Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 5 of 11
  • Item
    Pengembangan Mesin Pencacah Tanda Sawit Tipe Pisau Sirkular
    (Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, 2012-10) Wijaya, Elita Rahmarestia; Asari, Ahmad; Hoesen, Yanyan A.; Sasmito, Dony Anggit; Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
    Proses pemanfaatan tandan kosong sawit (TKS) untuk bahan bakar biomassa, kompos ataupun pemanfaatan sebagai bahan serat memerlukan proses pendahuluan berupa penguraian dan pencacahan untuk mempermudah pengolahan. Mesin pencacah tandan kosong sawit, telah dikembangkan di Malaysia dan Indonesia dengan menggunakan berbagai jenis pisau dengan tipe satu baris pisau atau dua baris pisau. Pengembangan mesin pencacah tandan kosong sawit (TKS) dilakukan di BBP Mekanisasi Pertanian Serpong dengan menggunakan pisau berbentuk cakram (piringan sirkuler) dengan 10 buah pisau sirkuler terdiri dari 5 buah pisau yang bermata 120 per pisau dan 5 pisau bermata 60 per pisau, disusun berselang-seling pada satu poros pisau. Penggunaan mata pisau yang berbeda berfungsi untuk mengurai (mata 60) dan mencacah serabut (mata 120). Bagian utama mesin lainnya terdiri dari rangka utama, hopper dan outlet keluaran bahan. Penggerak mesin menggunakan motor diesel 8,5 HP (6.3 kW) dengan sistem transmisi sabuk dan pulley. Uji kinerja dilakukan pada putaran poros penggerak pisau 2000 RPM dengan menggunakan tandan kosong sawit pada kadar air 39.5% dan 22,5%. Hasil uji menunjukkan kapasitas kerja yang lebih besar pada kadar air yang lebih tinggi, di mana rata-rata kapasitas 248 kg/jam pada kadar air TKS sebesar 39,5 % BB dan kapasitas kerja rata-rata 73 kg/jam pada kadar air TKS sebesar 22,5 % BB. Hasil cacahan TKS mempunyai rata-rata panjang 8 cm. Tidak terjadi perbedaan rata-rata panjang cacahan pada kadar air yang berbeda.
  • Item
    Pengkajian Teknologi Pengolahan Roti dengan Penambahan Tepung Pisang
    (Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, 2012-10) Histifarina, Dian; Rahman, Adetya; Rahadian, Didit; Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
    Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Selain itu tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dan dibentuk. Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan pada pengolahan berbagai jenis makanan yang mengggunakan tepung (tepung beras, terigu). Dalam hal ini, tepung pisang menggantikan sebagian atau seluruhnya dari tepung jenis lainnya. Salah satu pemanfaatan tepung pisang dalam subtitusi tepung terigu yaitu dalam pembuatan roti. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan karakteristik sifat kimia produk roti dan tingkat kesukaan panelis. Pengkajian dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen BPTP Jawa Barat dan Laboratorium Seafast Center (Unit Bakery) di IPB Bogor dari bulan Mei hingga Oktober 2010. Metodologi penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif melalui kegiatan teknologi pengolahan roti. Jenis roti yang dibuat yaitu roti tawar dan roti manis. Data yang diamati meliputi kualitas roti yang dihasilkan yaitu meliputi sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, serat pangan, lemak, gula, kadar karbohidrat serta nilai energi) dan uji organoleptik (rasa, tekstur, aroma dan warna). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa nilai kalori roti tawar dan roti manis yang disubstitusi dengan tepung pisang lebih tinggi (261,29-375,81 kkal/100g) dibandingkan dengan roti twar dari tepung terigu (248 kkal/100g), namun memiliki kandungan lemak lebih tinggi dari standar yaitu sebesar 3,25% (standar maks. 3,0); kadarair dan kadar abu roti yang dihasilkan sudah memenuhi standar roti (maks 40,0 dan 3,0); sedangkan nilai kandungan protein dan karbohidrat tidak berbeda. Penerimaan panelis terhadap produk roti tawar yang disubstitusi dengan tepung menunjukkan tingkatan agak suka (skor 1,95 – 2,4) baik dari segi warna, rasa, aroma dan tekstur, sedangkan untuk produk roti manis, hasil uji organoleptik terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur, menunjukkan tingkat penerimaan suka (skor 3 – 4).
  • Item
    Teknik Produksi Bioetanol sebagai Bahan Bakar pada Skala Pedesaan
    (Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, 2012-10) Lay, Abner; Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
    Pengolahan bioetanol dapat dilakukan pada skala pedesaan dalam bentuk usaha kelompok tani/gapoktan/UKM. Model pengembangan produksi bioetanol sebagai bahan bakar yang dapat dicontohi antara lain Model Agromakmur Jawa Tengah, Model Poopo Sulawesi Utara dan Model Introduksi. Aplikasi model-model pengembangan ini, perlu memperhatikan sistem proses pengolahan (bahan baku, fermentasi, destilasi, dehidrasi, alat pengolahan yang digunakan) dan sistem pengelolaan usaha (pembinaan, pengadaan alat pengolahan, modal kerja, pemasaran, dll), agar pengembangannya dapat memberi manfaat yang optimal. Pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar akan berdampak pada peningkatkan intensifikasi dan perluasan aren tanaman penghasil bioetanol, memperluas lapangan kerja, mengurangi pencemaran udara, menurunkan konsumsi BBM sekaligus sebagai ketahanan energi nasional.
  • Item
    Pengembangan Teknologi Pengolahan Tempe Higienis
    (Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, 2012-10) Budiharti, Uning; Sulistyosari, Novi; Sirait, Parlahutan; Samudiantono, Arif; Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
    Industri tempe di Indonesia saat ini mencapai 32.171 unit dengan 83.352 orang tenaga kerja. Nilai bahan baku dan bahan pembantu industri ini saja mencapai Rp 54,9 triliun. Sedangkan nilai produksinya sebesar Rp 92,3 triliun dengan nilai tambah mencapai Rp 37,3 triliun. Industri tempe di Indonesia merupakan industri yang dirajai oleh produsen kecil dan menengah yang jumlahnya sangat besar. Namun sebagian besar kondisi industri tempe selama ini masih kurang higienis. Pengolahan dilakukan menggunakan peralatan sederhana, dimana material yang digunakan tidak memenuhi standar food grade. Sementara itu seiring dengan kemajuan teknologi dan ekonomi, maka tuntutan konsumen terhadap produk yang higienis semakin tinggi. Untuk menjaga kehigienisan produk, maka alat mesin yang digunakan pada setiap tahapan metode harus terbuat dari material yang memenuhi standar food grade. Hal yang juga perlu diperhatikan yaitu untuk menjaga lingkungan atau tempat pengolahan tetap dalam keadaan higienis. Model pengembangan yang diterapkan, ditargetkan melalui perbaikan sistem manajemen dan sistem kelembagaan yang melibatkan instansi terkait dengan fungsi masing-masing, yaitu terbentuknya kelompok/lembaga yang dapat membantu dalam menerapkan teknologi pengolahan tempe yang higienis secara berkelanjutan. Koordinasi dilakukan dengan beberapa lembaga daerah terkait diantaranya BPTP memiliki fungsi sebagai pengawal inovasi teknologi, BAPPEDA, Dinas Perindustrian Perdagangan dan koperasi, serta aparat desa (Camat dan Kades) yang berfungsi sebagai Pembina dan Pendamping. Mesin yang diterapkan adalah mesin pengupas kulit ari kedelai, serta alat pendukung lainnya yaitu pemisah kulit ari, rak fermentasi, perata tempe lembaran bahan kripik tempe. Kelebihan mesin pengupas yang diterapkan jika dibandingkan dengan mesin yang ada adalah materialnya terbuat dari material yang food grade yaitu stainless steel dan dalam pengoperasiannya tidak diperlukan penambahan air lagi. Kapasitas kerja mesin ini adalah. Kapasitas pengupasan rata-rata (berdasar input): 374 kg/jam dan (berdasar output): 342 kg/jam dengan persentase kedelai terkupas 98 %.
  • Item
    Pengembangan Paket Teknologi Mesin Perontok Padi Lipat di Daerah Terasering untuk Menekan Losses dan Mengurangi Kejernihan Kerja
    (Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, 2012-10) Sulistiadji, Koes; Wiyono, Joko; Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
    Merontok padi secara mekanis menggunakan mesin perontok selain mampu menekan besarnya angka losses, juga mampu mengurangi kejerihan kerja. Mendekatkan mesin perontok ke areal panen akan menekan besarnya angka losses yaitu mengurangi susut tercecer saat pengangkutan menuju tempat perontokan dan untuk daerah terasering hal ini sulit dilakukan karena belum tersedianya mesin perontok dengan mobilitas tinggi. Mesin Perontok yang populer dan beredar di pasaran adalah mesin perontok dengan kapasitas kerja besar yaitu 600 kq/jam, dengan power antara 5.5 HP sampai 7,5 HP dan akan menjumpai kesulitan bila dioperasikan di daerah sawah terasering, karena bobotnya yang cukup berat dan tidak tersedianya jalan yang memadai. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan desain prototipe mesin perontok padi lipat bermotor, dengan kriteria parameter desain : (a) kecepatan putar optimum drum perontok 300 rpm, (b) kapasitas kerja teoritis 200 sampai 300 kg per jam untuk komoditas padi, (c) bobot keseluruhan prototipe relatif ringan, (d) menggunakan penggerak motor bensin 3.5 Hp, 4000 rpm dan (e) mampu mengurangi kejerihan kerja relatif dibanding cara gebot. Rancang bangun prototipe mesin perontok padi lipat bermotor telah dilakukan dengan dasar kriteria yang telah ditentukan. Komponen drum perontok digunakan bahan kayu berbentuk silinder dg ukuran 3 x 4 x 50 cm berjumlah 8 buah. Gigi perontokan digunakan tipe wire diameter 5 mm berbahan tahan karat dan dipasang zig-zag. Sistem transmisi dari engine penggerak menuju drum perontok digunakan pully dan v-belt dengan 2 (dua) kali penurunan kecepatan (dari 4000 rpm menjadi 300 rpm). Hasil uji fungsional di laboratorium BBP Mektan menunjukkan bahwa performance komponen-komponen utama sudah baik, serta penggunaan engine 3.5 Hp juga dapat berfungsi dengan baik Kegiatan uji lapang dilaksanakan di lahan terasering Desa Nusa Kecamatan Kahu Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Varietas padi yang digunakan sebagai bahan uji adalah sembada 168 (hibrida). Umur panen adalah 105 hari, rata-rata panjang malai (setelah di panen) adalah 85 cm, rata-rata kadar air gabah sebesar 18,6 – 20,4 %. Produksi ubinan sebesar 13.31 ton/ha dan nisbah gabah terhadap jerami + gabah sebesar 34.28 %. Kapasitas kerja pengumpanan relatif masih kecil 108,66 kg/jam untuk Perdal thresher lipat, dan 245,22 kg/jam untuk Thresher lipat bermotor. Sedangkan Kapasitas perontokan 34,52 kg/jam dan 79,95 kg/jam masing masing untuk Perdal thresher lipat dan Threher Lipat Bermotor. Prosentase Susut tercecer saat perontokan (yang diakibatkan oleh mesin perontok) berupa gabah tidak terontok, besarnya rata rata untuk Thresher tipe pedal 0,86 %, dan untuk Thresher pedal bermotor 0,69 %. Hasil analisa laboratorium terhadap kualitas gabah menunjukkan bahwa rata-rata prosentase gabah isi adalah 94.5 % dan butir retak 7/100 butir. Dari analisa Finansial Mesin Thresher Lipat Bermotor, melalui asumsi, harga mesin Rp.4 juta,-, umur teknis 5 tahun, upah operator Rp. 30.000,- per hari, Konsumsi BBM 0,833 l/jam, harga Bensin Premium Rp.4.500,-/liter, harga gabah Rp. 3.000,- per kg, kapasitas kerja mesin 79,95 kg/jam diperoleh Biaya Pokok Operasional mesin senilai Rp. 203,- per kg, gabah masih lebih murah dibanding dengan ongkos Gebot di Kab. Bone sebesar Rp.334,- per kg.