Browsing by Author "Atekan"
Now showing 1 - 5 of 5
Results Per Page
Sort Options
- ItemEfisiensi Penggunaan Pupuk Dan Senjang Hasil Padi Sawah Berdasarkan Pemupukan Berimbang Menggunakan PUTS Di Kabupaten Sorong, Papua Barat(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017) Atekan; Rouw, Aser; Cahyono, Tri; ; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuPemberian pupuk sesuai kebutuhan tanaman merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan produktivitas tanaman, menghemat biaya input, dan mempertahankan kelestarian tanah. Pada lahan sawah, penentuan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman padi dapat dilakukan dengan cepat, murah, dan cukup akurat menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui efisiensi penggunaan pupuk dan senjang hasil padi sawah berdasarkan pemupukan berimbang menggunakan PUTS. Metode kajian dilakukan melalui tahapan wawancara, pengambilan sample tanah, dan pengujian lapangan. Wawancara dilakukan pada 27 orang petani menggunakan kuisioner terstruktur untuk mendapatkan informasi jenis varietas, jenis dan dosis pupuk, serta produksi padi pada musim tanam 1 (MT I) tahun 2014. Tahap berikutnya dilakukan pengambilan sampel tanah secara komposit pada lahan sawah petani bersangkutan secara diagonal (cross) pada kedelaman 0-20 cm, selanjutnya diuji kebutuhan pupuk N, P, dan K menggunakan PUTS. Senjang hasil padi sawah diketahui berdasarkan selisih dari uji validasi dengan membandingkan antara hasil padi dari pemupukan berimbang menggunakan PUTS dengan pola petani pada MT I tahun 2015. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata petani responden melakukan pemupukan majemuk jenis NPK 15:15:15 dosis 197 kg/ha dan ditambah urea 158 kg/ha atau setara pupuk urea 222 kg/ha, SP36 83 kg/ha dan KCl 50 kg/ha dengan hasil padi 3,84 t GKG/ha. Dosis pupuk tersebut lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan pupuk hasil rekomendasi PUTS yaitu urea 200 kg/ha, SP36 50 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Hasil padi berdasarkan uji validasi dengan menerapkan dosis pupuk berimbang menggunakan PUTS adalah 4,98 kg GKG/ha lebih tinggi dari pola petani dengan senjang hasil 450 kg GKG/ha. Hal ini menunjukkan pemupukan berimbang berkontribusi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan produksi padi.
- ItemKUALITAS DAN KELAYAKAN KOMPOS CAMPURAN FAECES KAMBING, SERASAH, DAN CANGKANG KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK PADAT (POP) PADA PERTANIAN BIOINDUSTRI DI PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2016) Atekan; Sutisna, Entis; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratManfaat kompos dalam menunjang kesuburan tanah tidak diragukan lagi, kompos dikatakan berkualitas jika memenuhi standart yang telah ditetapkan. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui kualitas dan kelayakan kompos yang bersumber dari serasah dan cangkang kakao serta faeces ternak kambing yang dihasilkan dari pola integrasi kambing-kakao pada system pertanian bioindustri di Papua Barat berdasarkan baku mutu kompos SNI: 19-7030-2004 dan persyaratan teknis minimal pupuk organic padat (POP) berdasarkan Permentan No: 70/Permentan/SR.140/10/2011. Kompos dibuat menggunakan bahan baku campuran dari faeces kambing, serasah, dan cangkang buah kakao dengan perbandingan 50%, 20%, dan 30% berdasarkan bobot. Hasil pengomposan ditinjau dari indicator struktur fisik (warna dan bau) maupun karakteristik produk (kandungan unsure hara) menunjukkan kualitas sesuai dengan yang disyaratkan oleh standart baku mutu kompos dan layak digunakan sebagai pupuk organic padat (POP) sesuai dengan persyaratan teknis minimal pupuk organic.
- ItemPEMANFAATAN CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL UNTUK MEMBANGKITKAN INFORMASI EVAPOTRANSPIRASI GUNA MENDUKUNG SISTEM PERTANIAN YANG PRESISI DI KABUPATEN MANOKWARI(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Faisol, Arif; Atekan; Shofiyati, Rizatus; Budiyono; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratEvapotranspirasi merupakan komponen penting dalam sistem pertanian presisi. Terbatasnya data iklim menjadi kendala dalam melakukan analisis evapotranspirasi sehingga diperlukan solusi alternatif. Citra satelit dapat menjadi solusi altenatif, untuk membangkitkan informasi evapotranspirasi dibutuhkan citra satelit yang memiliki spektrum gelombang elektromagnetik (band) visible (0,4 μm-0,7 μm), near-infrared (0,7 μm-1,3 μm), dan thermal infrared (8,0 μm-14,0 μm), salah satunya adalah citra satelit Moderate Resolution Imaging Spektroradiometer (MODIS). Metode yang digunakan untuk membangkitkan informasi evapotranspirasi dari citra satelit adalah metode neraca energi pada permukaan lahan atau Surface Energy Balance Algorithms for Land. Penelitian menunjukkan bahwa evapotranspirasi di Kabupaten Manokwari hasil pengolahan data satelit berada pada kisaran 0-3,58 mm/hari dan umumnya lebih rendah dari pengolahan data iklim. Hal ini disebabkan evapotranspirasi yang dibangkitkan dari citra satelit merupakan ekstrapolasi dari evapotranspirasi sesaat yang mengacu pada saat perekaman oleh satelit sehingga mengabaikan perubahan cuaca. Berdasarkan metode RMSE, akurasi citra satelit MODIS dalam membangkitkan informasi evapotranspirasi sebesar 84,11% dibanding metode pengolahan data iklim atau memiliki tingkat penyimpangan sebesar 15,89% sehingga citra satelit MODIS dapat digunakan sebagai solusi alternatif dalam membangkitkan informasi evapotranspirasi.
- ItemPENGEMBANGAN MODEL SISTEM USAHATANI JAGUNG BERBASIS PERTANIAN BIOINDUSTRI DI GORONTALO(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2018) Anasiru, Rahmat H.; Atekan; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPertanian bio-industri berkelanjutan memandang lahan sebagai sumberdaya alam dan industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan untuk ketahanan pangan, maupun produk lain yang dikelola menjadi bio-energi serta bebas limbah dengan menerapkan mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang (reduce, reuse and recycle). Konsep pertanian bio-industri tidak terlepas dari prinsip dasar kegiatan sistim usaha pertanian terpadu dimana di Indonesia telah banyak diteliti tentang sistim usaha tanaman-ternak, seperti integrasi tanaman Jagung dan Sapi. Provinsi Gorontalo berhasil mengembangkan produksi jagung dengan memanfaatkan potensi lahan pertanian seluas kurang lebih 12 ribu km2 yang sebagian besar terdiri dari lahan kering. Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar pemilihan pengembangan jagung di Gorontalo antara lain tersedianya lahan yang sangat luas yang cocok untuk pengembangan tanaman jagung. Iklim Gorontalo juga mendukung upaya penanaman jagung. Air tanah di lahan datar cukup dangkal, dengan kedalaman berkisar antara 3-8 meter. Para petani jagung Gorontalo bisa panen 2-3 kali dalam satu tahun. Prinsip dasar pertanian bio-industri adalah pengelolaan usahatani pertanian nol limbah, mengurangi input baik untuk produksi maupun energi seminimal mungkin, pengolahan biomassa dan limbah menjadi bio-produk baru bernilai tinggi, pertanian ramah lingkungan serta pertanian sebagai kilang biologi (biorefinery) berbasis iptek maju penghasil pangan dan non pangan. Tujuan pengkajian pertanian bio-industri adalah untuk mengurangi limbah (minimize waste), mengurangi imported input produksi, mengurangi imported energy, pertanian pengolah biomassa dan limbah menjadi bio-produk baru yang mempunyai nilai tambah, serta pertanian yang ramah lingkungan.
- ItemPERANAN DATA DAN INFORMASI PEMETAAN AEZ (AGRO ECOLOGICAL ZONE) BAGI PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN: KASUS WILAYAH PAPUA BARAT(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, 2015) Rouw, Aser; Atekan; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua BaratPembangunan pertanian berbasis sumberdaya lahan, harus didasarkan atas data dan informasi yang akurat agar dapat menjamin penggunaannya secara berkelanjutan. AEZ (Agro-ecological zone) merupakan pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona yang mempunyai keseragaman karakteristik sumberdaya lahan (biofisik) dan sosial ekonomi. Setiap zona agro ekologi mencerminkan kesamaan faktor-faktor sumberdaya tanah, seperti: lereng, topografi, litologi, drainase dan sumberdaya iklim (tipe curah hujan, kelembapan udara, dan radiasi matahari). Secara metodologi analisis AEZ menggunakan input data yang sangat memadai, mencakup data pimer dan sekunder dengan pendekatan desk study, survey lapangan, dan analisis laboratorium. Keluaran AEZ mencakup: zona-zona pertanian, arahan komoditas, sistem pertanian, dan data sifat fisik-kimia tanah setiap zona yang disajikan secara spasial dan tabular dan dikemas dalam sistem informasi geografis dan tercetak. AEZ disusun pada skala 1:250.000 sebagai dasar perencanaan pengembangan pertanian di tingkat provinsi, skala 1:50.000 untuk operasional di Kabupaten, dan skala 1:10.000 hingga 1:5.000 untuk skala kawasan. Tentunya semakin besar skala peta, semakin detail pula data dan informasi yang disajikan. Berdasarkan kandungan data dan informasi ini, maka AEZ memiliki peranan penting dalam konteks pembangunan pertanian berkelanjutan, yaitu dalam aspek produksi komoditas pertanian unggulan, komoditas fungsional, strategi produksi, dukungan pembangan kawasan-kawasan pertanian, jaminan teknis investasi pengembangan pertanian, dan penjelasan biodiversity pertanian, serta bagi efisiensi dan efektivitas pengkajian teknologi pertanian spesifik lokasi.