Prosiding Seminar Teknologi Sistem Usaha Tani Lahan Rawa dan Lahan Kering

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 5 of 42
  • Item
    PENGENDALIAN PENYAKIT REBAH SEMAI KEDELAI (SCLEROTIUM ROLFSII) DENGAN TRICHODERMA SPP
    (Balittra, 1996) Prayudi, Bambang; BUDIMAN, Arif; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
    Penyakit rebah semai kedetai yang disebabkan ofeh Sc/oroffum rollsii meropakan penyakit penting pada kedelai di lahan rawa pasang surut. Trichodoma harzianum merupakan jamur antagonis yang baik da!am mengendafikan penya%t tersebut. Media yang baik untuk perbanyakan dan penyimpanan sampai jangka wa%tu enam bulan bagi T. harzianum adalah media beras + pepton certa menir jagung penyakit rebah semai kedelai diketahui menyerang tanaman muda. O!eh karena itu pedindungan tanaman kedelai dari serangan penyebab penyakit rebah gemai kede!ai dengan Trichodema harus dilaksanakan mutai pada saat tanam.
  • Item
    PROSPEK TRICHODERMA HARZIANUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR PELEPAH DAUN PADI DAN REBAH SEMAI KEDELAI (RHIZOCTONIA SOLANI)
    (Balittra, 1996) Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
    Penyakit hawar pelepah daun padi dan rebah semai kedelai yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani merupakan penyakit penting pada padi dan kedelai, terutama di lahan rawa pasang surut bergambut. Ttichodema harzianum merupakan jamur antagonis yang baik datam mengendatikan kedua penyakit tersebut. Media yang baik untuk perbanyakan dan penyimpanan sampai jangka waktu enam bulan bagi T. harzianum adatah media beras + 0,020/0 pepton serta menirjagung. Pada pola tanam padi•padi, untuk mengendatikan penyakit hawar pelepah daun padi harus mengaplikasikan T. harzianum pada setiap musim tanam. Pada pola tanam padi-kedetai, residu T. harzianum dari aplikasi pada padi untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah daun padi cukup mampu untuk mengendalikan penyakit rebah semai kedelai.
  • Item
    Kedelai di lahan rawa pasang surut: Sistem Surjan VS Sistem Drainase Dangkal
    (Balittra, 1996) Sarwani, Muhrizal; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
  • Item
    PERBAIKAN KUALITAS ANAK ITIK MELALUI SANITASI LINGKUNGAN PENETASANNYA UNTUK MENUNJANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
    (Balittra, 1996) Tarmudji; Rohaeni, E.S; Istiana; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
    Peternakan itik di Kalimantan Selatan. khususnya didaerah rawa sebagian dilakukan dengan sistem lanting. Namun saat ini ada kecenderungan bahwa itik telah dipelihara dengan sistem yang lebih baik yakni semi intensif dan intensif. Pada Pelita VI pembangunan pertanian lebih diarahkan untuk pengembangan agribisnis. Dan salah satu aspek penunjang kegiatannya antara lain penyediaan bibit unggul. Kegiatan agribisniS menuntut bentuk skala usaha dan unit organisasi yang spesifik dan tidak cukup hanya berorientasi pada produksi saja, tetapi menyangkut persoalan-persoatan pengolahan pasca panen, pasar dan produk-produk hilirnya. Oleh karenanya kendalakendala teknis maupun non teknis mutlak memerlukan penanganan. Jadi untuk menunjang pengembangan agribisnis bibit yang dipasarkan harus berkualitas dan bebas dari penyakit (Salmonellosis) yang dinyatakan dengan sertifikat. Pada saat ini penyediaan bibit atau anak itik untuk kebutuhan lokal di usahakan oleh para penetas, khususnya di desa Mamar, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Pengelolaan penetasan masih sederhana dengan peralatan tradisional, yang menggunakan gabah atau sekam padi sebagai pemanasnya dan belum melaksanakan program sanitasi. Ada dua cara penilaian sanitasi dilingkungan penetasan yakni : memeriksa kehadiran jasad renik pada atat penetasan dan lingkungannya (kualitatif) dan memeriksa jumlah populasi jasad renik pada alat penetasan dan produknya (kuantitatif). Hasil penelitian tentang sanitasi pada lingkungan penetasan itik didesa Mamar menunjukkan bahwa, berbagai jenis jasad renik seperti bakteri (Salmonella sp., Staphylococcus sp., Pseudomonas sp.,Proteus sp., E. coli dan Citrobacter sp.) dan jamur (Aspergillus sp.) dapat ditemukan pada sampel telur berembryo mati, bulu halus (fluff) anak itik umur I hari (D.O.D), debu, air minum dan pakan itik disekitar lokasi penetasan. Secara kuantitatif, populasi bakteri pada fluff mencapai 2 s/d 262 juta sel per gram fluff. Padahal sanitasi penetasan dikatakan baik apabila jumlah bakteri per gram fluff tidak melebihi 1000 sel. Diantara jasad renik ada bakteri yang dianggap paling penting yaitu Salmonella sp., karena dapat mengakibatkan kematian embrio dan menimbulkan penyakit pada hewan muda. Selain itu bakteri tersebut bersifat zoonosis, artinya dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya dari manusia ke hewan
  • Item
    Pengembangan Usahatani Ubi Alabio (Dioscorea alata L) di Lahan Rawa Lebak
    (Balittra, 1996) Zuraida, Rismarini; Noor, Muhammad; Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
    Permintaan akan beras di masa mendatang semakin meningkat sementara penyediaannya makin sulit, menjadikan peran ubi-ubian sebagai bahan pangan dan sumber karbohidrat alternatif semakin penting. Salah satu jenis ubi-ubian yang banyak dbudidayakan di lahan rawa lebak yaitu ubi Alabio (Dioscorea alata) yang mempunyai potensi bukan hanya untuk pangan, juga sebagai penghasil pati, atkohol, dan zat pewama. Sementara ini ubi Alabio diusahakan secara subsistens dan hanya pasarkan secara terbatas. Budidaya dan pengolahan hasil produk korr%tas sangat sederhana, sehingga Citra dan animo masyarakat terhadap jenis komiditas hi masth rendah. Tingkat produktivitas dan nilai tambah komoditas ini dapat dperbÜj dengan rekayasa teknis budidaya dan sosial ekonomi. Perbaikan teknis buddaya yang meliputi perbaikan varietas, pengaturan tanam, pemupukan, pengendalian gutma dan organisme pengganggu tanaman dapat meningkatkan produktivitas hasil dari rat.a-rata di petani 10 t/ha menjadi 30-40 t umbi segar/ha. Dengan curahan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani ubi Alabio sekitar 265 HOKJha, dapat menghasäkan pendapatan sebesar RP. 36 juta dengan nilai RIC 3,59. Sumbangan usahatari komoditas ini terhadap pendapatan berkisar 29,1%, hampir sebanding dengan kontribusi usahatani padi. Dengan keragaan seperti ini, maka ubi Alabio memifiki prospek Yang baik untuk dikembangkan di lahan rawa Yang di Kalimantan Selatan luasnya mefiputi 69.600 hektar. Walaupun demikian, mengingat preferensi masyarakat terhadap ubi Alabio masih rendah disebabkan terbatasnya teknologi pengolahan hasa pada petani, maka pengembangan secara luas komoditas ini memeriukan dukungan kelembagaan dan kebijaksanaan baik Oleh pemerintah maupun usahawan swasta