Browsing by Author "Affandhy, Lukman"
Now showing 1 - 8 of 8
Results Per Page
Sort Options
- ItemEFEKTIVITAS PROTEIN B SPESIFIK (PSPB) SEBAGAI DIAGNOSA KEBUNTINGAN DINI PADA SAPI PO INDUK(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2017-10) Widyaningrum, Yeni; Affandhy, Lukman; Ratnawati, D.; Balai Pengkajian Teknologi PertanianTujuan penelitian ini adalah menentukan awal kehadiran protein B spesifik(PSPB) untuk diagnosa kebuntingan dini pada sapi PO induk bunting. Materi penelitian menggunakan 30 ekor Sapi Ongole (PO) induk dengan status fisiologis (bunting, tidakbunting, pasca partus). Tiga puluh ekor sapi induk dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Kelompok A terdiri dari 10 ekor Sapi PO induk yang dipelihara di kandang kelompok, dilakukan penggertakan birahi dengan penyuntikan pgf2 secara intra muskuler (IM) dosis 5 mg, sapi induk betina dicampur dengan sapi pejantan dan dilanjutkanpengamatan perkawinan. Setiap sapi induk yang sudah kawin diambil sampel darahnyapada hari ke 7, 14, 21,30 dan 40. Kelompok B terdiri dari 10 ekor sapi induk PO pascamelahirkan diambil darahnya pada hari ke-0 (saat partus), minggu ke 1, 2, 3 dan 4. Dan kelompok C terdiri dari 10 ekor sapi induk tidak bunting. Waktu penelitian selama 8 bulan tahun 2016 dan parameter yang diamati kadar hormon PSPB. Hasil analisisprotein B spesifik dengan metode elisa kompetitif kadar protein B spesifik terdeteksi pada hari ke-7 sebesar 1.5 ± 0.2 ng/ml, pada umur kebuntingan ke-14 hari sebesar 1.7 ± 0.4, umur kebuntingan ke-21 hari 1.9 ± 0.3 ng/ml, dan terus ada pada umur kebuntingan 30 dan 40 sebesar 2.0 ± 0.5 ng/ml dan 1.9 ± 0.2 ng/ml. Keberadaan PSPBhanya dapat dideteksi pada sapi bunting umur kebuntingan 7 hari berfluktuasi sampaiumur kebuntingan ke-40 hari,dan keberadaan PSPB masih dapat dideteksi pada sapipasca partus sebesar 57.2 ± 14.9 ng/ml masih ada terus sampai minggu ke-4 sebesar 92± 9.7 ng/ml, sedangkan pada sapi yang tidak bunting tidak dapat teridentifikasikeberadaan PSPB. Oleh sebab itu PSPB dapat digunakan sebagai biomarker kit tes dan efektif untuk diagnosis kebuntingan dini pada Sapi PO.
- ItemEFEKTIVITAS PROTEIN B SPESIFIK (PSPB) SEBAGAI DIAGNOSA KEBUNTINGAN DINI PADA SAPI PO INDUK(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Lampung, 2017-10) Widyaningrum, Yeni; Affandhy, Lukman; D. Ratnawati; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian LampungTujuan penelitian ini adalah menentukan awal kehadiran protein B spesifik (PSPB) untuk diagnosa kebuntingan dini pada sapi PO induk bunting. Materi penelitian menggunakan 30 ekor Sapi Ongole (PO) induk dengan status fisiologis (bunting, tidak bunting, pasca partus). Tiga puluh ekor sapi induk dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Kelompok A terdiri dari 10 ekor Sapi PO induk yang dipelihara di kandang kelompok, dilakukan penggertakan birahi dengan penyuntikan pgf2 secara intra muskuler (IM) dosis 5 mg, sapi induk betina dicampur dengan sapi pejantan dan dilanjutkan pengamatan perkawinan. Setiap sapi induk yang sudah kawin diambil sampel darahnya pada hari ke 7, 14, 21,30 dan 40. Kelompok B terdiri dari 10 ekor sapi induk PO pasca melahirkan diambil darahnya pada hari ke-0 (saat partus), minggu ke 1, 2, 3 dan 4. Dan kelompok C terdiri dari 10 ekor sapi induk tidak bunting. Waktu penelitian selama 8 bulan tahun 2016 dan parameter yang diamati kadar hormon PSPB. Hasil analisis protein B spesifik dengan metode elisa kompetitif kadar protein B spesifik terdeteksi pada hari ke-7 sebesar 1.5 ± 0.2 ng/ml, pada umur kebuntingan ke-14 hari sebesar 1.7 ± 0.4, umur kebuntingan ke-21 hari 1.9 ± 0.3 ng/ml, dan terus ada pada umur kebuntingan 30 dan 40 sebesar 2.0 ± 0.5 ng/ml dan 1.9 ± 0.2 ng/ml. Keberadaan PSPB hanya dapat dideteksi pada sapi bunting umur kebuntingan 7 hari berfluktuasi sampai umur kebuntingan ke-40 hari,dan keberadaan PSPB masih dapat dideteksi pada sapi pasca partus sebesar 57.2 ± 14.9 ng/ml masih ada terus sampai minggu ke-4 sebesar 92 ± 9.7 ng/ml, sedangkan pada sapi yang tidak bunting tidak dapat teridentifikasi keberadaan PSPB. Oleh sebab itu PSPB dapat digunakan sebagai biomarker kit tes dan efektif untuk diagnosis kebuntingan dini pada Sapi PO.
- ItemKualitas Semen Pejantan Sapi Peranakan Ongole ( Po ) Dengan Perlakuan Pemberian Suplemen Tradisional Berbeda ( The Quality Of Semen Po Bull With Different Traditional Supplementation Treatment )(Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2010) Affandhy, Lukman; w.c. Pratiwi; Ratnawati; Loka Penelitian Sapi Potong
- ItemPerkawinan Sapi Potong di Indonesia(IAARD Press, 2014) Affandhy, Lukman; Aryogi; Tiesnamurti, BessBuku ini merupakan strategi mengatasi permasalahan reproduksi sapi potong di Indonesia, terutama teknik perkawinan sapi potong lokal dan hasil kawin silang, yang berasal dari rangkuman hasil-hasil penelitian dan studi pustaka sapi potong lokal dan persilangannya sebagai bahan pelajaran dan pengetahuan dalam usaha perbibitan sapi potong di Indonesia. Buku ini berisi tentang potensi dan asal-usul sapi potong lokal dan hasil kawin silang di Indonesia, teknik dan strategi perkawinan serta penanggulangan penyakit atau gangguan reproduksi.
- ItemPetunjuk Teknis Manajemen Perkawinan Sapi Potong(Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2007) Affandhy, Lukman; Dikman, Dicky Mohammad; AryogiBuku ini disusun untuk memberikan informasi kepada para pelaku usaha dan pemerhati peternakan sapi potong dalam memperbaiki tatalaksana perkawinan pada budidaya sapi potong, dengan tujuan untuk : (1) memberikan informasi kepada petani, khususnya dalam usaha budidaya sapi potong tentang manajemen perkawinan yang tepat, sesuai dengan kondisi ternak dan spesifik lokasi, (2) menambah keterampilan petugas dan tingkat pengetahuan peternak tentang teknik IB beku, cair dan kawin alam dan (3) meningkatkan kebuntingan sapi melalui pelaksanaan perkawinan yang benar.
- ItemPetunjuk Teknis Pembibitan Sapi Potong Berbasis Sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah(Loka Penelitian Sapi Potong, 2013) Prihandini, Peni Wahyu; Adrial; Affandhy, LukmanBuku ini merupakan hasil rekomendasi teknologi hasil Kegiatan pendampingan teknologi sapi potong pada wilayah kerja BPTP Kalimantan Tengah, khususnya di Kabupaten Kota Waringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah sebagai penyedia teknologi sapi potong di setiap lokasi sesuai dengan kebutuhan pengguna, dalam rangka menggali teknologi komersial dan menyebarluaskan teknologi aplikatif. Kegiatan pendampingan dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Desember 2013, dilakukan oleh peneliti dan beberapa staf Loka Penelitian Sapi Potong dan BPTP Kalimantan Tengah dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kotawaringin Timur dengan melibatkan kelompok ternak dalam rangka penanganan permasalahan pengembangan sapi potong dan pengembangan pakan sumber sawit pada usaha peternakan rakyat dalam rangka mendukung peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong mendukung PSDSK 2014.
- ItemPetunjuk Teknis Pemeliharaan dan Penyapihan Pedet Sapi Potong(Loka Penelitian Sapi Potong, 2013) Efendy, Jauhari; Luthfi, Muchamad; Affandhy, Lukman; Dikman, Dicky M.Secara umum, kematian pedet pada peternakan rakyat masih tinggi yaitu mencapai 30% dimana salah penyebabnya adalah karena tidak tepatnya proses penyapihan, tingginya konsumsi bahan pakan berserat tinggi seperti rumput dan beberapa jenis hijauan lainnya; dan belum siapnya sistem pencernaan untuk menerima asupan bahan pakan tersebut, akan berpengaruh terhadap performans produksi dan aspek ekonomi pemeliharaan pedet. Perlakuan dan penanganan yang tepat pada pedet maupun sapi muda akan menghasilkan sapi potong berkualitas -baik pada hewan jantan maupun betina.
- ItemPetunjuk Teknis Perbaikan Teknologi Reproduksi Sapi Potong Induk(Loka Penelitian Sapi Potong, 2010) Dikman, Dicky Mohammad; Affandhy, Lukman; Ratnawati, DianSalah satu faktor penyebab rendahnya perkembangan populasi sapi adalah teknik manajemen reproduksi yang kurang tepat, yakni: (1) manajemen perkawinan yang kurang tepat, (2) pengamatan birahi dan waktu kawin tidak tepat, (3) rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan pada sistem kawin alam, (4) keterampiln mengawinkan ternak rendah, (5) rendahnya pengetahuan peternak tentang kawin suntik/IB serta (6) pemanfaatan hormon rerpoduksi yang kurang optimal. Pada pola perkawinan yang menggunakan pejantan alam, petani mengalami kesulitan memperoleh pejantan yang berkualitas, sehingga pedet yang dihasilkan mutunya rendah, bahkan berindikasi adanya perkawinan sedarah (inbreeding) terutama pada sistem penggembalaan yang banyak dilakukan oleh peternak di wilayah Indonesia bagian Timur.