 400–650 mm, dan menghendaki suhu tinggi, dan udara kering. Budi daya wijen tergolong relatif mudah dengan ri-siko kegagalan kecil, di samping mudah ditumpangsarikan dengan tanaman pangan atau tanaman industri. Saat ini Balittas telah menghasilkan paket teknologi budi daya yang sesuai untuk pengembangan di wilayah kering. Paket tekno-logi ini meliputi penggunaan varietas unggul dan benih bermutu, pengolahan tanah harus sesuai, waktu tanam yang se-suai, populasi yang optimal, dosis pupuk sesuai anjuran, pengendalian organisme pengganggu yang tepat. Sedangkan paket teknologi untuk pengembangan di lahan sawah sesudah padi masih terbatas pada varietas unggul saja.
- ItemPengaruh pemupukan N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar (Jatropha Curcas L.) tahun kedua(Bayumedia Publishing, 2008) HARIYONO, Budi; Moch. Romli; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, MalangPenelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil klon lokal jarak pagar (Jatropha curcas L.) telah dilakukan di KP Muktiharjo, Pati mulai bulan Januari hingga Septem-ber 2007 (tahun kedua). Menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan 3 faktor dan diulang tiga kali. Seba-gai faktor pertama adalah empat dosis pupuk nitrogen, yakni 0; 22,5; 45; dan 90 kg N/ha, faktor kedua adalah empat do-sis pupuk fosfat, yakni 0; 18; 36; dan 72 kg P2O5/ha, dan faktor ketiga adalah tiga dosis pupuk kalium, yakni 0; 30; dan 60 K2O/ha. Pupuk diberikan setelah pemangkasan pada awal musim penghujan (Februari 2007). Hasil penelitian me-nunjukkan tidak ada pengaruh interaksi perlakuan pemupukan N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil. Pupuk N sangat berpengaruh terhadap hasil, makin tinggi dosis pupuk N makin tinggi pula jumlah buah, berat buah, dan biji yang dihasilkan. Dosis N terbaik adalah 90 kg N/ha; menghasilkan 56 buah/pohon; hasil biji 264,65 kg/ha; dan berat 100 biji 62,79 g. Pupuk P berpengaruh meningkatkan kanopi tanaman, sedangkan pupuk K belum menampakkan pengaruh ter-hadap pertumbuhan maupun hasil.
- ItemPENGEMBANGAN BAHAN TANAM UNGGUL JARAK PAGAR DAN KONSEP CLUSTER PIONEER(Surya Pena Gemilang, 2009) HELIYANTO, Bambang; Hasnam; Rr. S. Hartati; C. Syukur; D. Pranowo; S.E. Susilowati; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, MalangPemerintah Indonesia sudah menetapkan minyak jarak pagar sebagai salah satu sumber BBN nasional. Untuk menunjang program tersebut, Balittas bersama Puslitbangbun dan instansi terkait lainnya ditugasi untuk menyiapkan bahan tanam unggulan dan teknologi budi dayanya. Untuk itu koleksi spesies dan provenan telah dimulai pada akhir 2005, dan telah terkumpul 15 provenan/subprovenan dari berbagai daerah/populasi untuk disebarkan ke petani jarak pa-gar. Melalui seleksi rekuren sederhana, kemajuan yang cukup berarti dan bertahap dapat dicapai pada tahun 2006 dan 2007. Produktivitas tanaman meningkat dari 0,36 ton (IP-0) menjadi 0,97 ton biji kering per hektar (IP-1) pada siklus-1, kemudian meningkat menjadi 2,2 ton (IP-2) pada siklus-2 pada provenan Lampung. Demikian juga pada provenan Nusa Tenggara Barat, produktivitas biji kering meningkat dari 0,43 ton (IP-0) menjadi 1,0 ton (IP-1) pada siklus-1 kemudian 1,9 ton (IP-2) pada siklus-2. Diperkirakan produktivitas jarak pagar IP-2 akan mencapai 6–7 ton per hektar sesudah tahun ke-4 dan seterusnya. Pada MT 2008 telah berhasil diidentifikasi populasi IP-3 dengan potensi produksi 8–10 ton per hektar. Hasil penelitian simulasi menunjukkan bahwa dengan teknologi yang tersedia, usaha tani jarak pagar secara eksklusif hanya untuk produk minyak masih menimbulkan kerugian di pihak petani selama dua tahun pertama. Untuk menanggulangi hal tersebut diusulkan pemanfaatan jarak pagar secara terpadu dengan produk-produk lainnya (diversi-fikasi), di samping upaya peningkatan potensi produksi tanaman melalui program pemuliaan. Dalam pengembangan ja-rak pagar, Pemerintah Indonesia mencanangkan konsep Desa Mandiri Energi (DME) berbasis jarak pagar, dengan me-manfaatkan kelembagaan yang tersedia atau baru terbentuk. Melalui cluster pioneer diharapkan pelaksanaan program ini akan berjalan lebih cepat, sehingga realisasi penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan dapat terwujud dalam waktu dekat. Penelitian jarak pagar di masa datang ditujukan untuk peningkatan produktivitas tanaman, melalui pengembangan varietas unggul atau hibrida dengan potensi produksi di atas 10 ton biji kering per ha serta upaya-upaya secara bertahap untuk pemanfaatan secara maksimum seluruh potensi jarak pagar.
- ItemPERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU BAKTERI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI KP MUKTIHARJO(Bayumedia Publishing, 2008) HIDAYAH, Nurul; Titiek Yulianti; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratPenyakit layu bakteri pada jarak pagar disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Penyakit ini banyak ditemukan di KP Muktiharjo. Pengamatan di percobaan pemupukan menunjukkan tidak ada pengaruh dosis pupuk N, P, maupun K terhadap keparahan penyakit. Kerapatan tanaman juga tidak berpengaruh secara nyata meskipun ada kecenderungan semakin jarang jarak tanam semakin berat serangannya. Baik ditanam di polibag terlebih dahulu maupun ditanam secara langsung. Bahan tanam yang berasal dari biji cenderung lebih rentan terhadap serangan patogen ini yakni de-ngan keparahan penyakitnya mencapai 41,67% dibanding dari setek.
- ItemPERMASALAHAN BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)(Surya Pena Gemilang, 2009) SUDJINDRO; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, MalangJarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan komoditas alternatif yang sedang digalakkan oleh pemerintah untuk mengatasi kekurangan energi minyak bumi dan pengembangan bioenergi dalam negeri. Salah satu kendala pengem-bangan jarak pagar adalah tersedianya benih dalam jumlah yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya. Banyak permasalahan pada pengadaan benih jarak pagar untuk menghasilkan benih yang berkualitas. Faktor yang berpengaruh pada penurunan viabilitas benih adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang sering menjadi pe-nyebab terjadinya penurunan viabilitas benih adalah: pemeliharaan tanaman, panen, proses pembijian, pengeringan, pe-ngemasan, penyimpanan, dan transportasi benih. Standar sertifikasi benih jarak pagar disarankan memiliki daya berke-cambah minimal 70%.
- ItemPOTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN WIJEN (Sesamum indicum L.) DI LAHAN KERING KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007) RATNANINGSIH, Endah; Akademi Pertanian Yogyakarta (APTA); Muji Rahayu; Univer-sitas Sebelas Maret Surakarta (UNS); Budi Hariyono; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang; Akademi Pertanian Yogyakarta (APTA) - Univer-sitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) - Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, MalangPotensi Pengembangan Tanaman Wijen di lahan Kering Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta telah dikaji di lahan petani di Desa Bandung, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul dari bulan Maret sampai de-ngan bulan Agustus 2006. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil tanaman wijen antara lahan demplot kontrol dengan lahan demplot petani dengan menggunakan metode Deskriptif-Analitis. Data dianalisis dengan meng-gunakan uji-t. Sistem tanam yang diterapkan adalah tumpang sari tanaman wijen dengan salah satu tanaman unggulan setempat yaitu kacang tanah. Sistem tanam tumpang sari banyak diterapkan di wilayah tersebut. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan dan hasil tanaman wijen dan kacang tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman wijen dan kacang tanah tidak berbeda nyata antara lahan kontrol dengan lahan petani, perbedaan pada bebe-rapa pengamatan tidak mempengaruhi hasil wijen maupun kacang tanah secara nyata. Dari hasil penelitian dapat disim-pulkan bahwa tanaman wijen berpotensi baik untuk dikembangkan lebih lanjut di wilayah Playen, Gunung Kidul. Untuk lebih memantapkan pengembangannya perlu didukung penelitian lebih lanjut dari segala aspek.
- ItemUPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI WIJEN (Sesamum indicum L.) MELALUI PENGATURAN POLA TANAM DAN(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2007) CHOLID, Mohammad; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang; Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan SeratKesuburan lahan yang rendah, iklim yang kurang kondusif, serta terbatasnya paket teknologi yang tersedia meru-pakan kendala utama dalam meningkatkan produktivitas pertanian di lahan kering. Kondisi tersebut berdampak pada rendahnya pendapatan petani pada daerah tersebut. Pengaturan pola tanam dan waktu tanam yang sesuai merupakan sa-lah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dapat ditempuh an-tara lain melalui pengaturan pola tanam dan waktu tanam yang tepat. Hasil pengujian pola tanam di Selengen, Lombok Barat menunjukkan bahwa dari lima pola tanam yang diuji: tumpang sari kacang tanah + jagung mencapai pendapatan tertinggi, diikuti dengan tanam dalam setrip wijen // jagung, kapas // jagung, tumpang sari kedelai + jagung, dan kacang hijau + jagung. Preferensi petani terhadap pola tanam yang diuji tergantung dari kapasitasnya, petani dengan modal se-dang cenderung memilih pola tanam kacang tanah + jagung, sedang petani dengan permodalan yang rendah lebih me-nyukai pola tanam wijen // jagung. Pengujian pola tanam di Pasirian, Jawa Timur, menunjukkan penerimaan tertinggi dicapai pada monokultur kacang tanah Rp1.539.900 per hektar yang tidak berbeda nyata dengan tanam dalam setrip wi-jen // kacang hijau, dilanjutkan kacang tanah setelah panen kacang hijau (Rp1.395.270 per hektar). Pengunduran waktu tanam sampai dengan minggu ke-3 bulan Januari akan menurunkan produksi wijen per hektar.