Browsing by Author "Anischan Gani"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemInovasi Teknologi Berbasis Tanaman Pangan di Lahan Irigasi(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2003-12-16) Anischan Gani; A. Hasanuddin; HermantoProduksi padi dan beberapa komoditas pangan lainnya relatif tidak meningkat dalam dekade terakhir, bahkan cenderung turun terutama pada saat kondisi iklim tidak menguntungkan. Konversi sebagian lahan sawah untuk keperluan nonpertanian termasuk penyebab rendahnya laju peningkatan produksi karena berkurangnya areal tanam. Upaya peningkatan produksi padi melalui pencetakan sawah baru tampaknya tidak dimungkinkan dalam kondisi perekonomian nasional yang masih belum pulih dari krisis. Cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi tanaman pangan adalah melalui optimalisasi lahan irigasi. Hal ini dimungkinkan karena sebagian lahan irigasi masih memiliki potensi untuk dikembangkan. Hingga kini sebagian besar produksi padi nasional dihasilkan di lahan sawah. Lahan kering yang diharapkan dapat menunjang pengadaan produksi padi memiliki berbagai kendala dalam pemanfaatannya. Produktivitas padi di lahan sawah irigasi memang lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan kering karena ketersediaan air di lahan sawah lebih terjamin. Dikaitkan dengan ketahanan pangan nasional maka inovasi teknologi usahatani berbasis padi di lahan irigasi perlu didorong dan mendapat prioritas yang lebih tinggi dalam pembangunan pertanian. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai teknologi yang diharapkan dapat mendukung upaya peningkatan produksi pangan di lahan irigasi. Agar teknologi tersebut dapat diketahui oleh banyak kalangan, Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan gelar teknologi di Takalar, Sulawesi Selatan, pada tanggal 6-7 Agustus 2003. Publikasi ini berisikan informasi tentang potensi lahan irigasi untuk pengembangan tanaman pangan dan sebagian dari teknologi yang dihasilkan melalui penelitian. Sebelum diimplementasikan di tingkat petani, teknologi tersebut perlu dikaji pengembangannya di daerah setempat dari berbagai aspek, baik teknis, sosial, budaya, maupun ekonomi. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam acara gelar teknologi pertanian lahan irigasi ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.
- ItemPedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengeloalaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2010-12-16) Satoto; Anischan Gani; Sudibyo Triwahyu UtomoPadi yang dikembangkan di Indonesia mencapai luasan 12,2 juta ha dengan produksi Pmencapai 57 juta ton (FAO 2008). Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan meningkatkan hasil per satuan luas tanaman padi dengan luasan lahan yang semakin berkurang akibat terkonversi ke kegiatan non pertanian. Salah satu upaya peningkatan kebutuhan beras dari produksi padi dalam negeri adalah dengan pencanangan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Program peningkatan hasil per satuan luas dilakukan melalui dua pendekatan yaitu perbaikan teknik budidaya dan perbaikan varietas. Saat ini telah tersedia 57 varietas padi hibrida di Indonesia. Varietas unggul hibrida yang dibudidayakan dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman, Terpadu (PTT) telah teruji kemampuannya dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi input produksi. Transfer teknologi baru kepada petani akan efektif bila dilakukan dengan pembelajaran langsung di tingkat petani. Hal ini mendorong untuk mengenalkan aplikasi PTT dan varietas hibrida melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). SL-PTT padi hibrida hendaknya dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan berbagai institusi yang kompeten, baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun kecamatan dan bahkan tingkat desa. Buku panduan pelaksanaan SL-PTT padi hibrida ini disusun berdasarkan pengalaman penyelenggaraan SL-PTT padi dan diperkaya dengan pengalaman dalam pengembangan inovasi teknologi padi dengan pendekatan PTT di berbagai lokasi di Indonesia dan petunjuk evaluasi adopsi komponen teknologi (ricecheck). Saya berharap buku panduan ini dapat dijadikan acuan bagi para narasumber, pelatih, fasilitator atau pemandu lapang dalam pelaksanaan SL-PTT padi hibrida dalam upaya peningkatan produksi padi dan pendapatan petani melalui program P2BN
- ItemPeningkatan Efisiensi Pemupukann Dengan Formulasi Pupuk-N Lambat Urai(Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010-11-18) Anischan Gani; E. Sutisna NoorAbstract Increasing the Nitrogen Use Efficiency with Slow Released N Fertilizer Formulation. Efforts in improving nitrogen efficiency could be carried out through the use of split application strategy. leaf colour chart, and slow released N fertilizers, such as urea briquette or urea tablet, sulphur-coated urea (SCU), polymer coated urea, and neem-coated urea. An addition of humic acid and zeolite was frequently undertaken recently. Zeolite can adsorbs a considerable amount of NH, NO, and release it back into the soil solution, resulted in a slow released N fertilizer. The application of slow released N fertilizers is expected to decrease the lowers of N fertilizers, and improve the N efficiency. An experiment aimed at examining slow reicased N fertilizers in lowland rice has been done at the Sukamandi Experimental Station of the Indonesian Center for Rice Research during the dry season of 2007. The experiment was arranged in randomized complete block design with 3 replications. Two slow released N fertilizer tested were SRF-Dan two slow released N-fertilizers SRF-D and SRF-H contain 23% N D and SRI-H. There zeolite and 34% N zeolite, with the urea zeolite proportion as 1 1 and 3: 1, for SRJ-D and SRP-H, respectively. Treatments were (A) control (B), (C), and (D) were 150, 225, and 300 kg urea/ha (in 3 splits): (E) (F), and (G) were 150, 225, and 300 kg urea/ha (in 2 splits) (H) (1), and (1) were 300, 400, and 600 kg SRF (K). (L), and (M) were 203, 306, and 406 kg SRF-H/ha. Phosphate kg SRF-Diha and potassium fertilizers were applied in all treatments, at the rates of 100 kg 5736 and 100 kg KCl/ha, respectively. Results of this experiment indicated that both of the slow released N fertilizers were only effective in improving the plant growth, especially when was applied at high rates at early growth. Application of 600 kg SU-Diha was the only slow tieased N treatment that significantly incressed the rice grain yield. Urea, especially 3 splits, were more effective in increasing the by when its n it was applied in yield as compared to the slow the plant height, number of tillers, green leaf colour intensity, and as well as the yield components. Three splits application of urea yielded 5.3-6.5 t/ha, while when it was split twice it yielded 4.9-5.7 t/ha. The slow released N fertilizer, SRF-D yielded 4.5-5.5 t/ha and SRF-H 4.4-5.0 t/ha. In addition, the fertilizer N use efficiency for urea in 3 splits, urea in 2 splits, SRF-D, and SRF-H were 13-17 kg. 10-16 kg, 5-10 kg, and 1-6 kg grain/kg N, respectively. Abstrak Upaya untuk meningkatkan efisiensi pupuk N dapat dilakukan melalui pemberian secara bertahap (split), penggunaan bagan warna daun (BWD), dan pupuk N lambat urai. Beberapa pupuk lambat urai yang tersedia antara lain urea briket, urea tablet, urea form (UF), sulphur coated urea (SCU), polymer-coated urea (Nutricote), dan neem-coated urea. Akhir-akhir ini penambahan zeolit dan asam humat (humic acid) sering dilakukan. Zeolit bisa menjerap sejumlah NH NO, sehingga dapat digunakan sebagai sumber hara N lambat urai. Dengan pupuk N lambat urai diharapkan kehilangan hara N bisa diperkecil dan efisiensi pupuk N dapat ditingkatkan. Penelitian untuk mengevaluasi pupuk N lambat urai pada tanaman padi sawah, telah dilakukan di KP Sukamandi pada MK 2007. Penelitian ditata dalam rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuan adalah dua macam pupuk N lambat urai, SRF-D (1:1) dan SRF-H (3:1). SRF-D mengandung 23% N + zeolit dan SRF-H 34% N+ zeolit. Perlakuan tersebut melipu kontrol; (B), (C), dan (D) masing-masing 150 kg, 225 kg, dan 300 kg/ha urea (3 kali pemberian, 8 HST, 21 HST. dan 42 HST); (E), (F). meliputi: (A) dan (G) masing-masing 150 kg. 225 kg, dan 300 kg/ha urea (2 kali pemberian; 8 HST dan 21 HST): (H), (1), (dan 1) masing-masing 300 kg. 450 kg, dan 600 kg/ha SRF-D (satu kali pemberian pada 3 HST); serta (K), (L.), dan (M) masing-masing 203 kg. 306 kg. dan 406 kg/ha SRF-H (satu kali pemberian pada -3 HST). Semua perlakuan diberi pupuk SP36 dan KCI masing-masing sebanyak 100 kg/ha yang diberikan sekaligus pada 7 hari setelah tanam (HST). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk N lambat urai, SRF-D Jan SRF-H. hanya efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman, khususnya pada takaran yang tinggi, pada tahap awal pertumbuhan (sampai 42 HST). Terhadap hasil gabah hanya SRF-D yang nyata meningkatkan hasil gabah sebesar 600 kg ha. Pemberian urea yang diberikan 3 kali, lebih efektif meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi dibandingkan dengan pupuk N lambat urai, terlihat dari tinggi tanaman, jumlah anakan, intensitas warna hijau daun, dan kali hasil gabah mencapai 5,3-6,5 t dan 4,9-5,7 t/ha GKG, berturut-turut kalau diberikan 3 dan 2 kali. Pupuk lambat urai SRF-D dan SRF-H menghasilkan gabah berturut-turut sebesar 4,5-5,5 t dan 4,4-5,0 t/ha GKG dengan efisiensi pemupukan N sebesar 13-17 kg. 10-16 kg, 5-10 kg, dan 1-6 kg GKG/kg N, berturut-turut untuk urea diberikan 3 kali, urea diberikan 2 kali, pupuk lambat urai SRF-D, dan.pupuk lambat urai SRF-H.
- ItemPotensi Arang Hayati ìBiocharî sebagai Komponen Teknologi Perbaikan Produktivitas Lahan Pertanian(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009-12-16) Anischan GaniPemanasan global akibat meningkatnya emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer mengkhawatirkan masyarakat dunia akhir-akhir ini. Penambatan karbon dalam tanah pertanian melalui perbaikan praktek pengelolaan telah diidentifikasi sebagai salah satu opsi untuk mengurangi emisi CO2 . Keuntungan penggunaan bahan organik sebagai pembenah tanah bersifat jangka pendek, terutama di daerah tropis, karena cepatnya proses dekomposisi, dan biasanya mengalami mineralisasi menjadi CO2 . Karena itu penambahan bahan organik ke tanah harus setiap tahun untuk mempertahankan produktivitas. Biochar atau arang hayati dapat mengatasi keterbatasan tersebut dan menyediakan opsi bagi pengelolaan tanah. Kenyataannya, biochar telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian petani di pedesaan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, biochar berpotensi untuk memperbaiki kesuburan tanah. Manfaat biochar terletak pada dua sifat utamanya, yaitu mempunyai afinitas tinggi terhadap hara dan persisten dalam tanah. Kedua sifat ini dapat digunakan untuk menyelesaikan beberapa masalah penting pertanian akhir-akhir ini, seperti kerusakan tanah dan keamanan pangan, polusi air oleh agrokimia, dan perubahan iklim. Di banyak negara maju dan berkembang, biochar telah menjadi tumpuan bagi keberlanjutan sistem usahatani dan sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim global karena sifatnya yang karbon-negatif. Indonesia sebagai negara yang ikut meratifikasi pengurangan dampak perubahan iklim global tentu berkepentingan dalam penggunaan biochar. Selain dapat meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman, penggunaan biochar juga dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertanian. Di Indonesia, pemanfaatan biochar dalam skala luas adalah hal yang relatif baru. Oleh karena itu, pemerintah berperan penting dalam memberikan pemahaman dan pembinaan kepada masyarakat luas, terutama petani, akan pentingnya biochar sebagai pembenah tanah guna mendukung keberlanjutan pertanian mendatang.