Surveillans Deteksi Antigenik dan Respon Imun Pasca Vaksinasi pada Program Pembebasan Classical Swine Fever di Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2017

Abstract
Populasi babi di Propinsi Sulawesi Utara sangat tinggi, komoditas ternak babi sebagai satu aset perekonomian terpenting. Kasus Clasical Swine Fever (CSF) pertama kali terjadi di Sulawesi Utara pada tahun 1996. Pengendalian CSF yang sudah dilakukan adalah vaksinasi, desinfeksi dan pembatasan lalu lintas ternak babi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah memberikan 150.000 dosis vaksin, Balai Besar Veteriner Maros dan Pemerintah daerah Sulawesi Utara ditugaskan untuk melakukan Vaksinasi dan surveillans CSF. Surveillans CSF bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus CSF dan mengukur tingkat protektifitas kekebalan pasca vaksinasi CSF. Vaksinasi dilakukan pada peternakan dan babi berisiko yaitu peternakan skala menengah ke bawah (≤ 500 ekor). Probability Proporsive Sampling (PPS) dilakukan untuk memilih 1110 ekor babi pra vaksinasi dan 2261 ekor pasca vaksinasi. Keberadaan Antigenik CSF didapatkan dari 723 ekor dengan sampling non rambang convinient by judgement pada babi yang menunjukkan gejala demam. Deteksi Antigenik dilakukan dengan pengujian Konvensional Polymerase Chain Reaction (PCR), Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) antigenik, Immunohistokimia (IHK) yang dilakukan secara pararel. Protektifitas imun respon diukur dengan menggunakan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) antibodi. Hasil surveillans menunjukkan bahwa vaksinasi telah dilakukan pada 149.463 ekor (99,8%), Tingkat protektifitas kekebalan pravaksinasi sebesar 8,02% dan pasca vaksinasi sebesar 82,84%. Peningkatan protektifitas pasca vaksinasi sebesar 74,82%. Penyakit CSF masih ditemukan di Sulawesi Utara (1,38%) dengan sebaran di kabupaten Tomohon, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Tenggara dan Kepulauan Talaud. Faktor risiko yang ditemukan adalah penerapan biosekuriti buruk, dan pelaporan sindromik CSF serta vaksinasi rutin lemah. Timbulnya penyakit CSF harus menjadi perhatian bersama terutama peternak babi dan pemerintah daerah. Menurunkan jumlah kasus pada saat rentang waktu berisiko (high risk period) adalah cara yang paling efektif mengendalikan kasus CSF dilapangan. Perbaikan penerapan vaksinasi dan biosekuriti harus dilakukan agar dapat segera bebas dari CSF.
Description
Keywords
Classical swine fever, Vaksinasi, Respon imun
Citation