Buletin Laboratorium Veteriner
Permanent URI for this collection
Browse
Browsing Buletin Laboratorium Veteriner by Author "Balai Besar Veteriner Wates"
Now showing 1 - 4 of 4
Results Per Page
Sort Options
- ItemBuletin Laboratorium Veteriner BBVet Wates Vol 13 No 1 Tahun 2013(Balai Besar Veteriner Wates, 2013-01) Balai Besar Veteriner Wates; Balai Besar Veteriner WatesSurvei Seroepidemiologi Brucellosis pada Sapi di Madura pada Tahap II Tahun 2012 telah diselesaikan dengan melakukan kolaborasi antara Laboratorium Penguji Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (UPT Laboratorium Kesehatan Hewan Tuban dan UPT Perbibitan Ternak dan Kesehatan Hewan Madura di Pamekasan) serta Stasiun Karantina Kelas II Bangkalan terhadap Sapi-sapi yang berada di Pulau Madura, survei dimulai sejak bulan Maret sampai dengan November 2012. Pada tahun 2012 telah terpilih lokasi untuk semua kabupaten di Pulau Madura yakni : di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep. Sedangkan sampel diambil di Kabupaten Bangkalan, 3 Kecamatan (Geger, Galis dan Kokop), Kabupaten Sampang, 6 Kecamatan (Treseh, Sokobanah, Sampang, Jrengik, Omben dan Banyuates), Kabupaten Pamekasan, 10 Kecamatan (Batu Marmar, Pasean, Palegan, Larangan, Pakong, Tlanakan, Pademawu, Pamekasan, Proppo dan Galis) dan Kabupaten Sumenep, 9 Kecamatan (Lenteng, Rubaru, Bluto, Dungkek, Sumenep, Pragaan, Dasuk, Batu Putih dan Guluk-guluk). Sampel Total yang berhasil diambil secara aktif di Pulau Madura sebanyak 13.928 sampel, terdiri dari Kabupaten Bangkalan (2.964), Sampang (4.095) Pamekasan (1.250) dan Sumenep (5.619), dari 13.928 sampel yang diuji, 13.926 negatif dan 2 sampel positif diuji dengan Rose Bengal Plate Test (RBPT) dari Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Geger, Desa Lerpak, Dusun Jarat Burung dan di Kabupaten Sumenep, Kecamatan Bluto. Desa Pekadangan Barat, Desun Brungbo, tetapi setelah dikonfirmasi dengan pengujian Complement Fixation Test (CFT) dinyatakan Negatif. Prevalensi kejadian Brucellosis di Pulau Madura Tahap I tahun 2011 adalah sebesar 0.04% (3/7.099) dan pada Tahap II tahun 2012 dari 13.928 sampel Prevalensinya adalah 0.00%.
- ItemBuletin Laboratorium Veteriner BBVet Wates Vol 13 No 4 Tahun 2013(Balai Besar Veteriner Wates, 2013-11) Balai Besar Veteriner Wates; Balai Besar Veteriner WatesSurvei Seroepidemiologi Brucellosis pada Sapi di Madura pada Tahap III Tahun 2013 telah diselesaikan dengan melakukan kolaborasi antara Laboratorium Penguji Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (UPT Laboratorium Kesehatan Hewan Tuban dan UPT Pembibitan Ternak dan Kesehatan Hewan Madura di Pamekasan) serta Stasiun Karantina Kelas II Bangkalan terhadap Sapi-sapi yang berada di Pulau Madura. Survei dimulai sejak bulan Maret sampai dengan November 2013. Pada tahun 2013 telah terpilih lokasi untuk semua kabupaten di Pulau Madura yakni : di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep. Sedangkan sampel diambil di Kabupaten Bangkalan terdiri dari 5 Kecamatan (Kokop, Kwanyar, Tanah Merah, Arosbaya dan Modung), Kabupaten Sampang, 4 Kecamatan (Jrengik, Pangarengan, Camplong dan Kedungdung), Kabupaten Pamekasan, 3 Kecamatan (Larangan, Pakong dan Pasean) dan Kabupaten Sumenep yaitu dari 5 Kecamatan (Dasuk, Bluto, Lenteng, Batu Putih dan Dasuk). Jumlah Total Sampel yang berhasil diambil secara aktif di Pulau Madura sebanyak 6.743 sampel, terdiri dari Kabupaten Bangkalan (1.515), Sampang (1.281) Pamekasan (1.113) dan Sumenep (2.834), dari 6.743 sampel yang diuji, 6.726 negatif dan 17 sampel positif diuji dengan Rose Bengal Plate Test (RBPT) dari Kabupaten Bangkalan : 7 (tujuh) positif RBPT, Kabupaten Sampang : 1 (satu) positif RBPT, Kabupaten Pamekasan : 1 (satu) positif RBPT dan Kabupaten Sumenep : 8 (delapan) positif RBPT, tetapi setelah dikonfirmasi dengan uji Complement Fixation Test (CFT) dinyatakan 17 sampel semua Negatif CFT. Survei Prevalensi kejadian Brucellosis di Pulau Madura Tahap III tahun 2013 sementara sampai Oktober 2013 telah terlaksana sebanyak 5.033 dan 1.710 sampel (dilaksanakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur), dari hasil survei tersebut Prevalensi sementara saat ini 0.00%.
- ItemBuletin Laboratorium Veteriner Vol 13 No 3 Tahun 2013(Balai Besar Veteriner Wates, 2013-08) Balai Besar Veteriner Wates; Balai Besar Veteriner WatesSistem Informasi Geografis (SIG), merupakan alat bantu analisis penyakit hewan yang selama ini masih digolongkan langka dalam penggunaannya, di negara maju Analisis Spasial Penyakit Hewan sudah sering menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil akhir analisis setara akuratnya dibanding dengan analisis konvensional menggunakan Program Statistik, karena analisis spasial Sistem Informasi Geografis (SIG) memanfaatkan data dasar geografis dipadukan dengan data temuan lapangan atau laboratorium, serta ketajaman kemampuan analisis seorang epidemiolog. Salah satu analisis spasial yang terkenal di bidang SIG dan juga pengolahan citra digital (penginderaan jauh) adalah klasifikasi, istilah yang merujuk pada proses interpretasi citra digital (dengan bantuan sistem komputer) hasil penginderaan jauh. Analisis ini merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan atau pengelompokan setiap piksel citra digital multi-spektral ke dalam beberapa kelas berdasarkan kriteria atau kategori obyek hingga dapat menghasilkan sebuah peta tematik dalam bentuk raster. Pada analisis ini, setiap piksel yang terdapat di dalam suatu kelas diasumsikan berkarakteristik homogen. Tujuan analisis ini adalah untuk mengekstrak pola-pola respon spektral (terutama yang dominan) yang terdapat di dalam citra itu sendiri. Dari hasil analisis dapat ditayangkan berupa gambar-gambar peta dan keterangan, yang sudah secara representatif akan mendapatkan hasil yang maksimal, bahkan dapat digabungkan peta penginderaan jauh melalui Google Map di Internet.
- ItemBuletin Laboratorium Veteriner Wates Vol 13 No 2 Tahun 2013(Balai Besar Veteriner Wates, 2013-05) Balai Besar Veteriner Wates; Balai Besar Veteriner WatesManusia jarang terinfeksi virus Avian Influenza (AI); jika ada, outcome infeksi virus AI pada manusia bersifat ringan seperti demam, konjungtivitis dan gejala mirip flu pada umumnya. Pada Februari-April 2013, dunia dikejutkan dengan adanya laporan kematian manusia di enam propinsi dan dua kota di China, dengan gejala mirip flu disertai gangguan pernafasan akut dan parah. Orang-orang yang berusia lebih dari 60 tahun, tinggal di daerah perkotaan dan berdekatan dengan pasar hewan/unggas atau yang memiliki pekerjaan atau aktivitas berkaitan dengan perunggasan dilaporkan memiliki resiko tinggi tertular penyakit ini. Berdasarkan hasilhasil penyidikan dan penelitian yang telah dilakukan di China, dibuktikan bahwa virus AI baru subtipe H7N9 adalah agen penyebab wabah penyakit ini. Virus ini tergolong virus LPAI dan merupakan hasil percampuran genetik dari tiga virus influenza tipe A yang berasal dari burung/unggas, yaitu virus subtipe H7N3, H9N2 dan H7N9 klasik. Mutasi asam-asam amino yang berhubungan dengan spesifisitas pengikatan virus pada sel reseptor inang dan patogenisitas virus pada manusia ditemukan pada beberapa isolat virus baru H7N9, mengindikasikan bahwa virus ini memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari pada virus-virus LPAI lainnya untuk beradaptasi dan menginfeksi manusia. Meskipun Indonesia masih berstatus bebas dari penyakit ini, kewaspadaan dan antisipasi terhadap potensi introduksi virus H7N9 ke populasi unggas atau manusia perlu ditingkatkan melalui kegiatan kekarantinaan, monitoring dan surveilan AI secara tepat dan berkelanjutan. Tulisan ini berisi review tentang epidemiologi penyakit, asal-usul dan filogenetik virus serta potensi penularan antar spesies virus AI baru H7N9.