Prosiding Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 5 of 447
  • Item
    Teknik Pengelolaan dan Mutu Benih yang Dihasilkan dari Sektor Perbenihan Informal
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) S. Wahyuni; A.F. V. Yuningsih; M. L. Widiastuti
    Penelitian teknik pengelolaan benih dan mutu benih yang dihasilkan di tingkat petani telah dilaksanakan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi pada tahun 2012. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari cara pengelolaan benih di tingkat petani mulai dari produksi, pengolahan sampai penyimpanan dan mutu benih yang dihasilkan. Kegiatan diawali dengan enumerasi data sekunder untuk menentukan daerah yang masih banyak menggunakan benih produksi sendiri sebagai lokasi survei dan penentuan responden, kemudian dilanjutkan dengan wawancara dengan responden mengenai varietas yang ditanam, alasan menggunakan benih produksi sendiri, cara produksi, pengolahan, dan penyimpanan benihnya. Pemilihan responden dengan purposive sampling yakni dengan memilih petani yang menggunakan benih sendiri. Saat kunjungan ke petani, diambil sampel benih untuk uji mutu benih di laboratorium. Variabel mutu benih yang dievaluasi meliputi: kemurnian benih, kadar air, persentase daya berkecambah, dan vigor benih. Kegiatan survei lapangan diilakukan di empat kabupaten yaitu: Batubara, Deli Serdang, Serdang Bedagai dan Simalungun dengan jumlah total responden sebanyak 48 orang responden yang merupakan petani yang biasa menggunakan benih produksi sendiri/benih tidak bersertifikat. Hasil survei menunjukkan bahwa varietas yang paling banyak ditanam oleh petani di Serdang Bedagai, Deli Serdang dan Batubara (>70% responden) adalah Ciherang, sedangkan di Simalungun adalah Bondoyudo. Varietas lain yang banyak ditanam petani yaitu: Mekongga, IR64 dan Inpari 3. Alasan pemilihan varietas dari yang tertinggi adalah: hasil yang tinggi, rasa nasi enak dan tahan hama penyakit. Meskipun sebagian besar petani sudah menanam varietas unggul, tetapi sebagaian petani tidak menggunakan benih bersertifikat. Alasan penggunaan benih produksi sendiri berturut-turut adalah: varietas yang ditanam sama untuk beberapa musim, hasil gabah sama antara benih bersertifikat dan produksi sendiri, harga benih mahal, serta mutu benih sama antara benih bersertifikat dan benih sendiri. Sebanyak 10 dari 28 sampel (36%) benih produksi sendiri mempunyai mutu benih dibawah standar minimum mutu benih bersertikat (benih sebar). Perbaikan selama proses produksi di pertanaman adalah pelaksanaan rouging sebanyak 3 kali selama pertanaman untuk mendapatkan benih yang murni secara genetik. Perbaikan dalam prosesing (terutama pada pembersihan benih) dan penyimpanan benih perlu dilakukan oleh petani yang menggunakan benih sendiri untuk menjaga mutu benih tetap tinggi sampai musim tanam selanjutnya
  • Item
    Teknologi Mandiri Benih Padi Berbasis Masyarakat Mendukung Pengembangan Tanaman Padi Terpadu di Bali
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) AANB. Kamandalu; IBK. Suastika; A. Guswara; Arsana, I GK. Dana
    Varietas unggul yang dihasilkan cukup banyak, sering benihnya belum tersedia. Tujuan pengkajian menghasilkan benih sumber agar tersedia benih unggul bermutu medukung usahatani padi di Bali. Kegiatan dilaksanakan di lahan sawah milik petani bekerjasama dengan kelompok tani/kelompok penangkar antara lain : (1) kelompok penangkar subak Guama Tabanan; (2) subak Kumpul kabupaten Gianyar; (3) subak Kusamba, kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Subak Bengkel yang berlokasi di desa Bengkel, kecamatan Kediri, kabupaten Tabanan. Kegiatan dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2013 dengan luasan 30 hektar. Varietas padi yang digunakan adalah Ciherang, Cigeulis, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 13, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 23 dan Inpari 24. Komponen agronomi dan komponen hasil dan produksi hektar -1. Data untuk benih diamati meliputi kadar air, daya tumbuh, dan campuran varietas lain. Hasil benih yang dihasilkan sebanyak 57.350 kg. Kesimpulan dari kegiatan penyedian dan perbanyakan benih unggul yang dilaksanakan UPBS BPTP Bali bekerjasama dengan kelompok penangkar diperoleh benih (FS, SS, ES) sebanyak 57.350 kg. Produksi benih yang dihasilkan masih didominasi oleh varietas Ciherang dan Cigeulis yaitu sebesar 82,20% (42.539 kg) dan 8,35% (4790 kg) mengingat kedua varietas ini lebih diminati oleh kelompok tani/pengguna lainnya dibandingkan dengan varietas Inpari.
  • Item
    Usahatani Kacang Hijau Setelah Padi di Tingkat Petani Pada Lahan Sawah Irigasi (Kasus di wilayah Jatisari-Karawang)
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) Ruskandar, Ade; Rustiati, Tita; Guswara, Agus
    Budidaya kacang hijau umumnya dilakukan di lahan kering atau di lahan sawah setelah musim tanam padi ke-2 yaitu memanfaatkan masa tenggang waktu untuk memulai lagi pertanaman padi pertama. Tanaman kacang hijau merupakan tanaman yang relatif tidak membutuhkan banyak air, sehingga jika dilakukan di lahan sawah irigasi tidak pernah dilakukan pengairan secara khusus. Pola tanam dalam setahun di lokasi penelitian (Kecamatan Jatisari) adalah padi-padi-kacang hijau. Lokasi penelitian merupakan salah satu daerah penghasil kacang hijau di Karawang dimana setiap tahun petani selalu menanam kacang hijau setelah pertanaman padi ke-2. Budidaya yang dilakukan petani adalah tanpa olah tanah. Jarak tanam yang diterapkan bergantung pada jarak tanam padi sawah sebelumnya, dimana kacang hijau ditanam pada tengah-tengah antara rumpun padi yang telah dipanen. Setelah tanam, lubang tanam yang telah diisi benih kacang hijau ditutup dengan jerami padi. Hasil wawancara dengan petani bahwa biaya tanam mencapai Rp 750.000/ha dengan cara ditugal, jumlah biji per lubang antara 3-4 butir. Biaya lain yang cukup tinggi menurut petani adalah pembelian insektisida karena tanaman ini sering terserang hama antara lain ulat jengkal, ulat grayak, dan ulat penggulung. Pemupukan hanya menggunakan urea dan dilakukan dua kali dalam semusim (sekitar dua bulan). Cara memupuk dilakukan dengan cara mencampur pupuk urea dengan air kemudian campuran tersebut disiramkan ke tanaman kacang hijau. Upah panen berupa bawon yaitu 5:1 dalam bentuk brangkasan. Penjemuran brangkasan umumnya dilakukan di lahan sawah yaitu di lahan tempat menanam kacang hijau tersebut. Rata-rata hasil produksi di tingkat petani mencapai 803 kg/ ha dengan harga jual Rp 13.000/kg. Hasil per satuan tersebut masih dibawah hasil rata-rata kacang hijau di Karawang yang mencapai 11,10 ku/ha.
  • Item
    Respon Petani Terhadap Inovasi Teknologi Padi di Jawa Tengah
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) Eti Wulanjari, Munir; Setiani, Cahyati; Jauhari, Sodiq
    Lahan pertanian semakin lama semakin berkurang, sebagai akibat dari beralihnya fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Dari kondisi tersebut peluang yang masih dapat dilakukan untuk peningkatan produksi adalah dengan perbaikan teknologi budidaya, seperti peningkatan penggunaan benih unggul, pemupukan yang sesuai dengan anjuran teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon petani terhadap teknologi budidaya padi. Penelitian dilaksanakan di Jawa Tengah pada bulan Juni-September 2015. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja yaitu tiga daerah yang dianggap mewakili wilayah dengan tingkat produksi tinggi, sedang dan rendah. Setiap kabupaten dipilih dua Kecamatan. Kabupaten yang mewakili tingkat produksi tinggi adalah Kabupaten Sukoharjo (Kecamatan Polokarto dan Mojolaban). Kabupaten Pati mewakili tingkat produksi sedang (Kecamatan Wedarijaksa dan Jaken), sedangkan daerah yang mempunyai tingkat produksi rendah diwakili Kabupaten Batang ( Kecamatan Reban dan Tersono). Penelitian dilakukan dengan metode survei. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana dengan jumlah sampel 184 responden yaitu 62 responden dari Kabupaten Pati, 62 responden dari Kabupaten Sukoharjo dan 60 responden dari Kabupaten Batang. Pengumpulan data melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk tabel/diagram dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: respon petani terhadap teknologi di semua lokasi yang paling tinggi persentasenya adalah segera mencoba/menerapkan teknologi baru tersebut (37,4-70,97%). Sedangkan untuk respon petani terhadap teknologi anjuran yang disampaikan oleh penyuluh/ peneliti di semua lokasi yang paling tinggi persentasenya adalah menerapkan pada sebagian lahan yang dikuasai (31,03-74,19%), yang langsung menerapkan hanya 6,67-27,59%. Inovasi teknologi padi diarahkan pada petani yang berusia relatif muda (25-40 tahun), pendidikan setingkat SLTA ke atas, dan pemilikan lahan > 0,5 ha, serta diperlukan penguatan peran kelompok tani yang diikuti dengan peningkatan peran penyuluh.
  • Item
    Penerapan Mekanisasi Pada Usahatani Padi Dalam Rangka Mengatasi Kelangkaan Tenaga Kerja Dan Mendukung Tanam Serempak di Jawa Tengah
    (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)/BBSIP Padi, 2015-08-06) Prasetyo, Teguh; Setiani, Cahyati; Jauhari, Sodiq
    Usahatani padi di lahan sawah intensif memerlukan inovasi teknologi, salah satunya adalah penggunaan benih padi VUB. Umur tanaman padi dengan menggunakan benih VUB relatif pendek, sehingga mensyaratkan periode kerja pengolahan lahan, saat tanam, pemeliharaan, dan panen harus dikerjakan dalam waktu singkat dan serempak. untuk mengatasi hal tersebut diperlukan mekanisasi pertanian dalam usahatni padi. Untuk mengetahui penggunaan mekanisasi pada usahatani padi dalam mengatasi kelangkaan tenaga kerja dan mendukung tanam serempak telah dilakukan pengkajian. Pengkajian dilakukan di Desa Jetak, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen. Lokasi pengkajian ditetapkan di blok III seluas 5 ha yang dikuasai oleh 22 orang petani yang tergabung dalam Kelompok Tani ”Tani Mulyo III”. Lokasi tersebut merupakan daerah sentra produksi padi, dengan pola tanam padi-padi-padi. Metode yang digunakan adalah membandingkan penggunaan mekanisasi pertanian secara penuh dalam sistem usahatani padi seperti transplanter, traktor, power sprayer, dan mesin panen dengan manajemen eksisting. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa ada tiga jenis sistem pengupahan tenaga kerja diluar keluarga untuk usahatani padi di lokasi pengkajian yaitu upah borongan, upah waktu, dan upah premi. Upah tenaga kerja untuk kegiatan usahatani padi relatif tinggi, pada manajemen usahatani eksisting rata-rata sebesar Rp 6.230.000,-/ha, sedangkan pada manajemen usahatani padi menggunakan mekanisasi secara penuh sebesar Rp 5.660.000,-/Ha. Biaya tenaga kerja tertinggi pada manajemen usahatani eksisting maupun dengan mekanisasi pertanian secara penuh adalah pada saat pengolahan lahan, tanam, dan panen. Dari aspek waktu dapat meningkatkan efisiensi sebesar 25,86%-27,55%, dari aspek biaya dapat meningkatkan nilai efisiensi sebesar 11,71%, dan dari aspek jumlah orang kerja dapat meningkatkan efisiensi sebanyak 45,07 %. Pendapatan usahatani padi yang menerapkan manajemen eksisting di lokasi penelitian adalah sebesar Rp. 21.547.600,-/ha/musim tanam dengan R/C rasio sebesar 3,22. Pada petani yang menerapkan manajemen usahatani dengan mekanisasi pertanian secara penuh, pendapatan yang diperoleh rata-rata sebanyak Rp 25.638.800,-/ha/ musim tanam dengan R/C rasio sebesar 3,84.