KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN LEBAK UNTUK PERTANIAN DI KALIMANTAN SELATAN

dc.contributor.authorNoorginayuwati, Achmad Rafieq
dc.date.accessioned2018-12-18T07:50:49Z
dc.date.available2018-12-18T07:50:49Z
dc.date.issued2007
dc.descriptionLahan rawa semakin penting peranannya dalam upaya mempertahankan swasembada beras dan mencapai swasembada bahan pangan lainnya, mengingat semakin menciutnya lahan subur di Jawa akibat penggunaannya untuk perumahan dan keperluan non pertanian lainnya. Potensi lahan rawa lebak di seluruh Indonesia mencapai 13,281 juta hektar, terdiri dari rawa lebak dangkal seluas 4.166.000 ha, lebak tengahan seluas 6.076.000 ha dan lebak dalam seluas 3.039.000 ha (Widjaja Adhi et al., 1998). Potensi lahan rawa lebak di Kalimantan diperkirakan mencapai 6.960.050 ha (Adimihardja et a.l, 1999). Sebagian besar lahan lebak ini belum dimanfaatkan untuk usaha pertanian sehingga potensi pengembangannya masih sangat besar. Pemanfaatan lahan rawa untuk usaha pertanian di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah diperkirakan telah dilakukan sejak 200 tahun yang lalu. Meskipun pemanfaatan lahan rawa di Kalimantan sudah cukup lama, belum semua lahan rawa di Kalimantan termanfaatkan. Dari 4.757.000 ha lahan rawa di Kalimantan yang dinyatakan sesuai untuk usaha pertanian, baru 2,170.000 ha yang termanfaatkan. Produktivitas tanaman pangan di daerah rawa yang sudah dibuka tersebut pada saat ini relatif masih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas di lahan beririgasi (Sabran et ai, 1998). Menurut Adimihardja et al. (1998) pemanfaatan lahan rawa untuk usaha pertanian hendaknya memperhatikan faktor-faktor fisik dan lingkungan yang dapat menjadi kendala dalam pengembangan usaha pertanian. Faktor-faktor tersebut meliputi: (a) lama dan kedalaman genangan air banjir serta kualitas air, (b) ketebalan gambut, kandungan hara dan tingkat kematangan gambut, (c) kedalaman lapisan pirit serta kemasaman setiap lapisan tanahnya. Pada era otonomi daerah, pendekatan pembangunan pertanian mengalami reorientasi dari pendekatan yang berbasis sumberdaya menjadi pendekatan yang berbasis masyarakat (community based development). Melalui pendekatan ini, arah pelaksanaan penelitian dan pengkajian serta diserninasi teknologi pertanian diarahkan pada pendekatan dari bawah (farmer-first), dengan sasaran peningkatan sumberdaya manusia dan pemberdayaan petani, serta model penelitian dan pengkajian yang tidak ilmiah semata, namun juga memperhatikan fenomena alam,sosial ekonomi, interaktif serta penghargaan terhadap teknologi lokal (indegenous technology) yang terintegrasi (Sulaiman, 2000). '.en_US
dc.identifier.isbn978-979-8253-64-5
dc.identifier.urihttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/6295
dc.publisherBalittraen_US
dc.subjectKEARIFAN LOKAL LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATANen_US
dc.titleKEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN LEBAK UNTUK PERTANIAN DI KALIMANTAN SELATANen_US
dc.typeArticleen_US
Files
Original bundle
Now showing 1 - 1 of 1
Loading...
Thumbnail Image
Name:
9. Kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan lebak untuk pertanian di kalimantan selatan.pdf
Size:
9.25 MB
Format:
Adobe Portable Document Format
Description:
License bundle
Now showing 1 - 1 of 1
Loading...
Thumbnail Image
Name:
license.txt
Size:
1.71 KB
Format:
Item-specific license agreed upon to submission
Description:
Collections